LUCEM
Suatu hari, Tuan Jhonatan melintasi kota yang dikelola dengan baik oleh saingan terberatnya, Wali Kota Ahem, Tuan Adam.
Melewati alun-alun kota yang terlihat seperti pasar festival yang meriah malam itu dan penuh dengan tawa riang penghuni kota Ahem benar-benar mengusik perasaannya saat itu. Tuan Jhonatan, bagaimanapun ia berupaya selama ini, alun-alun kotanya tidak pernah menampilkan keceriaan seperi yang ia harapkan. Ini sepertinya tidak adil.
Ini pertarungan dingin dua wali kota! Mereka saling mengejar dan menggigit, ya... mereka seperti anjing mengejar kucing dan kucing mencakar anjing lalu anjing menggigit kucing, itu siklus yang tak dapat dihentikan. Tapi ada yang lebih dari itu.
Seperti yang dikatakan kakakku Marbella yang luar biasa, itu hanya sebuah cerita tentang manusia dan tikus. Dan bagian yang sulit dari itu adalah memutuskan siapa orangnya, dan siapa tikusnya. Tapi bilang saja itu cerita tentang cerita.
Mari dimulai! Sebagian dimulai, dengan kehadiran petugas pos muda yang datang membawakan sepucuk surat dari tuan Jhonatan untuk kakakku Marbella. Kami tinggal jauh di pegunungan dan itu cukup menyiksa petugas pos manapun yang datang dari kota-kota yang jauh di dataran rendah.
Ini adalah bagian dari perjalanan yang tidak disukai petugas pos. Jalan menuju tempatku melewati hutan dan pegunungan di jalan yang rusak, berlumpur dan kadang runtuh. Ada bayangan yang dalam dan aroma hutan di antara pepohonan.
Kadang-kadang dia mengira ada penguntit yang mengikuti laju kendaraannya, suara-suara berdesau yang kadang samar dan kadang jelas membuat bulu tengkuknya meremang, beberapa kali ia menoleh tapi tetap tidak terlihat. Tapi dia yakin itu. Mereka datang dari belakangnya, dari jok belakang kendaraannya, tapi tidak ada apa-apa di sana kecuali tas surat besar dari kain kanvas dan koper pemuda pos itu.
Dan dalam perjalanan ini, tekad yang sangat besar adalah kuncinya. Dia sangat loyal dengan tugasnya. Aku diam-diam mengagumi kegigihan yang ia perlihatkan setiap kali datang mengantarkan surat atau paket ke tempat kami.
Sembari menikmati suguhan teh yang biasa aku hidangkan setiap kali ia datang, pemuda pos itu akan bercerita tentang perjalanan yang baru saja ia lalui, sesekali dia yakin dia mendengar suara-suara melengking, berbisik. Dan aku, aku selalu akan menyimak dan menikmati setiap cerita yang ia bawa tidak peduli itu sungguhan atau imajinasinya.
Kisah perjalan pemuda pos ini kadang panjang kadang singkat. Biasanya setelah menyerahkan surat petugas pos itu akan berlalu, bergerak menuju desa dimana orang-orang berkumpul lebih ramai dan kisahnya akan terdengar lebih meriah di sana. Tapi, dia tidak pernah melewatkanku sebelum itu.
Memandangi punggung pemuda pos itu hingga menghilang dikejauhan, aku mengalihkan pandangan pada satu-satunya rumah di sisi rumah kami.
Ya, hanya ada satu tetangga saat ini di dekat rumah kami. Dia adalah seorang pemuda berambut coklat, duduk sendirian di teras rumah dan menikmati ayunan kursi goyang, membaca buku. Dia membaca perlahan, dan dengan keras, menggerakkan jarinya di atas kata-kata. Dia membacakan. 'Itu 'Daemoooooooonologie,' kata asing itu diucapkan sebuah suara kecil, melengking miliknya.
“Daemonologie?” ulangku pelan.
'Ada yang namanya terlalu banyak pengucapan, Nak,' kata suara lain, yang terdengar setengah tertidur dari sisi dalam rumah.
“Tapi kau tahu yang terbaik tentang Daemonologie?” Terdengar suara Marbella di belakangku.
“Itu sangat jauh dari desa ini. Itu jauh dari Gunung Colonomis. Ini jauh dari mana saja di mana Komandan Pengawas pernah mengatakan, bahwa dia pencipta Daemologie akan membuat kita direbus hidup-hidup jika dia pernah melihat atau mendengar tentang kita. Dan itu tidak terlalu modern.
Jalan yang buruk. Banyak bukit dan lembah yang harus dilewati. Orang tidak banyak bergerak di atas sini. Jadi, berita tidak menyebar dengan sangat cepat, paham? Dan kita tidak memiliki polisi. Mars, kita bisa menghasilkan banyak uang di sini!”
'Marbi?' ucapku dengan hati-hati.
“Ya, Mars!?”
“Kamu tidak berpikir apa yang kita lakukan adalah, kamu tahu ... tidak jujur, kan?”
Ada jeda sebelum suaranya, '
“Well... kita mengambil uang mereka, Mars.”
Marbella menggoyang-goyangkan amplop putih bercap kantor wali kota di tangannya.
"Baiklah," kata Marbella dengan suara pelan, "tapi yang harus kau tanyakan pada dirimu sendiri adalah: dari siapa sebenarnya kita mengambil uang itu?"
“Yah ... biasanya wali kota atau dewan kota atau seseorang seperti itu.” Jawabku.
“Baik. Dan itu artinya… apa? Aku sudah memberitahumu sedikit sebelumnya.”
'Emm...'
“Itu uang pemerintah, Mars,” sambung Marbella dengan santai. “Katakan!? Uang pemerintah.”
“Uang pemerintah,” aku mengulangi ucapan Marbi dengan patuh.
“Baik! Dan apa yang dilakukan pemerintah dengan uang?”
“Emm, mereka ...”
"Mereka membayar tentara," potong Marbella. “Mereka berperang. Faktanya, kita mungkin telah menghentikan banyak perang dengan mengambil uang itu dan meletakkannya di tempat yang tidak membahayakan. Masyarakat akan memberikan gelar pahlawan kepada kita, jika mereka memikirkannya.” Ucap Marbella dengan mengangkat dagunya sembari melangkah masuk.
Aku mengekori langkahnya.
"Beberapa dari kota itu tampak sangat miskin, Marbi," kataku ragu.
“Hei, kalau begitu, itu hanya jenis tempat yang tidak membutuhkan perang.” sahut Marbella.
Aku melirik dari jendela, anak laki-laki itu berkonsentrasi, dan bibirnya bergerak-gerak larut dalam buku digenggamannya.
“Itu benar, Marbi. Tapi, bukankah Nyonya Mascherano pernah mengatakan kita seharusnya tidak hidup dengan tipu daya.”
“Dengar, Mars, tipu daya adalah inti dari manusia,” ujar Marbella.
“Mereka sangat ingin menipu satu sama lain sepanjang waktu sehingga mereka memilih pemerintah untuk melakukannya untuk mereka.
Sedangkan kita, kita memberi mereka nilai uang.
Mereka mendapat wabah tikus yang mengerikan, mereka membayar pengendali tikus, semua tikus mengikuti pengendali ini ke luar kota, melompat-lompat, dan itu berakhirlah wabah, semua orang senang bahwa tidak ada lagi yang mengotak-atik padi, sawah dan ladang, pemerintah dapat kembali dipilih oleh populasi yang bersyukur, perayaan umum di semua tempat. Uang dibelanjakan dengan baik, menurutku.” Ucap Marbella yang kini telah duduk di kursi kayu di tengah ruang baca.
"Tapi hanya ada wabah karena kita membuat mereka mengira ada," ucapku lagi.
“Wah, sayangku, hal lain yang semua pemerintah kecil lakukan dalam menghabiskan uang anggaran mereka adalah dengan menangkap tikus, paham? Aku tidak tahu mengapa kamu hari ini repot dengan itu semua?” Selidik Marbella.
“Ya, tapi kita-' bagaiman jika mereka menyadari bahwa kau telah berhenti?” Kejarku.
Marbella mengabaikan pertanyaanku. Aku kembali memandang keluar jendela yang mulai menggelap karena dihampiri senja dan juga mendung yang menggelayut. Hujan segera turun.
********
Daemonologie (secara harfiah, artinya ilmu setan). Biasa dituliskan juga sebagai Demonology atau Demonologi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
masih nyimak
2023-12-24
0
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
aku mampir,,, tinggalkn jejak
2023-12-24
0
❤🏘⃝Aⁿᵘ Kiis Kᵝ⃟ᴸ 𝐙⃝🦜
ini bacaan yang berat, perlu fokus...
aqua mana aqua
2023-06-03
1