Hari ini Elina dan teman-temannya disibukan dengan orderan kue dari salah satu hotel. Ada kegiatan yang pesertanya cukup banyak. Mereka mengorder kue untuk snack pagi dan sore dengan 3 jenis kue yang berbeda.
Elina sendiri yang turun tangan membantu menyiapkan segalanya. Ternyata ini adalah seminar para dokter.
"Dokter Arkan?" Elina yang sedang mengatur kue menoleh dengan terkejut saat menemukan Arkan berdiri di belakangnya. Ia segera meminta salah satu anak buahnya untuk menggantikannya.
"Kuenya sangat enak. Aku meminta pada pihak hotel untuk menghubungi toko kuemu."
Elina jadi haru. "Makasi banyak, ya?"
"Selesai ini mau kemana?"
"Pulanglah. Mau menyiapkan makan malam untuk keluarga."
"Masakanmu pasti enak."
"Nantilah jika waktunya tepat, aku akan ajak kamu makan malam di rumah."
Arkan mengerti arah bicara Elina. "Elina, jika suatu saat kau butuh teman curhat, aku selalu menyediakan waktukku untukmu."
"Terima kasih, Arkan. Mungkin yang kubutuhkan sekarang adalah dokter kandungan. Aku begitu ingin hamil."
"Akan kucarikan dokter kandungan terbaik."
"Terima kasih."
Tanpa mereka berdua sadari, dari jarak yang aman dan tak terlihat, ada seseorang yang sedang mengambil gambar mereka berdua.
********
Saat Elina tiba di rumah, ia melihat mobil Okan sudah berada di garasi. Elina melihat jam tangannya yang masih menunjukan pukul setengah empat sore.
"Assalamualaikum!" Ujar Elina saat memasuki rumah.
"Waalaikumsalam, kakak ipar!" Zeki yang sedang duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselnya, membalas salam Elina.
"Kalian sudah pulang?"
"Iya. Bibi Larasati menelepon dan meminta kami pulang cepat karena perut Susi katanya sakit. Mungkin sekarang mereka sedang siap-siap ke dokter."
Elina menuju ke kamar Susi. Kebetulan pintunya terbuka. Hatinya berdesir melihat Susi dan Okan sedang duduk bersama. Kepala Susi bersandar di lengan Okan sementara tangannya melingkar di perut Okan.
"Mas...., Susi...!" Sapa Elina sambil menahan sakit hatinya melihat adegan itu.
Okan terlihat kaget dengan kehadiran Elina.
"Mba...!" Sapa Susi tanpa mau melepaskan tangannya yang melingkar di perut Okan.
"Bagaimana perutnya?" Tanya Elina tulus walaupun ada sesuatu yang mengiris hatinya.
"Masih sakit, mba. Ungtunglah mas Okan langsung pulang saat ibu telepon. Bayinya jadi sedikit tenang jika mas Okan ada di sini." Kata Susi manja sambil tangannya yang satu mengelus perutnya.
"Ayo kita pergi!" Larasati tiba-tiba muncul. Tak peduli dengan kehadiran Elina di kamar itu, perhatiannya hanya tertuju pada Susi.
"Di rumah saja, bu. Kalau ada mas Okan, aku jadi tenang, bayinya juga ikutan senang." Ujar Susi.
"Tapi kamu harus diperiksa agar tahu penyebab sakitnya." Okan tiba-tiba berdiri lalu menarik tangan Susi perlahan.
Susi pun menurut namun ia tetap memeluk lengan Okan dengan manjanya. Mata Okan justru menatap Elina. Ia tahu apa yang terpancar di mata istrinya itu walaupun wajahnya terlihat tenang.
"Sayang, aku antar Susi ke dokter dulu ya?" Ujar Okan. Elina mengangguk. Ia menatap Okan yang masih kembali menoleh ke arahnya sebelum menghilang di balik pintu. Elina menarik napas panjang. Ia kemudian menarik pintu kamar Susi dan menuju ke dapur. Ia ingin menghilangkan galau di hatinya dengan memasak.
"Hai kakak ipar, apa yang kau lakukan?" tanya Zeki.
"Masak."
"Boleh dibantu?"
Elina mengerutkan dahinya. "Kau bisa masak?"
"Sedikit."
Elina tersenyum. "Duduk saja. Atau istirahat di kamar. Tunggu 2 jam lalu makan malamnya akan siap."
Zeki menggeleng. "Aku sungguh ingin membantu."
Elina mengambil sebuah apron dan memberikannya pada Zeki. Bi Ina yang melihatnya hanya bisa tersenyum.
"Apa yang bisa aku kerjakan?" tanya Zeki.
"Tolong bawang merahnya diiris tipis." ucap Elina.
Zeki mengangguk. Dengan cekatan ia mengiris bawang merah dengan sangat rapih. "Ada lagi kakak ipar?"
Elina kagum melihat hasil kerja Zeki. "Waw, kau sangat rapih mengerjakannya. Kalau begitu, tolong bersihkan wortelnya dan diiris dadu."
"Siap...!"
Bi Ina tersenyum melihat bagaimana Zeki berusaha menghibur Elina dengan ikut memasak. Zeki bahkan menceritakan tentang kisah-kisah lucu yang membuat Elina jadi tertawa. Bi Ina bersyukur. Ia tak pernah melihat Elina tertawa seperti itu saat Elina datang ke rumah ini.
Saat Okan, Susi dan Larasati kembali dari dokter, Elina baru selesai sholat magrib dan sementara mengatur meja makan bersama Zeki.
"Hallo semua. Sebentar lagi makan malamnya selesai." Sapa Zeki.
Larasati terlihat bahagia. "Bayinya laki-laki. Ini sungguh kabar gembira. Aku akan makan banyak malam ini."
Elina menekan perasaan sakit di hatinya. "Selamat ya Susi."
"Terima kasih, mba." Kata Susi sambil melirik ke arah Okan yang berdiri di sampingnya.
"Kakak ipar, malam ini kita akan merayakan kabar sukacita untuk anak laki-laki yang dikandung oleh Susi. Berikut, kita akan merayakan kabar sukacita tentang kehamilanmu. Aku yakin itu." Ujar Zeki sambil memandang Elina dengan senyum manisnya. Elina merasa terhibur.
"Terima kasih, Zek."
Larasati nampak tak suka. "Ibu mau sholat dulu setelah itu kita makan malam bersama."
Okan segera menaiki tangga. Elina menyusulnya sedangkan Susi terlihat kesal karena Okan terlihat biasa saja saat dokter mengatakan tentang jenis kelamin anaknya.
Sesampai di kamar, Elina segera menyiapkan baju Okan.
Okan pun mandi, setelah itu ia ganti baju. Tepat di saat itu dokter Arkan menelepon.
"Assalamualaikum, Elina."
"Waalaikumsalam, Arkan."
Okan melirik ke arah Elina saat mendengar nama Arkan.
"Aku sudah menemukan dokter kandungan yang baik untukmu. Dia sahabat ayahku. Namanya dokter Kirana. Ia baru saja pulang dari Amerika setelah 3 tahun ada di sana. Aku sudah mendapatkan jadwal kunjungan untukmu. Selasa depan jam 7 malam."
"Wah, terima kasih Arkan. Aku senang mendengarnya."
"Aku juga senang membantumu, Elina. Oh ya, besok jam 3 sore, aku mau pesan kue sebanyak 100 paket. Nanti salah satu pegawai di rumah sakit akan menjemputnya. Kuenya 3 macam seperti yang lalu ya."
Elina tersenyum senang. "Terima kasih, Arkan. Kau selalu mau membagi rezeki dengan kami."
"Kau memang pantas mendapatkannya Elina. Sampai besok ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Elina meletakan ponselnya kembali ke atas nakas. Ia tak bisa menyembunyikan rasa gembiranya karena bisa mendapatkan kabar tentang dokter ahli itu dan juga pesanan kue yang banyak.
"Sayang, dokter Arkan memberikan rekomendasi mengenai dokter kandungan yang bagus. Kita pergi bersama selasa depan ya?"
Okan hanya mengangguk. Tiba-tiba ia memelul Elina. "Sayang, sekalipun kau tak memberikan aku anak, rasa sayang dan cintaku padamu tak akan pernah berubah."
Elina terharu memdengar perkataan Okan. "Aku tahu, mas. Namun Allah juga mengajarkan kepada kita supaya kita bukan hanya berdoa melainkan juga punya usaha. Aku mau berusaha memberikan anak untukmu. Kalaupun kita sudah berusaha dan pada akhirnya aku tak bisa hamil, aku akan ikhlas menerima apapun keputusan Allah dalam hidupku."
Okan membelai wajah Elina. "Kau memang wanita luar biasa, sayang."
"Aku jadi kuat karena tahu kalau kau mencintaiku, mas."
"Sebenarnya aku agak cemburu mendengar nama dokter Arkan."
"Kami hanya berteman, mas. Nggak mungkin juga dia punya perasaan untukku. Kan dia tahu kalau aku sudah menikah."
Okan kembali memeluk Elina. "Aku tahu, sayang. Hanya saja aku bisa gila membayangkan ada pria lain yang menyukaimu dengan tulus dan kau akan tergoda padanya."
"Aku mencintaimu, mas. Seumur hidupku."
Okan langsung menunduk dan mencium isrinya dengan lembut. Keduanya larut dalam kemesraan sampai akhirnya Elina yang mengahiri ciuman mereka. "Mas, perutmu berbunyi."
Okan tertawa. "Ayo kita makan!"
**********
Hari ini Elina begitu bersemangat. Ia akan mengadakan pertemuan dengan dokter Kirana. Sejak sore Elina sudah menyelesaikan tugasnya untuk membuat makan malam. Dokter Arkan bahkan sudah mengingatkannya.
"Kita siap pergi, mas?" Tanya Elina saat dilihatnya Okan sudah selesai ganti baju. Mereka baru saja selesai sholat berjemaat di ruang sholat yang memang ada di rumah ini.
"Baik. Kita harus cepat nanti terlambat."
Okan langsung melingkarkan tangannya di pinggang ramping istrinya. Mereka berdua turun bersama ke bawah. Tepat di saat itu Larasati baru saja akan menaiki tangga.
"Okan, lihat Susi dulu. Dia mengeluh pinggangnya sakit." Kata Larasati lalu menarik tangan Okan menuju ke kamar Susi.
"Bu, aku harus mengantarkan Elina ke dokter kandungan." Okan berusaha melepaskan pegangan tangan ibunya.
"Elina kan tidak hamil. Yang hamil itu Susi jadi harus Susi yang menjadi prioritas utamamu." Ujar Larasati sedikit ketus.
Elina menghentikan langkahnya. Hatinya sakit mendengar perkataan ibu mertuanya.
"Hei, kakak ipar. Perlu bantuan?" Zeki tiba-tiba muncul di belakang Elina.
"Kami mau ke dokter kandungan namun Susi tiba-tiba sakit pinggangnya."
"Dasar ular licik!"
Elina terkejut mendengar perkataan Zeki. "Zeki, apa maksudmu?"
"Aku tahu mana perempuan yang tulus dan bukan. Sejak pertama melihat Susi, aku sudah tak suka. Dia sepertinya ingin menyingkirkanmu, Elina."
"Zeki, Susi tak seburuk itu."
"Kamu saja yang terlalu baik sehingga tak melihat kelicikannya."
"Zeki....!"
Zeki tersenyum. "Ayo aku antar saja. Nanti kamu terlambat!"
Elina berpikir sejenak. Sebenarnya ia ingin pergi dengan Okan. Namun jika sakit Susi tak juga redah, Elina tak mau membuang waktu. Ia tahu dokter Kirana sangat banyak pasiennya.
"Aku pamit sama mas Okan dulu." Elina langsung menuju ke kamar Susi. Di lihatnya Susi sedang berbaring sementara Okan sedang mengusap-ngusap punggung Susi. Sekali lagi, hati Elina bagaikan teriris sembilu.
"Mas, aku pergi sendiri saja ya?" pamit Elina.
"Sayang, aku akan mengantarmu."
Susi meringis. "Sakit, mas. Jangan tinggalin aku."
Okan jadi bimbang namun Elina berusaha menenangkannya. "Nggak apa-apa, mas. Zeki mau menemani aku, kok. Mas di sini saja temani Susi. Aku pergi ya. Nanti terlambat." pamit Elina lalu segera meninggalkan kamar Susi. Zeki sudah menunggunya di dalam mobil. Mereka berdua pun berangkat ke rumah klinik tempat prakteknya dokter Kirana.
Ternyata, di sana juga susah ada dokter Arkan yang menunggu.
"Ayo masuk, kamu sudah terlambat 10 menit." Kata dokter Arkan. Zeki menunggu di depan ruangan periksa.
Dokter Kiranya seorang dokter berusia 50-an tahun. Ia sangat ramah. Elina menceritakan bahwa ia pernah keguguran di awal pernikahan mereka. Dokter Kirana memeriksa kandungan Elina melalui USG.
"Nyonya Elina, apakah kau meminum semacam obat tertentu?" tanya Dokter Kirana.
"Nggak, dok. Saya hanya minum vitamin, itupun kalau saya merasa banyak pekerjaan. Saya jarang pakai sepatu hak tinggi dan selalu minum susu untuk menyuburkan kandungan."
"Minum jamu atau minuman herbal lainnya?"
Elina menggeleng. Namun ia ingat sesuatu. "Aku ingat, tiap tanggal suburku, ibu mertuaku sering memberikan aku jamu penyubur kandungan."
Kirana mengerutkan dahinya."Jamu penyubur kandungan? Begini saja, selama nyonya Elina akan mengikuti terapi saya, jangan dulu minum jamu atau obat apapun juga. Suami nyonya Elina juga harus diperiksa agar aku bisa tahu letak persoalannya dimana."
"Aku pikir, suamiku tidak bermasalah, dok. Istri keduanya sekarang ini sedang hamil." Kata Elina berusaha menyembunyikan kegetiran hatinya.
"Oh, ya? Namun sebaiknya dia diperiksa juga. Apakah sekarang sedang tanggal subur anda?"
"Belum, dok. Mungkin dalam beberapa hari ke depan saya akan mendapatkan tamu bulanan."
Kirana hanya mengangguk. "Baiklah. Jadwal kunjungan berikutnya saat anda sudah memdapatkan tamu bulanannya."
"Baik, dok."
"Saya akan beri vitamin dulu ya?"
Elina hanya mengangguk. Saat ia turun dari tempat tidur, Arkan masih menunggunya di tempat duduk.
"Bagaimana, dok?" tanya Arkan penasaran.
"Saya mau dia diperiksa lab dulu namun tunggu setelah haidnya selesai. Nyonya Elina masih muda, dengan ijin Allah, saya percaya akan ada hasilnya."
Elina tersenyum bahagia. Ia begitu ingin hamil. Bukan karena ia iri dengan Susi namun sebagai perempuan, ia juga ingin memberikan kebahagiaan pada suaminya.
Selesai mendapatkan resep, Arkan langsung menebusnya. Zeki penasaran mengenai keberadaan Arkan. Elina menjelaskan bagaimana mereka bertemu.
"Apakah dia menyukaimu?"tanya Zeki penasaran.
"Nggaklah. Dokter setampan dan sekaya dia, tak akan mungkin jatuh cinta pada istri orang. Dojter Arkan terlihat sangat kuat agamanya. Aku yakin kalau dia tahu bahwa kami hanya berteman."
Zeki tersenyum. Namun hatinya berkata lain. Kau tak menyadari Elina, kecantikanmu dan kebaikan hatimu sangat mudah membuat para pria menyukaimu.
Arkan kembali dengan vitamin yang diresepkan dokter Kirana.
"Makasi ya, Arkan. Kau sudah menemaniku hari ini. Maaf kalau aku sudah merepotkanmu" Kata Elina tulus.
"Nggak merasa direpotkan. Kebetulan aku dan papa memang ada pembicaraan sedikit dengan dokter Kirana." Arkan menepuk bahu Elina. "Semangat ya? Kamu dan Okan pasti bisa."
"Terima kasih." Elina masuk ke dalam mobil bersama Zeki. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengambil gambar mereka.
Saat mereka tiba di rumah, Okan sudah menunggu di depan pintu.
"Sayang, maafkan aku." Okan langsung memeluk Elina.
"Jaga kakak ipar dengan baik, kak. Jangan salahkan siapapun jika suatu ketika ada yang mencurinya darimu." ujar Zeki lalu segera masuk dan meninggalkan Okan dan Elina di teras.
"Apa maksudnya?" Tanya Okan sedikit tersinggung dengan kata-kata Zeki.
"Zeki hanya asal bicara saja. Aku mau makan dulu. Mas sudah makan?"
"Aku menunggumu."
"Bagaimana Susi?"
"Dia sudah merasa baikan. Baru saja selesai makan bersama ibu."
Okan mencium tangan Elina yang digenggamnya. "Kita makan bersama ya?"
"Zeki juga belum makan, mas."
Zeki menuruni tangga dan sudah berganti pakaian.
"Kamu nggak makan?" tanya Okan.
"Aku ada janji." Ujar Zeki dan langsung pergi.
Elina dan Okan pun berjalan menuju ke ruang makan. Susi yang baru saja keluar kamar hendak mencari Okan, terhenti langkahnya melihat Okan dan Elina yang bergandengan tangan menuju ke ruang makan. Perempuan itu langsung membalikan badannya dan berjalan kembali ke kamarnya. Setiap melihat kemesraan Okan dan Elina, hati Susi sakit. Apakah aku sudah jatuh cinta dengan mas Okan?
*********
Malam semakin larut. Okan dan Elina sudah terlelap saling berpelukan setelah mereka melewati saat bercinta yang saling memuaskan raga.
Di bagian kamar yang lain, Zeki baru saja pulang. Ia memang sedikit mabuk karena ingin menghilangkan galau di hatinya. Ia mencuci mukanya di wastafel lalu menatap cermin yang ada di depannya. Hati Zeki menjerit. Ya Allah, hilangkan perasaan cinta di hatiku ini.
Bagaimana kisah ini selanjutnya?
Maaf ya, aku slow up...kondisi fisikku masih belum fit. Episode selanjutnya Susi akan melahirkan guys...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Nurliana Saragih
Katanya kalo rajin Sholat tapi tingkah laku masih buruk dan busuk,itu harus dipertanyakan Sholatnya!!!
2022-05-03
1
gia gigin
Okan cpt akhiri drama konyol ibu mu dari pada kamu di tikung sama dua pria yg mengagumi Elina dlm diam😄😄
2021-12-27
0
Ety Nadhif
wah pasti ibu larasati ngasih ramuan yg bikin ga hml
2021-12-16
0