Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Ziva masih sibuk bekerja di sebuah Restaurant, saat ini Ziva sedang sibuk membereskan meja yang tadinya di tempati pelanggannya, namun tiba-tiba Ziva merasa ada seseorang di sampingnya.
Huufp
Ziva menarik napas kasar. Karena ternyata di sampingnya orang yang tidak ingin ia lihat. siapa lagi kalau bukan Vano.
"Ngapain Om kemari?" ketus Ziva.
"Kenapa" tanya Vano. Sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Iissss" Ziva langsung berbalik meninggalkan Vano yang sedang berdiri.
Ziva terus pergi berjalan menuju dapur, sementara Vano pergi entah kemana, Ziva benar-benar tidak perdulu.
Namun tiba-tiba Ziva di panggi oleh Manager di Restaurant itu, Ziva pun segera menuju ruangan Manager itu.
"Duduk Ziva" kata Maneger itu.
"Ada apa Ibu panggil saya?" tanya Ziva karena ia pun sedikit ningung.
"Kamu mulai besok tidak usah bekerja di sini lagi" kata Maneger itu.
"Ini" Maneger itu memberi sebuah Amplop yang berisi uang.
"Tapi kenapa Bu"
"Saya minta maaf Ziva, dan saya mohon tolong jangan tanya kenapa, kalau saya tidak pecat kamu. Saya yang akan di pecat"
Maneger itu menjelaskan, karena ia pun tidak tega memberhentikan Ziva. Namun itu sudah perintah dari atasanya, dan ia tidak bisa lagi menolak.
***
Kini Ziva sedang berjalan pulang, dengan hati yang sedih dan wajah yang lesu. Ia sudah di pecat lalu bagai mana ia bisa mengupulkan uang untuk biaya sekolah adiknya dan untuk biaya kuliahnya.
"Tunggu dulu aku kan punya uang yang kemarin di Transfer Om Vano" gumam Ziva.
"Tapi kalau aku terima terus aku pakek uang itu, artinya aku siap buat... Oh tidak" Ziva terus berbicara sambil berjalan kaki.
Lalu kakinya menendang sebuah batu.
Daaaarrrr!!
Batu itu mengenai kaca mobil mewah, seseorang yang sedang parkir di dekat Ziva berjalan.
"Oh tidak!!!"
Ziva berjongkok di pinggir jalan dan menutup kepalanya. Karena pemilik mobil itu turun dari mobilnya, dan berjalan ke arah Ziva.
"Hey" orang itu memanggil Ziva.
Ziva merasa seperti mengenal suara itu, Ziva mulai membuka tangannya yang menutup wajahnya. Dan benar saja ternyata itu Vano.
"Om" kata Ziva lalu ia berdiri saling berhadapan dengan Vano.
"Kamu ganti rugi" kata Vano.
Ziva melihat ke arah mobil Vano, dan benar kaca belakan mobil Vano Retak.
"Tapi Om, saya engga senggaja" kata Ziva sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ikut saya"
Vano menarik pergelangan tangan Ziva, lalu membawa Ziva kemobilnya dan mendorong Ziva masuk.
Setelah Vano memutari mobilnya, dan duduk di kursi kemudi, Vano langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh.
"Om saya takut"
Vano mulai mengurangi kecepatannya, karena ia melihat Ziva ketakutan, wajah Ziva sedikit pucat.
"Om kita mau kemana?" tanya Ziva.
"Ke Penghulu" jawab Vano.
"Apa!!!" Om becandanya kelewatan, jadi engga lucu," kata Ziva.
"Saya serius!!!"
"Om jangan gila ya" kata Ziva.
Cciiiitttt....
Vano mengerem mobilnya mendadak di pinggir jalan, lalu Vano melihat Ziva yang duduk di sampingnya.
"Om saya takut" kata Ziva, karena Ziva terauma dengan kematian orang tuanya akibat kecelakaan.
"Kamu mau nikah sama saya atau ganti rugi kaca mobil saya. Dan kamu harus siap fhoto kita saya kirimkan pada kekasih mu"
Deeg!
Ziva tidak bisa lagi berbicara, karena ia tau berapa kerugian yang harus ia ganti untuk mobil Vano, karena Papanya juga dulu memiliki mobil seperti mobil Vano.
"Tapi Om kan engga harus nikah juga" Ziva perotes.
"Jawab Cepa!!"
"Tapi Om??"
"Oh kamu mau pacar kamu lihat fhoto kita?" Vano mulai mengancam.
"Jangan Om aku mohon" Ziva terus memohon.
"Cepat jawab"
"Ya aku mau. Tapi ada saratnya" Ziva mencoba bernegosiasi, Ziva yakin Vano tidak akan menyanggupi saratnya.
"Apa?" jawab Vano denan suara beratnya.
"Saya mau Mas kawinnya sebuah rumah" kata Ziva sambil tersenyum.
"Yakin aku 9999% dia tidak akan mau" batin Ziva.
"Oke" jawab Vano enteng.
Ziva tidak percaya dengan jawaban Vano, ia pikir Vano tidak akan menyanggupi keinginannya. Namun ternyata sebaliknya.Tapi tetap Ziva belum ke habisan ide.
"Tapi Om"
"Tapi apa??" tanya Vano dengan suara berat dan pandangan yang tajam pada Ziva.
Ziva menelan saliva kasar, ia sangat takut dengan tatapan tajam Vano.
"Saya mau Om beli lagi rumah orang tua saya, yang sudah di sita Bank" kata Ziva.
"Baik"
"Om saya serius" kata Ziva.
"Besok kamu akan pindah kerumah itu dan surat-suratnya akan saya buat atas nama kamu" kata Vano.
Ziva sudah tidak berani lagi berbicara, Ziva sudah kehabisan akal.
"Tapi Om pasti udah punya Istri kan??" tanya Ziva.
"Iya dan kamu akan jadi istri kedua saya" kata Vano.
Ziva melebarkan matanya, dan membuka mulutnya, Karena Vano akan menjadikannya Istri kedua.
"Saya baru lulus SMA Om dan baru daptar kuliah, terus sekarang saya harus menikah jadi istri kedua Om, Om yang benar saja" kata Ziva.
"Memangnya kenapa?" tanya Vano.
"Terus kuliah saya gimana Om?"
"Lanjut" jawab Vano.
"Terus adik-adik saya gimana Om"
"Saya yang tangung mereka"
"Sekarang kamu tunjukan di mana rumah yang tadi kamu maksud, agar orang saya bisa cepat mengurusnya"
"Om apa istri Om setuju Om nikah lagi?" Ziva terus bertanya ia ingin Vano membatalkan pernikahan itu.
"Tidak!!"
"Terus saya gimana Om"
" Kita bisa menikah tanpa di ketahui istri atau pun keluarga saya"
"Apa??"
"Jadi saya istri simpanan??"
"Tidak"
"Terus apa namanya"
"Sudah kamu jangan banyak bicara, besok kita akan menikah di rumah orang tua kamu dan rumah itu akan menjadi mahar mu"
Setelah menujukan Rumah yang tadi di bicaraka Ziva, kini Ziva sudah sampai di rumahnya dengan di antar Vano.
"Kak Ziva kenapa?" tanya Daffa yang melihat wajah Kakaknya murung.
"Sepertinya besok kita akan kembali kerumah yang dulu kita tempati" kata Ziva dengan wajah sedihnya.
"Kerumah Mama dan Papa dulu kak" tanya Daffi yang kelihatan sangat bahagia.
"Iya" jawab Ziva.
"Horeeeeee"
"Horeeeeee"
Daffa dan Daffi terus bersorak bahagia, karena mereka bisa kembali kerumah orang tuanya, tapi tidak dengan Ziva wajahnya sangar murung.
"Kakak Daffa seneng kakak serius kak?" tanya Daffa.
"Iya kak ini beneran kan?" timpal Daffi lagi.
"Iya" jawab Ziva sambil mengangukan kepalannya.
Ziva duduk di kursi sambil menunduk.
"Jadi Istri simpanan" gumam Ziva.
Tapi Ziva tidak larut dalam kesedihannya, melihat kebahagiaan di wajah kedua adiknya.
"Ah tapi aku rela yang penting kedua adik ku bisa bahagia"
Kini Ziva sudah tidak memikirkan dirinya. Bahkan ia sudah tidak bersedih lagi, yang ada Ziva malah tersenyum. Sudah lama sekali Ziva tidak melihat adiknya sebahagia seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Fanisah Official
😀😀😀
2023-01-05
0
widya
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-12-26
0
widya
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
jd cengo...
2022-12-26
0