Berada di dalam kamar Susi sungguh sangat menyiksa bagi Okan. Tadi, selesai acara dan keluarga mereka yang dari Surabaya pulang, Okan langsung ke kamar atas untuk mandi karena jujur saja ia merasa sangat gerah. Ia sempat mengecek ponselnya, tak ada panggilan atau pesan dari Elina. Okan pun tak ingin menganggu Elina. Baginya, cukup Elina tak melihat pernikahannya dengan Susi di hari ini.
Selesai mandi dan ganti pakaian, waktu sudah menunjukan pukul setengah delapan malam. Pintu kamarnya diketuk dan Okan tahu kalau itu pada ibunya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Sekarang Susi sudah menunggumu di kamarnya. Jangan permalukan dia dengan berada di sini."
"Bu, bukankah sekarang masih hari sabtu? Hari ini masih gilirannya Elina kan?"
"Okan, setidaknya malam ini kau bersamanya karena kalian baru menikah. Ibu sudah mengecek kalau ini masa subur Susi. Siapa tahu kalau dia bisa langsung hamil."
"Tapi, bu."
"Okan, Susi sudah menjadi istrimu. Kewajaibanmu adalah bersamanya malam ini." Larasati menarik tangan Okan. Terpaksa pria itu mengikuti ibunya menuruni tangga. Ia pun mengetuk pintu kamar Susi lalu masuk ke dalam. Susi sudah selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut.
Okan yang tak pernah melihat Susi melepas hijabnya sedikit canggung saat melihat Susi yang hanya mengenakan gaun tidur tipis bertali spageti. Susi pun saat melihat Okan terlihat agak salah tingkah.
"Mas Okan, mau aku buatkan kopi atau teh?" Tanya Susi.
"Nggak. Aku kenyang." Okan duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Di kamar Susi tak ada sofa. Hanya ada i kursi dengan meja tempat Susi belajar. Ada beberapa bukunya di sana. Okan duduk di depan meja itu lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
Susi sudah selesai mengeringkan rambutnya. Ia menyisir rambut sebahunya lalu duduk di pinggir tempat tidurnya. Ia terlihat gelisah. Kedua tangannya diletakan di atas pangkuannya sambil sesekali menarik gaun tidurnya yang tersingkap.
Tak lama.kemudian, terdengar suara mobil yang memasuki halaman. Kamar Susi memang letaknya bersebelahan dengan garasi. Okan berdiri, menyibak tirai jendela. Nampak mobil Elina terparkir di sana. Perempuan itu turun dari mobilnya. Okan merasakan perasaan bersalah saat melihat Elina. Ia ingin keluar dari kamar ini dan memeluk istrinya namun ia tahu kalau ibunya pasti belum tidur.
"Mba Elina sudah pulang?" Tanya Susi.
Okan mengangguk. Ia kembali duduk di kursi. Di tatapnya Susi yang terlihat kikuk dengan gaun yang dipakainya.
"Susi, aku tak bisa melakukan kewajibanku sebagai suami kepadamu. Aku sungguh tak mampu. Hatiku dan hasratku hanya untuk Elina. Aku tak bisa melakukannya dengan orang lain. Maafkan aku ya?" Kata Okan dengan nada tegas
Susi tersenyum. "Aku tahu, mas. Mba Elina adalah perempuan yang sangat dicintai oleh mas Okan. Aku juga sebenarnya tak mau ada diantara kalian. Namun aku tak bisa menolak keinginan ibu. Mas kan tahu kalau ibu sebagai pengganti orang tuaku."
"Terima kasih atas pengertianmu. Aku tak bisa mencintaimu sebagai kekasih. Aku menyayangimu sebagai adik. Sekarang kau tidurlah! Kau pasti capek."
"Terus mas Okan bagaimana?"
"Aku akan pastikan kalau ibu sudah tidur setelah itu aku akan ke kamarku. Selesai sholat subuh, aku akan kembali ke sini."
Susi hanya mengangguk. Ada perasaan lega di hatinya karena Okan tidak akan menyentuhnya. Ia pun menarik selimut, membaringkan tubuhnya. Jujur saja, Susi memang merasa sangat lelah. Apalagi pikirannya benar-benar lelah. Ia butuh istirahat.
*********
Jam sudah menunjukan pukul setengah 1 dini hari. Namun Elina tak bisa memejamkan matanya. Ia sama sekali tak mengantuk. Elina pun bangun dari tidurnya. Ia mengambil wudhu dan ingin sholat tahajud.
Ya Allah, ampunilah aku yang ternyata tak ikhlas menerima semua ini. Kenyataan kalau suamiku malam ini ada dipelukan wanita lain ternyata sangat menyakitkan bagiku. Berikanlah petunjukMu bagaimana aku harus menjalani semua ini ya, Allah.
Elina menangis dalam doanya. Ia menumpahkan semuanya hanya kepada Tuhan saja. Kenyataan hidup yang tidak pernah diinginkannya kini harus dijalaninya.
Saat ia membuka matanya, mengahiri sholat tahajudnya, ia terkejut menemukan Okan yang duduk di hadapannya.
"Mas?"
Okan langsung menarik tubuh Elina dan memeluknya erat. "Sayangku. Hanya kau istriku. Hanya kau yang ada di hatiku. Aku tak bisa bersama perempuan lain. Aku sudah mengatakan pada Susi kalau aku tak bisa menyentuhnya. Sebab hanya kamu wanita yang bisa membuat aku bergairah."
Entah mengapa hati Elina merasa lega mendengar kalau Okan dan Susi tak bersama malam ini. Ia membelai punggung suaminya sambil menangis.
Agak lama keduanya saling berpelukan dalam posisi seperti itu sampai akhirnya Elina melepaskan pelukannya. "Mas, ibu akan marah jika tahu kalau mas di sini."
"Susi akan tutup mulut. Dia juga sebenarnya tak menginginkan pernikahan ini. Aku akan kembali ke kamar Susi setelah sholat subuh. Aku ingin sholat bersamamu, sayang."
Elina menyimpan kembali peralatan sholatnya. Setelah itu, ia naik ke atas tempat tidur. Okan langsung memeluknya. Keduanya saling berhadapan. Elina merasa damai saat mencium harum tubuh suaminya. Ia memejamkan matanya. Ternyata, hanya dalam pelukan suaminya, Elina bisa tertidur sangat nyenyak.
*******
Selesai sholat subuh, ketika Okan sudah kembali ke kamar Susi, Elina pun memutuskan ke dapur dan menyiapkan sarapan.
Bi Ina yang ternyata sudah berada di dapur, menatap Elina dengan wajah kasihan.
"Ada apa, bi?" Tanya Elina.
Bi Ina menepuk bahu majikannya itu. "Yang sabar ya, nyonya. Allah pasti akan memberikan kekuatan menghadapi semua ini. Kemarin saat ijab kabul, sampai 3 kali diulang karena tuan Okan salah terus mengucapkannya. Saya tahu tuan Okan sangat mencintai nyonya."
"Terima kasih, bi. Saya merasa seperti punya ibu karena perhatian bibi padaku."
Majikan dan pelayannya itu saling berpelukan. Bi Ina merasa sangat menyayangi Elina yang sudah begitu baik.padanya.
"Nyonya ingin buat sarapan apa?"
"Mas Okan sangat menyukai sup jagung pakai daging ayam. Aku ingin membuat itu. Aku Juga mau buat roti.Ku pikir waktunya masih cukup.
Selama 2 jam, Elina dan bi Ina menyiapkan sarapan. Ketika sarapan mulai disajikan di atas meja, Larasati bangun. "Elina, tolong siapkan teh hijau ibu ya?" Ujar Larasati dengan nada yang sangat lembut. Elina sedikit terkejut namun ia senang karena ibu mertuanya semakin ramah padanya.
"Baik, bu."
Larasati duduk di depan meja makan sambil membaca koran. Tak lama kemudian, Okan dan Susi keluar dari kamar. Kamar Susi yang letaknya tak jauh dari ruang makan membuat Larasati langsung tersenyum melihat pasangan itu keluar.
"Susi, kau kan sekarang sudah menjadi istri Okan, seharusnya kau bangun pagi dan membantu mba mu untuk menyiapkan sarapan bagi suamimu. Kau juga harus menyiapkan pakaian Okan saat ia akan ke kantor." Kata Larasati.
"Nggak perlu, bu. Bajuku biar saja tetap di kamarku." Kata Okan sedikit kesal dengan perkataan ibunya. Ia mendekati Elina yang sementara mengatur roti di atas piring.
"Selamat pagi, sayang." Katanya lalu mencium dahi Elina. Wajah Elina langsung menjadi panas. Ia dapat melihat tatapan tak suka dari ibu mertuanya. Mereka pun makan dalam suasana silent. Hanya bunyi alat makan yang sesekali terdengar.
"Okan, apakah tidak sebaiknya kalian pergi berbulan madu? Ibu pikir Elina tak akan keberatan jika kalian pergi selama satu minggu keluar kota. Ibu sudah sangat ingin melihat Susi hamil." Ujar Larasati saat mereka sudah selesai sarapan.
"Ibu....!" Okan menggeleng.
"Aku tak bisa, bu. Minggu-minggu ini, aku ada ujian semester di kampus." Kata Susi menyela ucapan Okan.
"Baiklah. Selesai kau ujian, ibu tetap akan meminta kalian bulan madu. Oh ya Okan, jangan lupa memberikan jatah bulanan untuk Susi." Larasati mengingatkannya.
Okan mengeluarkan dompetnya dari kantong celananya. Ia mengambil sebuah kartu dan menyerahkan pada Susi yang duduk didepannya.
"Pakailah kartu ini, Susi. Pin nya adalah tanggal lahir ku." Kata Okan lalu segera berdiri. "Aku sudah selesai." Okan meninggalkan ruang makan dan menaiki tangga menuju ke kamarnya.
Setelah Elina membereskan meja makan, ia segera ke kamarnya. Hari ini ada orderan kue yang cukup banyak dan Elina sudah hampir terlambat.
Saat ia memasuki kamar, Okan baru selesai mandi. Elina pun gantian masuk ke kamar mandi.
"Mau ke toko kue?" Tanya Okan saat melihat Elina yang sudah rapih selesai mandi.
"Iya, mas. Ada orderan kue yang lumayan banyak."
"Aku antar ya?"
"Mas Okan tak kerja?"
"Ini hari minggu, sayang." Okan membelai pipi istrinya. "Aku ingin bersamamu hari ini. Kamu terlalu cantik untuk kubiarkan pergi sendiri. Aku takut kalau ada yang menculik kamu."
"Dasar lebay!" Elina menarik hidung suaminya gemas. Ia kemudian meraih tas dan kunci mobilnya. "Naik mobilku atau mobil mas Okan?"
"Kita akan naik motor, sayang. Jadi ingat dengan masa-masa SMA mu dulu. Kamu sering peluk pinggang aku sangat erat jika aku sedikit ngebut."
"Itu memang modusmu kan supaya gunung kembarku menempel di punggungmu."
Okan tertawa. "Kamu tahu kalau aku dulu sedikit mesum kan?"
"Dan aku masih saja jatuh cinta padamu!"
Okan memeluk Elina. "Ah, sayang. Aku yakin kita akan bisa melewati semua ini. Aku juga kasihan dengan Susi yang merasa tertekan karena pernikahan kami." Okan mengecup bibir Elina. "Kita pergi sekarang? Jangan lupa pakai jaket."
Keduanya pun meninggalkan kamar mereka. Larasati yang melihat mereka pergi berdua menjadi geram. Namun ia berusaha sabar dan berharap agar Susi segera hamil.
*********
Tak terasa 3 bulan sudah berlalu sejak pernikahan siri antara Okan dan Susi. Setiap hari senin-rabu, Okan ada di kamar Susi. Namun menjelang tengah malam, Okan selalu kembali ke kamarnya.
Jika keduanya rindu untuk bersama, Okan kadang menyewa hotel untuknya dan Elina menghabiskan waktu berdua. Karena jika di rumah Larasati akan memintanya ditemani Susi.
Sikap Larasati pada Elina pun sudah sangat baik. Ia beberapa kali mengajak Elina belanja bersama. Ia juga membuat jamu agar kandungan Elina menjadi subur.
Sampai akhirnya, suatu malam, tanpa sepengetahuan Okan, Larasati memergoki Okan yang keluar dari kamar Susi. Perempuan tua itu langsung menemui Susi dan menginterogasi perempuan itu.
"Katakan pada ibu sejujurnya, apakah kau dan Okan belum pernah tidur bersama?"
Susi menunduk dengan perasaan takut. "Kami..., kami...." Ia tak tahu harus bicara apa.
"Kamu tega membohongi ibu, Susi?" Tanya Larasati sambil mencengkeram lengan Susi.
"Bu-bukan seperti itu, ibu. Aku sedang datang bulan. Mas Okan lagi kepingin jadi aku ijinkan dia ke kamar mba Elina."
"Kamu tidak bohong, kan?"
"Aku benar sedang menstruasi, bu." Susi mengangkat gaun tidurnya dan menunjukan bukti bahwa ia tak bohong.
"Baiklah. Haid hari ke berapa kamu?"
"Hari ketiga, bu."
Larasati keluar dari kamar Susi dengan wajah kesalnya. "Kalian jangan coba mempermainkan aku!" Gumannya dengan mata yang menyala.
Susi bernapas lega. Ia pun sedang berusaha mengahiri pernikahan ini. Ia tak mau jatuh dalam pesona ketampanan Okan. Benar kata teman Susi, hanya perempuan bodoh yang akan menolak Okan. Setiap perempuan yang melihatnya pasti ingin merasakan kehangatan dipeluk tubuh atletis itu. Belum lagi dengan kekayaan yang Okan miliki. Susi sendiri sudah menggunakan kartu yang Okan berikan padanya untuk membeli baju-baju mahal dan tas yang selama ini ia idam-idamkan. Susi takut ia akan merasa nyaman dan terbiasa dengan semua kemewahan yang diberikan Okan padanya dan ia menjadi sulit melepaskan pria itu.
BAGAIMANA KISAH INI BERLANJUT?
SIAPA DAN BAGAIMANA SUSI SEBENARNYA?
NANTIKAN NEXT EPISODE...
JANGAN LUPA DUKUNG EMAK YA???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Rustan Sarny Apul Sinaga
dendam masa lalu sama mertuanya dibalaskan larasati sama menantunya, sungguh terlalu....
2023-02-15
1
Ira Wahyuning
semoga Susi baik dan pengertian sama elina
2021-07-09
1
Amryna Rosyadah
Ibuny kq tega sih aku yakin ibuny ngasih jamu2 g jelas supaya Elina g hamil2 😭😭😭😭😭😭
2021-02-19
11