Sore menjelang malam, setelah seharian bertarung dengan deadline dan kopi sachet, Anindyta akhirnya tiba di rumah. Ia memarkir mobilnya di garasi dengan penuh kehati-hatian, seperti lagi ikut audisi parkir mobil tercepat di tikungan maut. Lelah mendera, tapi pikirannya malah sibuk muter-muter kayak kipas angin 3 level.
Begitu keluar dari mobil, matanya langsung tertarik pada rumah megah di seberang. Rumah yang dulunya kayak rumah hantu di sinetron malam Jumat itu, sekarang udah glowing, ada kehidupan. Dan... ada penghuninya.
"Astaga, yang dulunya pacar orang, sekarang duda beranak satu," gumam Anin pelan, bibirnya nyaris senyum tapi matanya masih penuh drama. "Kehidupan emang nggak bisa ditebak. Kayak mie instan yang isinya kadang bonus cabe bubuk, kadang nggak."
Ia buru-buru mengibaskan pikiran tentang si duda eksklusif dan melenggang masuk rumah. Begitu pintu terbuka, aroma masakan menyerbu hidung. Makanan ibu memang selalu juara satu, ngalahin semua resto bintang lima yang pernah dia liat di reels.
“Woiii, Kak Anin pulang!” seru Raka, adik satu-satunya, dengan suara selevel MC pensi. “Bawa apa tuh? Jangan-jangan oleh-oleh dari si duda?”
Anin cuma geleng pelan, senyum setipis tisu basah. Ia angkat plastik belanjaannya. “Ini sate langganan Ayah. Beliau nelpon, katanya lagi ngidam. Kayak bumil, tapi versi kepala rumah tangga.”
“Oh, sate!” Raka langsung nyamber, matanya berbinar kayak nemu diskonan 90%. “Eh, Kak, ngomong-ngomong... rumah depan itu beneran udah ada orangnya ya?”
“Iya,” jawab Anin sambil nyenderin tas ke sofa. “Tadi pagi pindahan. Heboh kayak syuting acara pindahan selebriti.”
Raka mendekat, ekspresinya kayak anak kecil mau ngeluarin rahasia besar. “Katanya yang pindah duda kece, anak satu. Bener nggak sih, Kak?”
Anin menatapnya dengan tatapan mata-mati-gaya, datar maksimal. “Terus kenapa?”
“Ya... siapa tahu Kak Anin mau. Kan udah cocok: sama-sama sendiri, sama-sama manusia, sama-sama butuh pasangan hidup,” kata Raka sambil nyengir kayak tokoh antagonis sinetron.
Tak butuh waktu lama, satu cubitan maut mendarat di lengan Raka. “ADUH, KAK! Ini lengan, bukan tamborin. Sakit tahu!” teriaknya, meringis sambil gosok-gosok sendiri.
Andinira, sang ibu, yang dari tadi sibuk mengaduk kuah sop di dapur, tiba-tiba nyelutuk, “Tuh, Nin. Adikmu aja sampe nyariin kamu jodoh. Dulu ngeluh nggak punya adik, sekarang punya malah dijadikan agen perjodohan kilat.”
Anin mendesah sambil melirik sate. “Udah ah, makan dulu. Nanti satenya dingin, nanti dagingnya sedih.”
Robin, sang ayah yang dari tadi duduk di pojok sambil baca koran (walau lebih sering nonton TokTok), ikut nimbrung, “Simpan bahas-bahas duda nanti malem. Sekarang waktunya isi bensin perut.”
“Aku udah makan, Yah,” jawab Anin sambil melipir ke tangga. “Mau mandi dulu, sama cuci pikiran. Banyak notifikasi kehidupan hari ini.”
“Ya sudah, istirahat ya, Nin. Tapi jangan lupa, kalau mimpinya ketemu duda, tolong kasih tau ayah besok,” kata Robin dengan senyum kalem tapi penuh kode bapak-bapak.
Anin hanya mengangkat alis, malas nanggepin. Ia naik ke lantai dua, melewati foto-foto keluarga. Di salah satu foto, ia dan Raka masih kecil, duduk di becak—Anin tersenyum simpul, karena sekarang becaknya sudah berubah jadi mobil, dan Raka masih tetap cerewet.
Setelah mandi, ritual wajib adalah duduk di balkon sambil baca novel. Udara sore, segelas teh, dan satu buku favorit: kombo anti stres. Ia pun duduk manis, siap jadi cewek estetik di story Instagram kalau saja ada yang ngerekam.
Tapi baru juga buka halaman ketiga, tiba-tiba bulu kuduknya berdiri. Bukan karena horor, tapi karena merasa diperhatiin. Perlahan ia noleh. Dan… benar saja.
DIA.
Atlas. Si mantan cinta masa SMA yang sekarang... tetangganya. Mata mereka bertemu. Beberapa detik. Tapi rasanya kayak liat saldo rekening habis beli skincare,campur aduk.
Atlas buru-buru balik badan, kayak maling jemuran ketahuan. Anin masih mematung, lalu bergumam lirih, “Yaaa dia lagi. Emang semesta ini udah kehabisan orang?”
Kesal, ia berdiri dan menutup pintu balkon dengan sedikit dramatis. Mood yang tadinya chill langsung turun level, kayak baterai HP tinggal 5%.
Ia melempar novel ke kasur. “Kenapa sih harus dia?” gumamnya, lebih ke arah curhat ke langit-langit kamar. “Bukan tukang parkir, bukan mas-mas GoFood, eh malah mantan. Yang nyebrang rumah pula!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Aliando Betung
aku mampir Thor....udah aku like sm vote jg....semangat Thor 💪 we have
2021-06-28
0