"Jennie—" Tiara memanggilnya. Jennie pun terkesiap.
"Hei kau tidak pulang?" tanya Tiara, yang baru saja menyelesaikan piket membersihkan kelasnya.
"Baru mau kok." jawab Jennie, ia meraih tasnya dan beranjak.
"Jen? tunggu." Tiara menahannya, berniat menyentuh bagian luka di bibir Jennie.
"Tiara kau ini apa-apaan sih?" Jennie memalingkan wajahnya.
"Itu luka kan?"
"Bukan kok."
"Jennie, biar ku lihat dulu."
"Ra, jangan memulai deh." Jennie pun melenggang pergi, ia berusaha menghindar dari Tiara karena tidak ingin temannya itu tahu kalau ia baru saja di pukuli oleh Andi.
Saking terburu-buru nya, Jennie malah menabrak pria yang tengah berjalan bersama Alvian di depan pintu kelasnya.
"Aahh maaf kak." tutur Jennie merasa tidak enak.
"Iya dek, tidak apa-apa kok." jawabnya sembari tersenyum. Sedangkan Alvian hanya menatap Jennie dalam diamnya entah apa yang ada di pikiran Alvian kala itu. Alvian pun memalingkan wajah dan kembali berjalan tanpa berucap apapun saat Jennie membalas tatapannya. Begitu pula pria yang ia tabrak tadi.
'Wajahnya masih memar, dan itu gara-gara aku.' batin Jennie masih merasa tidak enak.
Ia pun memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya keluar dari area sekolah.
Sedikit tertegun Jennie saat akan melewati gerbang sekolah. Ia melihat Andi tengah membawa motornya sembari memboncengi selly lewat begitu saja di hadapan Jennie. Sungguh, pria itu masih bisa tersenyum dengan wanita lain, bahkan bercanda di atas motornya setelah ia tahu kondisi dirinya yang tengah mengandung itu. Belum lagi tangan Selly yang melingkar di pinggang Andi.
Membiarkan Jennie seperti orang bodoh yang hanya bisa menatapnya menjauh.
'Benarkah ada manusia setega itu? Namun kenyataan benar, dan itu kau kak Andi.' Jennie mengusap air matanya. Seseorang menyodorkan tissue kearahnya. Jennie pun menoleh, ia tidak menyangka Alvian memberikan tissue itu padanya.
Jennie tersenyum kecut, perlahan ia menerima tissue di tangan Alvian. "Terimakasih kak."
"Sama-sama. Kau pulang kearah mana?"
"Ke daerah XX." jawab Jennie.
"Aku melewati daerah itu, mau bareng?" tanya Alvian.
Jennie tersenyum lalu mengangguk. Di sisi lain sebuah motor berhenti di dekat Alvian.
"Hei, kau benar-benar ingin jalan kaki ini?" tanya Excel sahabat Alvian itu. Pria yang Jennie tabrak tadi.
"Iya aku naik angkutan umum saja."
Excel membulatkan bibirnya. "Bagus lah, aku bisa menghemat bensin ku karena tidak mengantar mu lebih dulu." tuturnya sembari membawa laju motornya.
Alvian geleng-geleng kepala. "Ayo jalan." Ajak Alvian. Mereka pun jalan bersama sebelum menuju halte yang berada di depan jalan raya. Kedua tangan Alvian masih di dalam sakunya. Masih dalam diam keduanya berjalan beriringan.
"Kau sudah berapa lama berhubungan dengan kak Andi?" tanya Alvian membuka percakapan.
"Baru beberapa bulan." jawab Jennie singkat.
"Ohh."
"Iya."
Alvian melirik sekilas 'Aku ingin bertanya padanya, apa yang sebenarnya terjadi kenapa Andi memukulinya tadi, namun tidak enak rasanya.' batin Alvian. Mereka masih berjalan tanpa saling berbicara lagi. Di samping Alvian yang sebenarnya pendiam Jennie pun sepertinya sama, begitu pikir Alvian, hingga akhirnya mereka berdiri di depan halte bus yang sedikit renggang, hingga bus pun tiba mereka masuk kedalamnya.
"Aku boleh duduk di sebah bangku mu?" tanya Alvian pada Jennie yang sudah duduk di bangkunya. Jennie pun mengangguk pelan.
Alvian tersenyum, ia pun duduk di sebelah Jennie. Dan yah, mereka masih diam di sana. Alvian bahkan bingung ingin memulainya lagi dari mana.
"Anu?" Keduanya berbicara hampir bersamaan.
"Kau saja dulu." pinta Alvian.
"Tidak, kakak dulu saja."
"Sebaiknya kau saja." titah Alvian.
"Ba...baiklah. Aku hanya ingin meminta maaf pada mu kak." tutur Jennie.
"Minta maaf untuk apa?" tanya Alvian.
"Karena kakak membela ku, muka kakak jadi memar seperti itu."
Alvian tersenyum. "Aku tidak apa-apa kok." Jawab Alvian.
"Tapi semua karena kakak membela ku, itu yang membuat ku merasa tidak enak."
"Laki-laki biasa kan jika kena pukul? Berbeda dengan wanita." ucap Alvian.
Jennie terdiam. Alvian pun menoleh ke arahnya. "Aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Alvian.
"Apa kak?"
"Kau punya masalah apa dengan kak Andi? Kenapa bisa ia sampai melakukan itu pada mu?" tanya Alvian.
Jennie pun bungkam, ia tidak ingin memberitahukan kondisi yang sebenarnya pada Alvian.
"Apa aku tidak boleh tahu ya?" tanya Alvian. Jennie masih terdiam.
"Ya aku tahu sih, mungkin urusan pribadi yang aku tidak perlu tahu." tuturnya, ia pun kembali menatap lurus ke depan. Hening beberapa detik.
"Aku ingin bertanya pada mu, kak?" ucap Jennie. Alvian pun menoleh.
"Apa?" tanyanya.
"Apa kakak, punya pacar?" tanya Jennie.
"Tidak. Memang kenapa?"
"Kakak yakin tidak memilikinya?" tanya Jennie. Alvian menggeleng.
"Sungguh, tidak ada. Aku ingin fokus sekolah. Karena aku anak yatim piatu dan aku tinggal bersama paman dan bibiku, jadi Aku bertekat untuk tidak menjalin hubungan dengan siapapun sampai aku sukses. Jika tahan godaan sih." Alvian sedikit ngelawak walau itu terdengar garing namun Jennie tetap tersenyum.
"Berarti aku tidak perlu menanyakan hal itu pada mu." tutur Jennie.
"Memang kau ingin mengatakan apa Jennie. Kau bisa memberitahukannya bukan? Walau aku tidak punya kekasih. Aku pasti bisa menjawabnya."
"Kau tahu nama ku kak?"
"Dari name tag mu." jawab Alvian sembari menuding ke bagian atas dada sebelah kirinya.
"Ohh." Jawab Jennie.
"Lalu? Pertanyaan apa yang akan kau tanyakan?" tanya Alvian lagi.
"Tidak jadi kak. Sudah tidak penting lagi untuk ku." ucap Jennie.
Vian menghela nafas panjang. "Kau tahu dua hal yang ku benci di dunia ini?"
"Apa?" tanya Jennie.
"Menunggu lama, dan sesuatu yang ingin di tanyakan tapi tidak jadi." jawab Alvian.
Jennie terdiam.
"Jadi sekarang katakan saja." tuturnya.
"Emmm sebenarnya aku hanya ingin bertanya, jika saja kak Alvian memiliki kekasih, apa kak Alvian akan meminta pembuktian cinta dari gadis mu kak?" tanya Jennie.
Alvian menoleh. "Tunggu, kau tahu nama ku, juga?" tanya Alvian.
"Dari name tag kakak." Jennie menuding dada sebelah kiri Alvian.
"Astaga." Alvian terkekeh, begitu pula Jennie.
"Jadi bagaimana jawaban kakak?" tanya Jennie.
"Emmm pembuktian dalam bentuk apa ini?" tanya Alvian.
"Seperti, maaf menyerahkan tubuh wanita itu untuk mu." Degg. Alvian terpaku. Sedangkan Jennie menatapnya bingung.
"Kenapa kau tanya itu. Remaja seusia kita tidak sepantasnya melakukan
hubungan terlarang itu kan?" tanya Alvian.
"Tapi, kata orang, itu sudah menjadi hal tabu. Semua yang berpacaran pasti akan melakukan itu kan." tanya Jennie.
Alvian terkekeh aneh. Ia bingung untuk menjawab apa? Jennie wanita yang sangat polos sepertinya. "Hei, hanya orang bodoh yang menganggap itu sebagai pembuktian cinta Jennie. Kalau wanita mau melakukannya itu sama saja dengan wanita yang tidak memiliki harga diri." tutur Alvian. Jennie pun kembali terdiam. Ia terhunus kata-kata Alvian di akhir.
"Jennie, melakukan itu sebelum menikah sama saja menghancurkan masa depan kita. Jadi untuk apa masih percaya hal seperti itu sebagai pembuktian cinta." Alvian terkekeh. Sedangkan Jennie hanya tertunduk.
"Dan kau tahu, siapa yang di rugikan di sini? Sudah pasti wanita, karena wanita membawa bekas, berbeda dengan laki-laki. Dan lagi, kalau sampai hamil?" Degg Jennie membulatkan bola matanya. "Sudah semakin hancur pula hidup wanita itu Jen. Kau pikir menjadi ibu muda itu gampang, terlebih kita masih pelajar." Sambung Alvian.
Dia benar, buktinya saat ini Jennie hamil, dan sampai saat ini pula baru dirinya dan Andi lah yang tahu. Bahkan Andi menolak bertanggung jawab. Itu tandanya yang di bilang Alvian benar. Kalau semua itu, hanya wanita lah yang paling di rugikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Syahria Ria
yang sabar ya jennei....😪😪😪
2022-02-12
0
Enje Priatin
di mohon anak² ABG membaca novel ini. biar pinter dlm menjalin cinta..jdi ga bs di butakan.
2022-02-02
0
Dea Amira 🍁
nah tu dngar,qta cwe ini ada bkasx,pa lg nnti ada ank haduh...
km bru pcrn bbrpa bln udh ksh2..
msa dpan msh pnjng,pcrn bleh tp yg msh wajar2 sja kn ya...
2022-01-27
0