Hay, Aku Aldo

🌻 Happy reading 🌻

Sebuah panggung besar dengan hiasan yang indah, membuat tempat tersebut menjadi sangat menarik. Para juri dan penonton yang duduk memenuhi ruangan, menjadikan kompetisi itu lengkap sudah.

Ditambah lagi dengan hadirnya beberapa aktor dan aktris terkenal, serta orang-orang penting sekolah, pertanda hari itu adalah salah satu hari yang penting dan berharga.

Namun, aroma tidak tenang, tercium dari para peserta perlombaan tingkat nasional yang menunggu giliran di belakang panggung.

Drama of education

Yah begitulah sebuah tulisan yang tertera di sana.

"Heh, kau yakin tetap ikut drama ini. Bahkan kau hanya latihan beberapa Minggu saja," celetukan tidak senang dari salah satu tim.

Bella merasa tidak ingin mematahkan kepercayaan kepala sekolah terhadapnya. Walaupun ia hanya latihan satu Minggu karena sakit, ia tetap ingin ikut agar kepala sekolah tak kecewa padanya.

"Kita pasti bisa!" ucap Bella yang meyakinkan teman-temannya.

"Ih! Sok manis sekali. Jangan sombong kau. ayahku memilihmu menjadi peran utama, hanya karena kau juara umum sekolah. Paham? Tetap saja aku adalah aktor terbaik."

Yah siapa yang tak kenal dengan Putri. Dia gadis dari Pak Latif, seorang Kepala Sekolah Nusa Bangsa.

Bella tidak ingin meladeninya. Sekarang dia harus tetap fokus pada perlombaan yang sudah di depan mata.

Tak lama kemudian, nama sekolah mereka disebutkan oleh sang pembawa acara.sontak mereka langsung bersiap-siap.

Para penonton dibuat penasaran dengan drama saat itu. seolah mereka terbawa arus suasananya.

Dengan judul:

_Robot Pengganti Sekolah_

"Sudah ku peringatkan! Jangan pernah datang ke Sekolah itu lagi!" tegas pemeran sang ibu.

Pemeran ibu tersebut tengah memarahi anaknya. Tangannya dengan kuat menjambak rambut Raisa yang saat itu diperankan oleh Bella.

"Ampun, Bu," isak tangisan Raisa.

Tangisan Raisa hanya menjadi musik harian keluarga kecil itu. Di bawah kolong jembatan itu.

"Kamu itu hanya anak pemulung! Mengerti kamu?" tegas yang ibu. kemudian dengan kasar melempar amplop yang diberikan dari sekolah.

Amplop itu sebenarnya berisi beasiswa nama Raisa. Namun, karena Raisa sekolah tanpa izin dari orang tuanya, amplop itu malah membuat petaka untuk dirinya.

"Sudahlah! Untuk apa kau Sekolah, lebih baik kau cari uang yang banyak supaya kita bisa makan enak!" suara keras sang ayah yang ikut

mendesak Raisa.

"Pak, Bu. Jika Raisa tidak Sekolah, bagaimana Raisa membahagiakan kalian nanti? Bukankah seharusnya seorang anak itu minimal lebih baik dari kedua orang tuanya?" tangis Raisa tersedu sedu.

PLAK!!

Tamparan itu seolah dibuat nyata dengan diiringi backsound dan musik dari belakang panggung.

"Pergi kamu! Anak tidak tahu diuntung!!" teriak ibunya.

"Huhuhuhu ... Baiklah, jika kalian mengusirku, aku akan tidur di pinggir jalan raya! Supaya aku mati sekalian. Dan kalian tidak bisa makan!" ancam Raisa. Lalu dengan geram dia keluar dari rumah yang bertekstur kardus itu.

Sedangkan ibu dan bapaknya saling menatap tambah kesal.

(Seketika panggung tertutup tirai, yang menandakan pergantian scine)

Secepat kilat suasana panggung itu menjadi sebuah lapangan sekolah.

Tepat dihari Senin, dan matahari yang tersenyum indah, mendukung kepala sekolah itu mengumumkan sesuatu.

"Anak-anak, hari ini bapak ingin menunjukkan murid sekolah kita yang mendapatkan beasiswa ke luar negeri," ucapnya.

Sontak semuanya bertepuk tangan bertanya-tanya siapakah orang itu.

"Bapak sangat bangga dengan murid ini! Di luar dugaan kita, dia mampu merakit sebuah robot hanya dari barang-barang bekas. Dia menaruh robot rakitannya ini belakang sekolah. Dan diam-diam dia juga mengambil kembali robot ini. Lihatlah alat di tangan bapak ini! Nah, dia tidak besar dan jarang sekali ada yang sadar jika alat ini sudah menempel di tembok. Beruntungnya, kejelian mata Kepala Pendidikan Nasional kita mendapati alat super canggih ini di tembok."

PROK! PROK! PROK!

"Langsung saja. Raisa, silahkan untuk menjelaskan rakitan robotmu!" sambungnya.

Seketika wajah penuh kebanggaan itu berubah. Bagaimana tidak. Sekolah papan atas seperti mereka ini. Tidak pernah mendengar nama kampungan itu. Apalagi bergaul dengannya.

Tak lama, terlihat seorang gadis yang berjalan menuju ke mimbar, iya tak menggunakan seragam sekolah, dan anehnya lagi pakaian yang digunakan saat itu lusuh dan kotor. Pandangan jijik pun mulai menyerbu gadis itu.

Namun, di dalam teksnya. Dia harus terlihat tegar apapun yang terjadi sampai orang tuanya datang dan memarahi Raisa. Membuat Raisa malu di depan kepala sekolah dan semua anak sekolah. Raisa pun nanti akhirnya akan menyerah. Satu Minggu kemudian, datang ketua Pendidikan Nasional menemui Raisa, orang tuanya dibuat kaget, ternyata anaknya mendapatkan beasiswa. Dan ibu bapaknya diberikan sejumlah hadiah serta rumah yang layak. Tamat.

Sesampainya di mimbar, gadis itu langsung menatap berani orang-orang di depannya, matanya terus mengelilingi semua orang yang ada di ruangan itu, bahkan dewan juri dan para penonton.

Pandangannya seketika itu berhenti pada satu titik.

"Aldo?"

"Kenapa dia ke sini? Oh, aku ingin sekali memelukmu walau untuk terakhir kalinya."

Bella yang menjadi pemeran Raisa itu ingin seklai lari dari panggung dan menghampiri Aldo.

Deg!

Semua tatapan tajam tertuju padanya. Pikirannya menjadi kacau, setelah membayangkan Aldo ada di hadapannya.

Bukan hanya para pemain yang heran dengan raut wajah Bella. Tapi juga para dewan juri.

Eh Bella kenapa?

Harusnya kan dia tetap semangat ketika di mimbar itu!

Aduhhhh gawaatt!

Saat itu, Bella lihat gugup, lalu perlahan memejamkan matanya, entah apa yang ada dipikirannya.

Karena drama itu berhenti sangat lama, akhirnya para penonton asik sendiri dengan aktivitasnya.

Detak jantung Bella terasa lebih cepat dari biasanya. Bagaimana dia mengatasi halusinasinya ini. Harus ada seseorang yang membantunya melupakan Aldo. Tapi, siapa. Tentu para pemain lain fokus dengan perannya.

"Aaaaaaaaa ...." gumam Bella yang semakin gugup.

Namun akhirnya ia menyadari satu hal.

"*Apa yang telah aku pikirkan! Hari ini hari penting bagi sekolah. Ini menyangkut nama baik sekolah. Dan aku, tidak akan mengecewakan Pak Latif."

Kemudian* Bella menepis bayangan itu dan menggelengkan kepalanya. lalu meneruskan aktingnya. Walau lupa dengan teksnya.

"A ... aku hanya seorang anak pemulung," ucap Bella.

Seketika pandangan semua pemain tertuju pada Bella. Saat itu harusnya Bella menjelaskan rakitan robotnya dan akan ada sesi tanya jawab dengan Mentri itu.

"Kok kata katanya keluar dari naskah???"

"Aku Raisa ... impianku ... aku ingin sekolah seperti kalian. Tapi aku tidak pernah sempat untuk sekolah karena kebutuhan hidup yang mencekik."

Berusaha keras Bella kembali mendalami karakter Raisa.

Omongan yang semakin melantur itu membuat semua pemain menjadi down.

Seketika ekspresi Bella terlihat sangat terpuruk, seolah saat itu ia juga merasakan beban-beban Raisa.

"Apa yang bisa aku buat, agar ayah tak memukuliku dan ibu tak mengusirku di malam hari karena aku sekolah? Bertahun-tahun aku berusaha untuk mendekati sekolah ini. Dengan hanya mempunyai sehelai kertas dan pensil bekas yang kutemukan di tempat sampah. Tapi, ibuku terus mengawasi. Dan setiap pulang, aku pasti dimarahi karena sekolah penghasilan yang kudapat dari mengemis jadi sedikit. Sampai akhirnya, aku menemukan sebuah buku tebal. Buku panduan membuat robot. Dan untungnya aku sudah bisa membaca walau terbata." Lalu perlahan ia meneteskan air matanya.

Pertanyaan itu memukul hati para penonton.

"Akhirnya aku membuat sebuah robot. Robot ini berfungsi merekam apa saja yang yang di pandangnya. Aku merakit semua ini, dengan benar-benar. Aku hampir tidak tidur setiap malam untuk mempelajari buku panduan itu. Dan robot inilah yang menggantikan posisiku di sekolah, agar aku tetap bisa mencari uang, dan aku juga bisa tetap belajar dengan kehebatan robot ini. Hiks hiks, Aku ...." Karena sedih, Bella sampai tidak kuat menahan air matanya.

Raisa menundukkan kepalanya dan menutupi mata dengan lengannya.

Tangisnya seketika pecah. suasana itu ternyata berhasil membuat hampir seluruh penonton menjadi sedih, bahkan tak sedikit dari mereka yang juga ikut menangis.

"Betapa sulitnya sekolah bagiku, A, aku harap kalian tidak menyia-nyiakan sekolah kalian, karena tanpa kalian sadari banyak yang berjuang mati-matian untuk bisa sekolah enak seperti kalian," ucapnya tersedu-sedu.

Satu persatu pemain yang juga ikut terharu, berlari untuk memeluk hangat Raisa. begitu juga ayah dan ibu Raisa, mereka sangat bangga melihat Putri sulungnya itu.

Kemudian drama itu berakhir dengan tepuk tangan yang sangat meriah.

( Tirai di tutup )

Ternyata penampilan Bella dan semua tim nya adalah penampilan terakhir di perlombaan itu. perlahan mulai terdengar gemuruh orang-orang yang meninggalkan ruangan.

Kejuaraan pada perlombaan nasional itu, diumumkan langsung secara online. dan sekolah Bella adalah pemenang utamanya.

"Relamat ya Raisa, hahaha," ucap Arinda setengah setengah mengejek.

Tangan mungil itu dengan cepat langsung memberikan bunga kepada Bella.

Lalu Bella tersenyum malu, dan memeluk erat sahabatnya itu.

Perlahan Bella dan Arinda melangkah keluar menyusul yang lain.

"Aku tidak menyangka seorang Sad girl sepertimu bisa ber-akting!" ejek Arinda yang langsung menggandeng Bella.

Bella langsung salting dengan perkataan sahabatnya itu.

"Aku pernah mengikuti kelas tambahan acting saat kelas aku kelas satu kan. Aku rasa hatiku sedikit membaik ketika aku berpura-pura menjadi orang lain!" ucap Bella tersenyum.

"Hahaha, apapun itu, aku senang jika itu membuatmu lebih baik!" Arinda mencubit Manja.

"Oiya, kau ingin ku antar? atau gimana?" tanya Arinda, yang saat itu mobilnya sudah di depan mata.

"Tidak usah. Mamahku akan segera datang menjemput," ucap Bella yang membuka ponselnya.

"Oohh ... Oke. Jaga dirimu baik-baik. Aku tunggu di kosan ya!" Arinda langsung masuk ke mobilnya dan pergi.

"Dahhh ...."

"Daahhh ...."

Sejak ditinggal pergi kekasihnya, Bella memang lebih suka menyendiri. iya jadi kurang bergaul dengan teman-temannya, walaupun satu kelas. hanyar Arinda saja sahabat baiknya hingga kini.

"Selamat ya."

Suara yang tidak asing itu membuat Bella menoleh ke arahnya.

"Makasih," ucap Bella sopan.

"Kevin," ungkap lelaki itu, dan langsung menyodorkan tangannya.

Wajahnya tidak asing di mata Bella. Seperti seorang artis yang sudah lama tidak menampakkan diri.

Tangan yang lebih besar dari Bella, serta badan yang tinggi, ditambah wajahnya yang sangat tampan dan membuat Bella membayangkan kembali kekasihnya.

"Bella," ucap Bella, kemudian berjabat tangan dengan pria asing itu.

Tak lama kemudian, terlihat mobil BMW hitam yang perlahan mendekati tempat mereka berdiri. Sontak, Bella langsung melepaskan tangannya.

"Maaf aku harus segera pergi," ucap Bella.

Wanita itu kemudian menarik diri dan masuk ke mobil.

Kevin menatapnya lekat. Membiarkannya menjauh dari pandangannya saat ini.

Pria yang memakai seragam sekolah berbeda dari Bella itu tertawa sinis. "Hay, aku Aldo."

TO BE CONTINUE ...

Terpopuler

Comments

atmaranii

atmaranii

ooo aldo trnyta msh hdup y thorrr.. aph mungkin mukanya brubah oplas gtu... ko s bella gk ngeh

2021-03-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!