Setelah beberapa hari berlalu dari hari itu, Teorama sedang kembali tersadar dari tidurnya, tersadar tanpa sengaja. Mencoba bertanya-tanya soal apa atau kenapa itu semua ada. Terjadi dan terlewati, begitu saja tanpa henti.
Ia bangun dan duduk, bertanya dalam pikirannya sendiri. Mencari-cari dalam rindu itu, apa ada jawaban nya atau sekedar pelekat pengingat luka yang sempat ada. Waktu berlalu setelah di kantor hari itu, sekarang Teorama masih sama. Tak ada lamunan yang jelas dan ia masih terjerat dalam pikiran masa lalu nya.
Tak lama setelah lamunan itu, ada chat WA masuk ke ponselnya.
"Pak, apa benar baik-baik saja," ucap Sela menanyakan kabar Rama
"Iya, baik-baik aja kok, kenapa ngechat saya malam-malam begini, Sel?" tanya Rama kepada Sela
"Ha? malam? ini siang pak," jawab Sela
"Ha?" sambil lihat jam "Astaghfirullah, telat saya," ucap Rama
"Iya, Bapak kan masih kurang enak badan, bapak istirahat aja dulu, biar saya, Anggi dan Rio aja di toko," ujar Sela
"Nggak papa kok Sel, saya ke sana sekarang,"
ucap Rama
"Udah Pak, Bapak diam aja dirumah, istirahat. Tenangin diri Bapak dulu, biar kami dulu yang urus semuanya." kata Sela
"Serius kamu Sel?" tanya Rama
"Iya Pak, istirahat aja, ga tega saya lihat Bapak murung terus Pak, istirahat aja dulu," ucap Sela kepada Rama
"Iya deh, makasih ya Sel sekali lagi," ucap Rama kepada Sela
"Iya Pak, sama-sama," ujar Sela
"Yaudah, kalau gitu..." Belum selesai Rama berbicara, Sela langsung memotong pembicaraan
"Pak," ucap Sela
"Iya, Sel. kenapa?" tanya Rama
"Kalau Bapak butuh teman cerita, cerita ke saya aja Pak gapapa," ujar Sela
"Oh ga Sel, saya gapapa kok, saya baik-baik aja, cuma kurang enak perasaan saja," jawab Rama
"Iya Bapak kalau nutupin diri terus, sampai kapan Bapak ngebawa masalah itu Pak, yang ada keadaan Bapak makin hancur," kata Sela
"Iyaa Sel, makasih ya perhatian nya. saya juga bingung sebenarnya apa yang terjadi dalam pikiran dan perasaan saya, ya sudah, nanti saja kalau memang sekiranya saya tau mau cerita apa, saya ceritakan." ujar Rama
"Iya deh Pak, kalau gitu saya mau kerja dulu ya Pak, ada pesanan lagi nih pak bunga mawar 1 bucket," kata Sela
"Oh siap Sel, kamu atur itu si Anggi sama Rio ya, jangan telat-telat lagi mereka, bilang," kata Rama
"Aman Pak," jawab Sela
"Oke." tutup Rama
Dalam hati Sela, sebenarnya dia sudah lumayan lama memendam "Rasa" itu kepada Teorama. Yang biasa dipanggil nya dengan sebutan Pak.
Sebenarnya umur mereka tidak beda jauh, hanya berbeda 1 tahun saja. Teorama lebih tua 1 tahun daripada Sela.
Tapi lepas dari semuanya, Senja dan masa lalu selalu menghantui Rama, sepanjang hidupnya. Senja tak benar-benar hilang dari pikirannya. Ia hanya berpura-pura baik-baik saja selama ini. Padahal ia terluka parah, berusaha tersenyum walau perih, berusaha tenang walaupun gelisah. Teorama sudah terlalu bingung dengan dirinya sendiri, bahkan.
Seminggu berlalu, Teorama masih saja tak berkabar, ia sangat percaya kepada karyawan nya terutama Sela. Ia sangat percaya bahwa Sela bisa dipercaya. Seminggu berlalu, Teorama hanya menghabisi waktu di dalam kamarnya. Merenung, entah ke mana saja pikiran itu membawa ia berlabuh.
*Flashback*
"Ram, kamu tau ga kenapa hujan itu sebelum turun, ia mendung," tanya Senja kepada Rama
"Hmm, karena kalau hujan langsung turun, ia ga permisi dulu sama tanah mau menyiram tanah dengan kasih nya. Karena bisa jadi tanah kaget, bukan bahagia malah ketakutan," jawab Rama
"Hampir benar," jawab Senja lagi
"Kok hampir benar?" tanya Rama
"Yaa karena ga benar semua," jawab Senja
"Jadi apa?" tanya Rama
"Karena, yaa kalau hujannya langsung turun, nanti ga asik lah, hujan panas kan ga enak, ga sejuk, ga adem," jawab Senja
"Ihh kamuu yaaa orang jawab susah-susah dia bercanda," ucap Rama sambil nyubit pipi Senja
"Aw," ucap Senja sambil kesakitan "Rama ih sakit, jangan dicubit terus ntar pipi aku makin tembem ih," kata Senja
"Biarin, biar ku makan sekalian kek bakpao," ucap Rama
"Ihhhh, dasar," ucap Senja
"Ya habisnya, kamu nyebelin banget jadi orang," ucap Rama
"Nyebelin tapi ngangenin kan?" tanya Senja
"Iya," jawab Rama sambil menatap Senja
Masa lalu dan masa lalu saja terisi dikepala Teorama sekarang. Entah kenapa, badannya di masa kini, tapi pikiran dan hatinya di masa lalu. Ia benar-benar lelah akan semuanya, ia mencoba berlari dari semuanya, tapi hasilnya nihil. Semakin keras ia mencoba, semakin kuat pula tarikkan masa lalu menyeretnya kembali.
"Ram," ucap Senja
"Iya sayang?" tanya Rama
"Ih jangan gitu, malu," ucap Senja dengan nada manja nya sembari tersipu dengan perkataan Teorama
"Hehe dasar, iyaa ada apa Nona Diaroma Senja?" tanya Rama
"Aku sayang kamu," ucap Senja secara tiba- tiba, dengan tatapan yang seolah penuh pertanyaan sekaligus pernyataan
"Kamu kenapa?" tanya Rama
"Gapapa, mau ngasih tau aja," jawab Senja
"Kamu kenapa?" tanya Rama lagi, sembari memegang kedua tangan Senja sambil menatap kedua matanya
"Aku takut, Ram," ujar Senja
"Takut? Takut apa sayang?" tanya Rama
"Takut kalau mimpi-mimpi kamu sama aku ga akan jadi kenyataan. Aku aja ga tau besok aku masih ada atau ga di dunia ini," Jawab Senja
"Ja, kalau seandainya semua impian aku ga terwujud, aku ga akan nyesal, aku akan bersyukur," kata Rama
"Kok bersyukur?" tanya Senja sambil memotong omongan Rama yang sebenarnya belum selesai
"Aku bersyukur, aku sudah pernah diizinkan Tuhan ada di sisi kamu, menemani kamu menjalani hari-hari. Kalau seandainya besok kamu ga bangun lagi, aku harap kamu ga sendiri, tapi kamu dan aku," jawab Rama kepada Senja
"Lah? kamu mau kita mati?" tanya Senja
"Ih ga gitu, udah ah ga paham kamu mah aneh-aneh aja nanya nya," jawab Rama
"Dasar, sok puitis Tuan Teorama Angkasawan," ujar Senja sambil tertawa
"Sejak kapan nama aku ditambah wan nya?" tanya Rama
"Sejak aku mempelajari angkasa, tapi sebelum sampai kesana, aku harus melewati awan-awan," jawab Senja
"Dasar, sok puitis banget ya sekarang," ucap Rama
"Yaaa kan kamu yang ngajarin," jawab Senja sambil bersandar di pundak Rama, seraya menatap langit yang lumayan mendung dikala sore itu
Itu semua terjadi di waktu Teorama dan Senja bermain di pinggir pantai, pantai kerinduan namanya, di kota penuh cinta.
Mereka kemudian saling duduk dipantai, memandang "Senja" yang asli, tenggelam.
"Kembaran kamu pakai batas ya hadir nya," ujar Rama
"Iya," ucap Senja sambil tersenyum
"Tapi kamu, ga akan pakai batas seperti dia, kan?" tanya Rama
"Kalau aku tenggelam, kamu takut lah ntar," jawab Senja
"Iya sih, takut, ntar bumi ikutan tenggelam karena kamu," ucap Rama sambil tertawa kecil
"Ihhh maksudd kamuu akuu gendutt?" tanya Senja sambil kesal, ia bangkit dari pundak Teorama, lalu menatap Teorama
"Enggak, kamu ga gendut, kamu makmur," jawab Rama
"Hehehe iyaa, aku makmur," jawab Senja tersenyum
"Iyaa, dasar," ucap Rama
"Senja indah ya ram," ucap Senja sambil melihat senja
"Iya, indah," jawab Rama sambil ngeliatin Senja yang melihat senja yang asli tenggelam
"Lihat nya ke sana bukan ke aku," jawab Senja sambil memalingkan wajah Rama ke arah senja yang asli
"Hehehe, habis nya, indahan Senja yang di sini daripada yang tenggelam," ucap Rama
"Kamu tuh yaa, bisa aja emang," jawab Senja sambil kembali bersandar dipundak Rama
Tidak lama setelah percakapan masa lalu yang menghantui kepala Teorama itu, ia kembali tersadar dari pikiran-pikiran itu.
"Astaghfirullah, kenapa balik lagi kenangan itu, kenapa aku larut lagi dalam pikiran-pikiran itu. Kenapa aku harus terjebak di dalam sana. Kenapa aku tidak bisa pergi, kenapa aku sendirian, kenapa Senja tidak mengingatku lagi, kenapa?" kata Teorama dengan pelan dalam perasaan luka yang semakin dalam.
"**Perpisahan**"
*Ku coba mengerti*
*Apa saja yang terjadi*
*Semakin ku berusaha*
*Semakin ku terluka*
*Ku coba pahami*
*Apa yang menghancurkanku*
*Semakin ku berusaha*
*Semakin ku tak berarah*
*Rindu dalam perpisahan ini begitu dalam, oh Senja*
*Tak kuat nampaknya aku membawa beban ini*
*Tapi aku cobalah berbaikan dengannya*
*Niat ku gandeng, malah aku ditariknya ke dalam*
*Makin dalam, aku terjatuh*
*Makin jauh, aku masuk ke dalam masa lalu*
*Makin aku mencoba keluar*
*Makin aku tak menemukan jalannya*
*Ku lihat dua pasang burung diatas kabel listrik itu*
*Ia ntah dari mana tapi bertemu di sana*
*Saling berdiri, berdua, berkicau bersama*
*Kemudian mereka berpisah*
*Berpisah, tak lagi menemukan satu sama lain*
*Hanya ada lain-lain yang berbeda*
*Menemukan di antara*
*Salah satu dari mereka*
^^^-*Teorama*^^^
Setelah hanyut dalam puisi nya, kini Teorama harus kembali pada kenyataan. Ia melihat foto ia bersama Senja pada waktu itu, di mana Senja sedang tersenyum gembira memandang kamera, sedangkan Teorama tersenyum bersyukur memandang wajah Senja.
Cerita-cerita yang dipertanyakan. Apa sebenarnya terjadi? Kenapa Teorama begitu terluka? Kenapa Senja begitu berharga bagi nya, kenapa? Kenapa dan kenapa. Itulah pertanyaan dari sebuah pernyataan. Kenapa? Ada pernyataan Teorama dan pertanyaan kita.
Pagi berjalan mencoba menelusuri hari, sejuk dan tenang suasana Teorama. Ia mendengar suara pohon yang dahannya berketuk di atas atap rumah nya. Sedikit rintik hujan, menyanyikan nada-nada indah di atas kepala Teorama, tepat nya dalam pikiran Teorama. Seolah bernada saat suara-suara Senja berbicara kepada Teorama di atas motor.
"Rama pelan-pelan jangan ngebut, ntar kita jatuh," ucap Senja
"Hehe maaf Nona, aku bahagia banget," ujar Rama
"Kenapa?" tanya Senja
"Iyaa, habis nya aku bisa mandi hujan, bareng Senja, bukan mendung," kata Rama sembari tersenyum
"Dasar kamu yaa, pelan-pelan, aku ga mau ya kita jatuh," kata Senja
"Kamu bukan takut jatuh, kamu takut jatuh terlampau dalam, dikedalaman hati ku," ujar Rama kepada Senja
"Ihh mana adaa yaa, ga ada," kata Senja dengan gengsi nya
"Coba tatap mata aku? Berani ga?" tantang Rama sambil ngeliat Senja dari kaca spion
"Ihh lihat depan ntar jatuh," kata Senja sambil memalingkan wajah Teorama
"Hehehe takut yaa, takut yaaa," goda Rama kepada Senja
"Ih ga ya kepedean banget," jawab Senja dengan gengsi
"Biarin, daripada gengsian ga mau ngaku, wee," ucap Rama sambil mengejek Senja
"Biarinn," jawab Senja
Waktu itu berlalu, Teorama tak lama tersadar dari bayangan itu, ia pun bangun dan menatap dinding kamar nya yang berada tepat di hadapan nya. Ia hanya kosong, ya kosong. Tidak berpikir apa-apa. Ya dia hanya kosong, benar-benar kosong, ia masih mencari dari apa yang ia cari dari bangun pagi nya. Sementara kemarin ia bingung kenapa tidak bisa tidur sampai pagi, sekarang ia bingung, apa yang harus ia lakukan di saat ia terbangun di pagi hari, selain terjebak dalam kerinduan nya.
Tak terasa, 2 minggu berlalu, Teorama tidak lagi mengecek kantor nya, ia tidak lagi berkabar pada Sela, atau Anggi dan Rio, sekedar bertanya perihal kantor saja ia sudah merasa tak semangat.
Ia duduk di depan teras rumah nya, melihat air hujan yang jatuh perlahan-lahan. Sembari meminum secangkir kopi hangat. Ia sangat menikmati suasana sejuk nan damai sekaligus hati yang gelisah bercampur aduk. Ia berhenti untuk menulis cerita selama 2 minggu lamanya. Ia tak sanggup membayangkan masa lalu disetiap ia memulai menulis. Ia hanya menulis puisi saja, puisi yang tercipta dari keresahan dan kerinduan nya yang entah kenapa itu terus berdatangan kepadanya. Ia terus mencari, dan mencari.
"Rindu apa yang harus kupeluk saat ini, kata-kata apa yang harus kupercaya lagi. Janji-janji di bawah senja sekarang seakan tak berharga, ia pergi berlalu begitu saja." ucap Teorama dalam hati nya yang terluka
*Flashback*
Teorama menelepon Senja di pagi hari, ingin bertanya soal hari ini, apakah mereka jadi jalan atau tidak.
"Haloo Ja, sayang. jadi ga jalan kita hari ini?" tanya Rama
"Hooammm," Senja menguap baru bangun tidur "Ih rama orang lagi enak-enak tidur juga, malah di telepon," ucap Senja
"Hehehe bangunn, jangan siang mulu bangun nya dasar pemalas," kata Rama
"Iyaa iyaa, apa?" tanya Senja
"Ih kan tadi aku tanya, jadi ga kita jalan hari ini?" tanya Rama lagi
"Iyaa jadi, ntar siangan," jawab Senja
"Okee deh sippp," ucap Rama
"Iya udah aku mau tidur lagi ngantuk," kata Senja masih menguap-nguap berbicara di telepon
"Ehhh jangan, gaboleh, semangat dikit kenapa dah ni anak pemalas banget, bangun, mandi, sikat gigi, beresin kasur, cuci baju, ngepel terus..." ucap Rama belum selesai
"Ramaa udahh, iyaa aku tau iyaa, ih bawel," ucap Senja memotong perkataan Rama
"Hehehe, udah sana mandi, ntar siang kabarin jam berapa dijemput, oke," ucap Rama
"Iyaaa," jawab Senja
"Oke sip nan..."
*Tiba-tiba Teorama tersadar di masa sekarang*
"Astaghfirullah, kenapa Ja, kenapa Ja lagi dikepalaku, kenapa Senja lagi. Kenapa nada suara Senja masih jelas dikepala ku, masih terekam jelas dengan detail sekali. Kenapa? Kenapa aku gabisa seperti Ja? Aku ingin seperti Ja, ngejalani hidup dengan baik-baik saja, tanpa merasakan luka masa lalu, yang di mana kita berdua seolah-olah ga pernah sama sekali jatuh cinta. Aku ingin, ingin sekali, tapi aku tidak bisa. Aku ingin, lepasin aku dari dalam ingatan itu Ja, lepasin." batin Rama
Tak lama kemudian Ibu Teorama menghubungi Teorama, sejenak Teorama terdiam dari gerutu nya, menghapus air mata nya, ia berprinsip, anak laki-laki tak boleh menampakkan kesedihan nya di hadapan orang lain, apalagi di hadapan orang tua.
"Assalamualaikum, Nak, kamu gimana kabar nya di sana?" tanya Ibu Rama
"Waalaikumsalam Bu, baik Bu, Ibu gimana kabar nya di sana?" tanya Rama kembali
"Baik Nak, Ibu cemas kok belakangan ini kamu jarang beri kabar ke Ibu, Nak," ucap ibu Rama
"Oh iya Bu, maaf ya Bu, Rama belakangan ini jarang megang ponsel," jawab Rama
"Oh ya sudah ga apa-apa, gimana kuliah kamu, Nak?" tanya Ibu Rama
Teorama disini terpaksa berbohong kepada Ibu nya, sebenarnya ia sudah lama tak kuliah, hampir lebih dari 2 bulan, ia mau masuk tapi ia berpikir, kalau ia masuk, toko bunga nya tidak ada yang mengurus, kalau ia tidak masuk, ia bisa lama sekali lulus, bisa jadi ia dikeluarkan dari kampus nya.
"Ohh baik-baik aja kok, Bu," ucap Rama dengan terpaksa
"Yang benar? Kamu ga bohongi Ibu, kan?" tanya Ibu Rama memastikan
"Bener Bu, Ibu tenang aja, nanti sebulan lagi Rama pulang ke rumah, dan pas nanti Rama tamat kuliah, Rama ajak Ibu ya kesini foto-foto di acara wisuda Rama nanti," ucap Rama
"Syukur lah kalau seperti itu, Nak. Ya sudah, jangan dipaksa kalau tidak bisa pulang, kamu fokus aja belajar di sana ya, Nak. Ya sudah, Ibu mau masak dulu buat Bapak, kamu jaga kesehatan di sana ya," ucap Ibu Rama
"Iya Bu, Setya ke mana, Bu?" tanya Rama
"Setya baru aja berangkat ke sekolah," jawab Ibu Rama
"Ohh iya deh Bu, kalau gitu, kirim salam ke Bapak sama Setya di rumah ya, Bu," ujar Rama
"Iya Nak, Assalamualaikum," ucap Ibu Rama
"Waalaikumsalam Bu," ucap Rama, sembari dimatikan panggilan telepon itu oleh Ibu nya
Setya atau yang bernama lengkap Prasetya Nugraha adalah adik dari Teorama. Ia hanya berbeda 2 tahun dengan Teorama, sekarang Setya menduduki kelas 3 sma, sementara Teorama di kuliah semester 3, jurusan Sastra Indonesia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
AerB
nyimak juga biar teorama tahu 😁
2023-02-24
1
Kaje
Setelah baca sampai di sini, alur ceritanya menarik.... salam kenal, Kak
2023-02-15
1
Ulil
ini daerah mana yaaa
2023-02-12
0