Hari itu di dalam sebuah mobil mewah, Elden sedang duduk di bangku belakang sambil memainkan ponselnya. Mengetik beberapa kalimat dalam pesan singkatnya kepada Erie. Intinya pria itu ingin memberi tahu sang istri bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju ke butik perempuan itu.
Ketika Elden sudah sampai di depan pintu depan butik Erie, dua orang pengawal istrinya membukakan pintu kaca itu untuknya. Mereka berdiri penuh hormat di depan Elden sambil menyapa majikan mereka.
“Selamat Siang, Tuan," ucap para pengawal itu dengan kompak.
Elden mengangkat tangan sebagai jawaban atas salam mereka. Kemudian pria itu berkata, “Di mana istriku?”
“Nyonya ada di lantai dua, Tuan. Beliau sedang berbicara dengan pelanggan,” jawab A7.
“Cih, selalu saja seperti,” keluh Elden. “Baiklah, aku akan menunggu di ruangannya saja.”
A7 menganggukkan kepalanya. “Baik, Tuan," tukasnya patuh.
Elden melangkah menuju ke ruangan Erie. Saat sampai di sana, ia merasa takjub dengan perubahan ruangan itu. Jujur, dalam setahun, kunjungan Elden ke butik Erie bisa dihitung dengan jari. Ia jarang sekali pergi ke sana. Yang lebih sering Erielah yang datang ke kantor Elden. Mungkin karena jam pulang Erie yang lebih awal daripada Elden sehingga perempuan itu yang sering menjemput sang suami.
Sekarang ruangan kerja Erie itu sudah berganti cat menjadi warna biru muda. Padahal terakhir kali Elden datang, warnanya masih putih. Itu sekitar enam bulan yang lalu. Dan saat itu, Elden juga tidak melihat sebuah rak penghargaan yang terpajang di sisi kiri meja Erie. Seingat Elden di sana, hanya ada dua atau tiga maneken yang mengenakan pakaian yang akan dijadikan sample produk baru yang segera dilucurkan.
Elden menapaki lantai berwarna putih itu ke arah meja kerja Erie. Ia duduk di kursi yang sering istrinya duduki. Kemudian tangannya menyentuh sebuah bingkai foto berisi dirinya, perempuan itu dan juga Gevio. Elden mengelus foto itu sambil tersenyum.
Mata Elden beralih dari bingkai foto. Mendadak ia menemukan sebuah kertas yang diletakkan di bawah gunting. Pria itu mengernyitkan keningnya merasa bingung, bertanya-tanya apa kira-kira isi dari kertas yang di depannya. Dengan rasa penasaran, akhirnya Elden mengambil kertas itu dan membacanya.
Elden, maaf. Aku ada pelanggan. Tolong tunggu sebentar ya.
Seketika sebuah tawa pelan keluar dari mulut Elden. Ia tidak menyangka Erie akan meniru caranya untuk menyampaikan sesuatu. Kendati Erie bisa mengirim pesan singkat melalui ponselnya, atau menitipkan pesan kepada anak buahnya, tapi perempuan itu justru menggunakan cara yang sering disebut kuno bagi sebagian masyarakat saat ini.
Elden melipat lagi suratnya dan menetakkannya di tempat sebelumnya. Lalu, ia membuka sebuah dokumen di mana nama pria itu tertera sebagai judulnya. Ternyata itu adalah dokumen yang berisi desain-desain pakaian yang akan Elden gunakan sebagai model. Beruntungnya kali ini, Elden hanya perlu memakai pakaian untuk sesi pemotretan, bukan peragaan busana.
Melihat gambar karya sang istri membuat Elden berdecak kagum. Jujur, dulu Elden tidak tahu bahwa Erie sangat berbakat dalam dunia desain pakaian. Ia hanya melihat kemampuan Erie dalam dunia bisnis. Mungkin saja pengamatan Elden tentang Erie terbatas karena pria itu hanya mengamati istrinya melalui CCTV.
“Apakah Anda ingin mencuri rancangan saya, Tuan?” Suara lembut seorang perempuan menyentakkan Elden. Pria itu menoleh dan mendapati istrinya sedang berjalan sambil menatapnya.
“Penyusup!” ucap Erie sambil menutup paksa dokumen yang tengah dibaca oleh sang suami.
Elden menyeringai. “Rancanganmu terlalu bagus, Nona. Rasanya aku ingin menjualnya kepada seseorang yang bisa membuatnya menjadi karya yang sangat menguntungkan,” katanya meladeni perkataan istrinya.
“Anda tidak boleh menjualnya, Tuan.” Erie menggeleng. “Saya akan bangkrut kalau desain saya sampai bocor keluar," ungkapnya kesal.
“Lalu bagaimana? Aku sudah terlanjur melihatnya,” timpal Elden santai.
“Kalau begitu, saya harus segera menghentikan Anda dan membuat Anda melupakannya.”
“Hmm…” Elden kembali menyeringai, merasa senang setiap kali bisa bermain suatu peran dengan istrinya. “Bagaimana caranya kau menghentikanku?”
Erie berjalan menuju ke samping Elden. Ia menarik kursi putar yang tengah diduduki pria itu agar menghadap ke arahnya. “Begini,” tutur Erie lalu mengecup kening Elden.
Pria itu tersenyum. “Tidak buruk. Tapi aku lebih suka kau membungkam mulutku ini agar tidak membocorkannya pada orang lain," godanya seraya menyentuh bibirnya sendiri dengan telunjuk kirinya.
"Apakah itu efektif?" tanya Erie.
"Sangat efektif karena aku ini gampang dibujuk."
"Baiklah." Erie merendahkan wajahnya mendekati wajah Elden. Namun, bukannya mencium bibir Elden seperti permintaan pria itu, Erie justru menarik kedua tangan Elden dan memaksanya untuk berdiri dari kursi. “Berdirilah dengan benar, Tuan. Saya akan mengukur tubuh Anda,” pinta Erie.
Ucapan Erie membuat Elden kesal karena merasa dipermainkan. “Kau benar-benar tidak berperasaan, Nona. Kau sudah memintaku untuk datang. Ketika aku datang, kau malah membuatku menunggu. Kau pikir waktuku tidak berharga? Tidak bisakah kau menghiburku sedikit saja sebagai rasa bersalahmu?” gerutu Elden panjang lebar.
“Tidak!” tegas Erie. Ia membuka laci mejanya untuk mengambil beberapa alat ukur dari sana, kemudian menyusunnya di atas meja.
“Dasar wanita tidak berperasaan!” sambung Elden masih menggerutu.
Erie yang tidak menggubris perkataan sang suami, justru melanjutkan pekerjaannya. Perempuan itu melangkah ke belakang kemudian mendekati tubuh Elden. Tangan kanannya menggenggam pita ukur (atau disebut dengan meteran), sementara tangan kirinya menyentuh pundak Elden. Ia menempelkan ujung pita ukurnya di pundak dan menempelkan ujung itu pada tangan kirinya. Lalu, secara perlahan, Erie membentangkan pita ukurnya turun ke bawah, membelai punggung pria itu.
Meski tidak ada niatan untuk menggoda, tetapi Erie tidak bisa menampik bahwa secara naluri, ia menyukai kegiatan ini. Kegiatan di mana ia bisa merasakan lapisan otot yang kencang dan keras yang melekuk-lekuk bagian punggung pria itu yang terbalut kain jas. Sungguh, mempelajari tubuh suaminya dengan cara sedetail ini adalah sesuatu yang paling menyenangkan.
“Sayang, jangan menggodaku!” protes Elden merasakan tangan-tangan istrinya bergerak di tubuh bagian belakangnya.
“Aku tidak menggodamu, Elden. Aku sedang mengukur tubuhmu,” elak Erie. “Bagaimana caranya kau mendapatkan pakaian-pakaian mahalmu itu, Tuan? Apa tubuhmu ini tidak pernah diukur sebelumnya?”
Elden menjawab, “Desainerku laki-laki, Vallerie."
“Uppss! Aku lupa,” ucap Erie sambil mencatat hasil pengukurannya di kertas.
Perempuan itu bergerak lagi. Kini ke arah bagian depan Elden. Ia berjinjit dan mengalungkan pita ukurnya di leher Elden untuk mengukur bagian kerah pakaian pria itu.
Sementara Erie sibuk dengan pekerjaannya, Elden justru sibuk memandangi wajah serius istrinya. “Aku bersyukur kau tidak mengukur tubuh para pelanggan laki-laki, Vallerie.” Sebab selama ini, walau Erie yang merancang pakaian laki-laki dan perempuan, tapi untuk urusan mengukur, Erie hanya menangani para perempuan, sedangkan untuk para lelaki, Erie menyerahkannya kepada Tina. Begitulah pembagian kerja mereka.
Perempuan itu mengernyitkan keningnya. “Kenapa?”
“Karena itu bisa membuatku cemburu," balas Elden.
“Astaga! Kau berlebihan sekali. Aku saja tidak masalah saat kau berbicara dengan klienmu yang perempuan.”
“Jadi kau tidak suka aku berdekatan dengan klienku yang perempuan? Aku bisa memutus kerja sama dengan mereka kalau kau mau.”
Erie menghentikan pekerjaannya sebentar. “Hah!” desahnya pelan, mencoba untuk bersabar. “Aku tidak mengatakan seperti itu, Elden,” sambungnya sambil melanjutkan pekerjaannya mengukur tubuh Elden.
Elden tersenyum. Rasa jailnya tiba-tiba keluar. Pria itu menggerakkan kedua tangannya ke belakang tubuh Erie. Maksud awalnya memang ingin menjaga posisi istrinya agar tidak jatuh, tetapi lama kelamaan, tangan itu mulai bergerak secara abstrak di sana.
PUK!
Sebuah pukulan keras mendarat di tangan kanan Elden. Erielah yang memukulnya karena ia merasa kesal. “ELDEN!” geram Erie. “Kau mengganggu pekerjaanku!”
Melihat kedua mata sang istri yang menatapnya dengan marah membuat Elden berhenti. “Baiklah, sayang. Aku tidak akan mengganggumu lagi,” ungkapnya seraya melepaskan tangannya dari tubuh istrinya.
Erie mengatur napasnya sebentar lalu melanjutkan lagi pekerjaannya yang sempat tertunda beberapa kali akibat ulah suaminya. Setelah selesai, Erie mencatat semua hasil pengukurannya di buku catatannya.
Saat tengah asyik mencatat, Erie tersadar akan sesuatu. Ini sudah waktunya bagi Erie untuk menjemput Gevio. Buru-buru ia menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian menghampiri suaminya yang sedang duduk sambil memegang ponsel.
“Elden, apakah kau akan kembali ke kantor? Aku harus menjemput Gevio,” ujar Erie sambil mengambil tasnya dan meletakkan ponselnya ke dalam tas tersebut.
Elden mengalihkan perhatiannya dari ponsel dan melirik jam yang melingkar di tangannya. Benar. Ini sudah waktunya Gevio pulang sekolah. “Kita jemput bersama-sama saja, sayang. Sekaligus kita makan siang di luar,” katanya. Pria itu bangkit berdiri dan menghampiri istrinya.
“Apa kau tidak apa-apa keluar seperti ini? Mario tidak akan marah kau tinggalkan lama begitu?” tanya Erie memastikan.
Elden menepuk kepala Erie. “Kau berbicara seolah-olah dia adalah istriku, Vallerie. Sungguh, itu sangat menggelikan!”
“Hahaha!" Erie tertawa. "Tapi kalian kelihatan cocok!” ungkap perempuan itu sambil mengangkat jempol kanannya.
Dengan cepat Elden menarik tubuh Erie dan membawanya ke dalam dekapannya. Ia merendahkan kepalanya ke telinga perempuan itu, lalu berbisik, “Jangan menggodaku, sayang, atau aku akan melahapmu sekarang juga dan di tempat ini.”
Erie bergidik ngeri. “Baiklah Elden, aku menyerah, maafkan aku!” ucapnya memohon.
CUP!
Elden mengecup bibir Erie pelan. “Aku maafkan. Ayo jemput Gevio,” katanya seraya melepaskan dekapannya. Ia mengamit tangan Erie dan menggenggamnya. Kemudian mereka berjalan keluar dari butik untuk menjemput anak semata wayang mereka itu.
XXXXXX
Tahun baru sambil baca adegan romantis itu rasanya unchh banget memang...
Wkwkwk ♡˖꒰ᵕ༚ᵕ⑅꒱
Dan buat para pembacaku yang juga sangat unnchh, yukks tinggalin jejak like, vote, comment, tip dan ratenya... Aku tunggu... Danke ^^
By: Mei Shin Manalu (ig: meishinmanalu)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Devoy 🍁
Sweet nyaaa😍😍😍
2022-04-14
0
Sis Fauzi
Rabu pagi Pranaja hadir bawa lima bintang buat kamu Mei ❤️
2021-06-02
2
coni
5 like kembali untukmu kak😍
semangat up-nya
2021-04-28
2