HATI YANG GUNDAH

Aku menangis dan masih terus menangis.

Dan entah sudah berapa lama sejak Satya pergi aku masih saja menangis. Membayangkan bagaimana perlakuan Satya tadi membuat seluruh tubuhku bergetar. Aku merasa ketakutan dan aku tidak tahu lagi bagaimana menenangkan hati yang gundah ini.

Apa yang harus aku lakukan ?

Aku juga tidak tahu.

Aku terus saja merasa khawatir.

Waktu telah menunjuk angka tiga lebih seperempat. Sudah lama sekali Satya pergi. Kemana dia ? Apa dia sudah makan siang ? Apa dia sudah kembali namun tidak ingin menemuiku ? Apa aku harus menghubunginya atau aku tunggu dia untuk menghubungiku ?

Hanya pertanyaan yang terus saja muncul di kepalaku. Ingin rasanya aku keluar dari rumah ini dan mencari keberadaan Satya. Namun hatiku tiba-tiba memilih untuk menelpon Satya saja. Saat hendak meraih ponsel tiba-tiba pintu kamar diketuk lalu dibuka, Satya masuk lalu mendekat ke arahku.

Aku menoleh, aku pandangi wajah Satya.

Aku menelan ludah dan kurasakan jangtungku berdebar kencang, fikiranku kacau dan gelisah.

Aku diam karena takut untuk berucap.

" Kemasi semua barang-barangmu, kita akan kembali ke rumah " Satya mulai bersuara.

" Sekarang mas ? " Aku bertanya.

" Iya, sekarang " Jawab Satya. Matanya menatapku lekat, membuatku semakin takut.

" Baik mas " ucapku.

" Amel itu siapa mas ? " aku lalu memberanikan diri untuk bertanya.

" Bukan siapa-siapa, kamu tidak perlu tahu dan aku minta maaf soal yang tadi, tolong maafkan aku " jawab Satya.

" Tapi aku berhak tahu mas, siapa sebenarnya Amel ? "

Satya diam.

" Apa dia wanita yang mas cintai ?? "

Satya masih diam.

" Apa mas masih mencintainya lalu kini menyesal karena telah menikah denganku ? "

" Aku bilang jangan membahas Amel lagi !! kamu tidak perlu tau siapa dia dan jangan sebut namanya lagi di depanku, kemasi barang-barangmu cepat "

" Jawab saja pertanyaanku mas karena aku berhak tau "

" Berhenti bertanya dengan pertanyaan itu !! aku bilang kemasi barang-barangmu cepat, aku akan tunggu di luar "

" Aku kecewa denganmu mas " ucapku saat Satya hendak pergi.

" Baik.. aku terima kekecewaanmu, aku sudah minta maaf. Sekarang terserah padamu tapi tolong jangan bertanya lagi dan jangan terus membantahku " Satya berlalu pergi dan beberapa menit kemudian aku pun ikut keluar.

Belum juga aku berhasil merebut hati mama Hasti tapi hal lain muncul lagi berkecamuk dalam fikiranku. Kali ini hatiku benar-benar menahan gejolak yang tak menentu.

...****************...

Ini kehidupan macam apa ? Apakah ini bisa dikatakan hubungan yang baik-baik saja ? betapa gundah hatiku dan betapa sakit kurasakan ! Aku bergetar menatap wajah Satya juga mama Hasti, mencermati keduanya dan berdiri di hadapan mereka. Kembali yang kurasakan hanyalah ketidaknyamanan, rasa marah, kecewa dan cemburu. Kutundukkan kepalaku dengan dada yang terus bergemuruh. Entah, rasa apa yang telah membuncah menguasai hatiku.

Sesaat kemudian kurasakan tangan Satya menggenggam jemariku.

" ma... kami mau pamit pulang ke rumah, terima kasih ya ma karena telah menjaga Lula selama Satya ke luar kota " ucap Satya.

" Kok buru-buru sekali sayang... mama masih ingin kalian tinggal di sini " mama Hasti terlihat sedih.

" Nanti kapan-kapan kami akan main ke sini lagi ma, atau mama bisa main ke rumah kami, iya kan sayang ? " Satya menatapku.

" Iya mas.. betul ma..mama tidak usah khawatir ya dan terima kasih karena mama telah mengijinkan Lula untuk tinggal di sini " kataku kemudian meraih tangan mama Hasti lalu menciuminya dengan penuh hormat.

" Sama-sama sayang, mama pasti akan merindukanmu " ucap mama Hasti seraya memeluk erat tubuhku.

Mama Hasti tampak begitu ramah dan baik kepadaku. Begitu pandainya mama Hasti menyembunyikan keburukan hati di balik wajahnya. Apa yang dia ucapkan sungguh berkebalikan dengan apa yang ada di dalam hatinya. Sikapnya yang ramah, tutur kata yang lembut telah menipu semua orang. Beberapa hari lalu, saat hanya bersamaku dia terus saja menyiksaku. Tetapi hari ini ? dia seperti seorang ibu berhati lembut yang begitu menyayangi diriku. Dan, membayangkannya membuat dadaku semakin sesak.

" Kamu bisa lolos kali ini tapi saya tidak akan membiarkanmu bahagia bersama anak saya " bisik mama Hasti di telingaku lalu perlahan melepaskan pelukannya.

Aku merinding dan semakin sakit kurasakan hatiku.

Tapi aku tetap tersenyum dan terus menguatkan diri.

" Papa kemana ma ? " Satya bertanya.

" Papa ada keluar dari tadi pagi sayang, katanya ada urusan di luar. Tadi pagi papa nunggu kamu tapi mungkin kamu masih sibuk buat cucu buat kami jadi kami tidak ganggu kalian ha, ha, ha " jawab mama Hasti seraya tertawa.

" InsyaAllah ma.... semoga kami disegerakan punya anak, kalo gitu kami pamit pulang ya ma, salam buat papa, terima kasih ma " kini giliran Satya yang memeluk mama Hasti.

" Sama-sama sayang, kalian hati-hati ya " mama Hasti lalu menggandeng tangan kami mengantarkan sampai ke halaman rumah dan menatap kami hingga mobil yang kami tumpangi betul-betul telah hilang dari pandangan.

Selama dalam perjalanan aku memilih diam, aku memejamkan mata mencoba mengistirahatkan hatiku sejenak. Begitu juga dengan Satya yang fokus menyetir tanpa berbicara sepatah kata pun. Kami sama-sama larut dalam fikiran masing-masing.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!