Beberapa tahun kemudian, setelah satu minggu yang lalu diramaikan karena ulang tahun Gevio yang kelima, hari ini rumah besar Elden kembali sepi. Semua sudah berjalan seperti biasanya. Tuan dan Nyonya Besar sudah kembali ke rumah mereka dan Daniel juga sudah pulang ke Indonesia. Bahkan Stefan –kakak panti asuhan Erie, pun telah kembali melaut.
Tinggalah Erie sendiri di rumah. Memang tidak secara harafiah Erie sendiri di sana karena ada banyak pelayan yang selalu bersamanya, hanya saja Erie masih merasa kesepian. Semakin hari perasaan kesepian itu semakin mengganjal di hatinya. Semakin ia diamkan, semakin Erie merasa tidak nyaman mengenai perasaan itu, hingga membuat Erie angkat bicara.
“Elden,” panggil Erie yang membuat sang suami yang sedang menoton televisi di ruang keluarga itu mendongak. Ia melihat ke arah istrinya yang menanggil namanya.
Erie berpindah tempat duduk ke sebelah Elden. Untungnya saat itu suasana cukup mendukung. Karena hari ini adalah hari minggu, hari di mana tidak ada para pelayan yang biasanya wara-wiri di rumah itu. Mereka semua mendapatkan jatah libur dalam satu hari itu. Sedangkan Gevio, anak keci itu saat ini tengah berada di rumah kakek dan neneknya, rumah Tuan dan Nyonya Besar Alvaro. Mungkin nanti malam baru mereka mengantarkan anak itu pulang karena besok pagi ia harus pergi sekolah.
“Hmm?” jawab Elden tanpa merasa terganggu dengan tingkah istrinya yang berada di sampingnya. Ia terlalu fokus menonton siaran langsung di televisi pertandingan sepak bola antar negara Eropa. Sejak sering menghabiskan akhir pekan bersama anaknya, Elden jadi ketagihan menonton pertandingan sepak bola. Padahal awalnya, ia hanya ingin menemani sang putra yang terlihat menyukai olahraga asal China dan berkembang di Inggris itu.
“Apakah aku boleh ikut kontes peragaan busana lagi?” tanya Erie ragu sambil matanya menatap wajah Elden dengan penuh rasa penasaran.
Tanpa mengalihkan fokusnya dari pertandingan seru di depannya, Elden menganggapi perkataan sang istri. “Tidak boleh sayang. Kau baru saja kembali dari Paris. Ini belum genap sepuluh hari kau berada di rumah dan kau sudah mau pergi lagi?” kata pria itu.
“Aku tidak bilang akan pergi lagi, Elden. Kali ini kontesnya akan berlangsung di negara kita. Jadi, aku boleh ikut ya?” Kembali Erie melemparkan pertanyaan yang dibarengi dengan tatapan matanya.
Kali ini Elden tidak menjawab perkataan istrinya. Pria itu lebih memilih memfokuskan pikirannya dengan pertandingan sengit antar kesebelasan pemain dalam merebut bola. Apalagi ketika salah satu tim lawan nyaris membobol gawang timnya, jangankan untuk mendengarkan Erie, mungkin jika terjadi badai besar menghantam rumah mereka pun Elden akan mengabaikannya.
Melihat tingkah sang suami yang tidak bisa diajak bicara, Erie mendesah kesal. Setelah pekerjaan, kini Erie mempunyai saingan lain, yakni pertandingan sepak bola. Dan hal ini bertambah parah saat memasuki musim Piala Dunia. Erie akan menjadi nyamuk di antara anak dan suaminya yang asyik menonton sambil bertaruh tim dari negara mana yang akan menjadi pemenang.
“Ah! Harusnya itu gol! Dasar payah!” umpat Elden tiba-tiba, merasa kesal karena tim kesayangannya gagal mencetak gol ke gawang lawan. Setelah meluapkan kekesalannya, Elden akhirnya tersadar akan sesuatu. Ada yang dengan situasi di rumahnya sekarang. Terdengar hening dan sunyi.
Elden menoleh ke samping dan mengamati wajah Erie yang tampak kusut. Akhirnya ia menyadari bahwa ia sudah mengabaikan sang istri. Pelan-pelan ia menarik napasnya. “Sayang, kau bilang apa tadi?” ujar pria itu sambil bertanya-tanya apa yang membuat istrinya itu mendadak menjadi pendiam.
“Aku bicara apa?” Erie mengangkat bahunya. “Aku tidak bicara apa-apa,” tambah perempuan itu sambil mengernyit.
Elden tersentak. Apa baru saja ia mendengar nada kesal dalam suara istrinya? Mengapa? Memangnya tadi mereka sedang membicarakan apa? Elden berpikir, mencoba untuk menebak apa yang istrinya katakan sebelum ini.
“Sayang, coba ulangi perkataanmu lagi. Tadi aku benar-benar tidak mendengarkannya, maaf,” bujuk Elden.
“Bukankah fokusmu tentang sepak bola? Jadi, mari kita bicara persoalan sepak bola,” kata Erie dengan kekesalan yang terlihat jelas.
Erie mengangkat jari telunjuk dan ibu jari kedua tangannya sambil berpura-pura mengukur sesuatu. Ia memajukan mereka ke depan, ke arah televisi yang sedang menyorot seorang penjaga gawang tinggi dengan paras yang tergolong rupawan.
“Hmm, menarik,” gumam Erie. “Sepertinya tingginya 1,93 meter. Jika dia memakai tuksedo buatanku, aku rasa dia tidak hanya terlihat tampan, tapi juga terlihat lebih seksi, bukan begitu Elden?” ujar perempuan itu dengan menekankan kata seksi.
Saat mendengar perkataan bernada godaan itu dilontarkan Erie untuk laki-laki lain, Elden merasa geram. Ia menyentuh pipi Erie dan secara paksa, pria itu mengarahkan wajah Erie untuk menghadap ke arahnya. “Apa kau baru saja memuji pria lain, Vallerie?” Elden menatap istrinya dengan tajam.
Tangan Erie memegang tangan Elden yang ada di wajahnya, mengamitnya dan membawanya turun. “Aku bicara tentang sepak bola, Elden. Ayolah, kau harus fokus! Pertandingannya sangat seru, apalagi para lelaki yang menjadi pemain itu. Mereka terlihat tampan,” sindir perempuan itu.
Selang beberapa detik, Erie menyambung ucapannya. “Katakan, Elden. Bukankah laki-laki yang ada di atas lapangan itu juga bagian dari pertandingan sepak bola? Apakah salah jika aku memuji mereka?” Erie mengangkat dagu dengan angkuh. Perempuan itu menyeringai tatkala melihat ada api cemburu yang menyala-nyala dan tidak terkendali dalam ekspresi Elden. Jelas sekali pria itu sedang berusaha menahan diri untuk tidak melampiaskannya sekarang.
Saat Elden terdiam, Erie melanjutkan lagi kalimatnya. “Apa sebaiknya aku mulai menggunakan pemain sepak bola sebagai modelku ya? Sepertinya itu strategi pemasaran yang baik.”
Tanpa disangka-sangka, bukannya marah, Elden justru tersenyum. Ia menggerakkan tangannya ke pipi Erie dan menyapu rambut-rambut yang berjatuhan ke depan hingga menutupi seperempat dari pipi kiri perempuan itu. “Sayang, maafkan aku karena tidak mendengarkan perkataanmu dengan baik,” katanya dengan lembut.
Perbuatan Elden itu sontak saja membuat Erie terkejut bukan main. Erie tahu suaminya memang sudah jauh berubah, tapi ia tidak tahu bahwa Elden bisa mengendalikan diri dengan sangat baik seperti itu.
“Dan masalah kontes yang kau bicarakan tadi, selama itu tidak berlangsung di luar negeri dan tidak membuatmu kelelahan, aku akan mendukungnya,” sambung pria itu menimpali.
“Kau mendengar perkataanku tadi?” tanya Erie terheran-heran.
“Tentu saja. Meskipun aku melakukan kegiatan lagi, tapi fokusku hanya kepadamu, Vallerie.”
“Cih, kau semakin pandai menggombal.”
“Eit, itu bukan gombal, tapi kenyataan.”
Erie memutar bola matanya. “Baiklah, baiklah aku percaya.”
Elden tersenyum lagi dan menurunkan tangannya dari wajah Erie. “Sekarang, apakah aku boleh lanjut menonton?” tanyanya meminta izin.
Erie menanggapi dengan menganggukkan kepalanya.
Tak ingin mengulang kesalahan yang sama, sambil menonton pertandingan yang sudah memasuki masa perpanjangan waktu itu, Elden membuka pembicaraan lagi agar Erie tidak merasa terabaikan olehnya. “Tema kali ini apa?”
“Ada dua. Pertama peragaan busana untuk gaun pengantin terbaik dan kedua mereka memberikan tema yang absrak,” ucap Erie membalas perkataan Elden.
Elden mengerutkan keningnya. Ia menoleh sekilas ke Erie sebelum kemudian kembali lagi memfokuskan pandangannya ke layar televisi yang ada di depannya. “Abstrak bagaimana maksudmu?”
Perempuan itu menjawab, “Mereka bilang konsepnya tentang laki-laki, tapi mereka tidak menjelaskan lebih lanjut.”
“Aneh sekali. Kan ada banyak hal yang menyangkut tentang laki-laki. Lalu bagaimana cara penilaian mereka?”
“Aku juga tidak tahu.” Erie menggeleng lemah. “Tapi aku akan tetap ikut karena itu sangat menantang.”
“Apa kau sudah menemukan konsepnya?”
Erie kembali menggeleng. “Belum semua, tapi secara garis besar aku sudah mendiskusikannya dengan Tina. Bahkan aku sudah mendapatkan nama untuk gaun pengantin yang akan kami rancang.”
Elden menoleh. “Benarkah? Apa namanya?”
“Tunggu sebentar,” tukas Erie seraya berdiri dari sofa dan beranjak dari sana menuju ke sebuah ruangan yang telah diubah menjadi gudang kain bagi Erie.
Sementara Erie mengambil sesuatu dari gudang kainnya, Elden kembali fokus menonton pertandingan yang kini masuk babak lebih seru, yakni babak adu pinalti karena kedua tim sama-sama tidak bisa memasukkan satu pun gol ke gawang masing-masing.
Elden terlihat sedikit tegang saat tendangan dari titik 11 meter menuju gawang itu dilakukan oleh tim lawan. Dan hasilnya, mereka mampu mencetak angka pertama. Hal berbeda justru ditunjukan oleh tim yang didukung oleh Elden. Tendangan yang dilakukan oleh penyerang handal kebanggaan tim tersebut justru melambung tinggi di atas tiang gawang lawan.
“Namanya Lazuardi, Elden. Itu berasal dari bahasa Indonesia.”
Ucapan Erie yang mendadak itu mengejutkan Elden. Ia menoleh dan melihat istrinya sudah duduk di sampingnya. Hampir saja Elden kehilangan fokus. Jujur, ia benar-benar tidak menyadari bahwa istrinya sudah berada di sana. Ia pikir, perempuan itu masih berada di dalam gudang.
“Apa artinya?” tanya Elden berusaha untuk menetralkan keterkejutannya.
“Permata berwarna biru langit,” jawab Erie.
“Artinya bagus. Bagaimana dengan tema yang satu lagi? Apa kau juga sudah memikirkan garis besarnya?” kata pria itu sambil mengalihkan pandangannya kembali ke televisi.
“Yang itu juga belum. Tapi aku sudah menemukan model yang cocok.”
“Siapa?”
Erie mengulum senyum, lalu ia berbicara, “Gevio.”
“APA?!” kata Elden dengan sangat terkejut.
XXXXX
Ini untuk menjawab apakah Elden punya hobby atau tidak. Pastinya Elden juga punya donk... Selain bekerja tentunya... Dan hobbynya adalah menonton pertandingan sepak bola... Biar sama kayak hobby aku... Hehehe (≧▽≦)
Nahh untuk para pembaca, semoga hobby teman-teman bukan menjadi silent readers dengan tidak meninggalkan jejak kan? Jadi, yukss luangkan waktu sebentar untuk memberikan like, comment, vote, tip dan ratenya. Danke ^^
By: Mei Shin Manalu (ig: meishinmanalu)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Devoy 🍁
🤗🤗🤗
2022-01-03
1
Bening🍆
semangat kak
2021-11-22
0
zien
aku hadir disini 😊😘 selalu mendukungmu 😘❤️
2021-03-19
1