2 minggu kemudian
Elina menatap pantulan dirinya di kaca. Ini adalah kali kedua dia mengenakan gaun pengantin. Kali ini gaun pengantin versi Eropa yang dipilih oleh Okan untuknya. Sebuah gaun berwarna putih gading dengan mahkota bertahta permata yang menghiasi kepalanya. Rambut panjangnya disanggul dan dihiasi bunga melati.
"Elina, kau seperti putri dari kayangan. Sangat cantik." Puji Anita.
"Iya. Kau memang sangat cocok berdampingan dengan Okan yang sangat ganteng. Aku pastikan kalau anak-anak kalian akan tampan dan cantik." Imbuh Dewi.
Ketiga sahabat itu berada di kamar hotel. Acara resepsi pernikahan Okan dan Elina dilaksanakan di ballroom hotel ini.
"Ibu mertuamu pasti tak akan datang kan?" Tanya Dewi melihat wajah Elina tak juga ceriah.
"Iya. Semalam mas Okan bahkan sujud di kaki ibu meminta beliau untuk mendampingi kami di pelaminan. Namun ibu tetap menolak dengan keras. Aku tahu kalau mas Okan sebenarnya sangat sedih. Namun ia berusaha tersenyum agar kami terlihat bahagia. Hari ini kami akan ada di pelaminan tanpa didampingi oleh orang tua. Makanya, tadi pagi mas Okan meminta konsep pelaminnya di buat kayak pesta out door. Pelaminannya tidak di atas panggung jadi kesannya nggak terlalu formal."
Pintu kamar di ketuk. Dewi yang membukanya. Okan masuk dengan setelan jas yang rapih. "Bidadariku, ayo kita keluar." Ajak Okan.
Anita dan Dewi salung berpandangan saat melihat betapa romantisnya Okan pada Elina.
Acara resepsi pernikahan berjalan meriah. Kebanyakan yang hadir adalah teman-teman bisnis Okan dan semua pegawai yang ada di kantornya. Semua memuji kecantikan Elina.
"Kau sangat beruntung memilikinya, Okan."
"Kalian sangat serasi."
"Pantas saja selama ini kau tak mau dengan gadis-gadis yang kami tawarkan. Ternyata ada bidadari yang kau simpan."
Itulah beberapa pujian dari sahabat-sahabat Okan yang berhasil membuat wajah Elina menjadi merah.
"Sayang, sebaiknya kita ke kamar saja. Aku takut mereka akan menculikmu." bisik Okan membuat Elina menatap suaminya dengan dahi berkerut.
"Mas, jangan lebay ah..."
Okan mencium tangan Elina yang ada digenggamannya dengan lembut. "Aku tak akan membuatmu tidur malam ini." Kata Okan setengah berbisik membuat Elina jadi semakin tersipu. Apalagi beberapa tamu yang hadir menatap mereka sambil berbisik-bisik.
Dewi mendekat. "Elina, coba kue ini. Rasanya enak. Siapa tahu bisa di buat kolaborasi dengan kue kita."
Elina mengambil sepotong kue yang ada di atas piring kecil yang Dewi bawakan. Ia memasukannya ke dalam mulut.
"Kok nggak enak ya? Rasanya hambar di mulutku."
Okan mengambil satu potong dan memasukannya ke dalam mulutnya. "Ini enak sayang."
"Kok aku ingin muntah ya?" Elina merasa perutnya bergolak. Okan langsung mencari air putih dan memberikannya pada Elina.
"Sayang, kamu kenapa?"
"Aku mau ke toilet dulu, mas. Sungguh, aku ingin muntah." Elina langsung mencari toilet di bantu oleh Dewi. Okan hanya bisa menatap istrinya dengan heran.
********
Perkataan Okan yang tak akan membuat Elina tertidur sampai pagi, memang dibuktikannya. Kamar hotel ini menjadi saksi bagaimana panasnya pasangan pengantin baru itu saling memuaskan raga satu dengan yang lain.
Elina akhirnya tertidur saat jam sudah menunjukan pukul setengah tiga pagi.
Okan tersenyum melihat Elina yang terbaring dalam tidur nyenyaknya. Ia telah membuat istrinya sangat lelah. Namun mau bagaimana lagi? Kesibukan menyiapkan pesta pernikahan mereka selama 2 minggu ini membuat keduanya jarang bercinta. Belum lagi ditambah dengan sikap ibu yang tak kunjung menerima hubungan mereka.
"Ya Allah, buatlah ibu bisa melihat betapa beruntungnya aku mendapatkan istri seperti Elina. Sekalipun pergaulannya sangat luas, namun ia tetap menjaga kesucian dirinya. Lembutkanlah hati ibu ya, Allah." guman Okan lalu membawa Elina dalam pelukannya. Elina tersenyum. Sesungguhnya ia belumlah terlelap. Doa Okan membuat hatinya berbunga-bunga. Ya Allah, kabulkanlah doa suamiku.
*********
Elina sebenarnya masih mengantuk. Bunyi bel pintu kamar mereka membuatnya harus bangun. Setelah memakai gaun tidurnya, Elina melangkah ke arah pintu.
"Dewi, Anita?"
Anita mengulurkan sebuah kantong plastik. "Lakukan tes pagi ini dan sms kami apa hasilnya."
"Tes?"
"Masuklah ke kamar dan segera buka isinya. Kami berdua mau antar pesanan kue dulu ya? Jangan lupa sms hasilnya." Ujar Dewi. Kedua sahabatnya itu segera pergi.
Elina menutup kembali pintu kamar. Ia membuka isi kantong plastik itu. Dahinya langsung berkerut melihat apa isinya. "Tes kehamilan?"
Tangan Elina langsung meraih ponselnya. Ia melihat tanggal hari ini dan menghitungnya. Ya ampun! Aku sudah terlambat hampir 2 minggu dan tak menyadarinya? Apakah benar aku hamil?
Dengan sangat penasaran, Elina segera ke kamar mandi dan melakukan tes.
"Ya Allah, aku benaran hamil." Elina hampir saja melompat kegirangan saat melihat 2 garis merah yang muncul. Ia segera keluar kamar mandi untuk mengabari kedua sahabatnya. Namun saat melihat Okan, Elina meletakan kembali ponselnya. Suaminya harus menjadi orang pertama yang mengetahui kehamilannya.
"Mas.....!" Panggil Elina sambil membelai wajah suaminya.
Perlaha Okan membuka matanya. "Ada apa, sayang?" Wajahnya kelihatan masih mengantuk namun ia berusaha membuka matanya. "Jam berapa ini?"
"Jam 8 pagi, mas."
"Kenapa bangun? Ayo tidur lagi. Kita sudah menyewa kamar ini selama 3 hari."
"Mas.....!" Elina menahan tangan Okan yang merangkul pinggangnya dan akan membuatnya tidur. "Ada sesuatu yang akan kutunjukan padamu. Ayo matanya di buka, mas."
Okan membuka matanya. " Ada apa, sayang?"
Elina menunjukan hasil tespack yang ada di tangannya. "Aku hamil."
"Apa?" Wajah mengantuk Okan tiba-tiba saja hilang. Ia mengambil tespack itu dan melihatnya dengan mata yang sudah terbuka lebar. Okan bahkan langsung duduk. "Kau melakukan tes?"
"Iya. Tadi, Anita dan Dewi mengantarkan tes ini. Mungkin karena semalam mereka melihat aku muntah saat memakan kue kacang itu. Dan aku melakukan tes. Terryata hasilnya positif, mas."
Okan langsung memeluk Elina dengan penuh kasih sayang dan luapan kebahagian. "Ya Allah, terima kasih karena sudah memberikan kebahagiaan ini. Kita akan punya anak, Eli. Aku akan menjadi papa." Okan mencium puncak kepala Elina berulang-ulang.
"Iya, mas. Kita tak perlu menunggu lama. Allah sungguh baik dalam pernikahan kita."
Okan melepaskan pelukannya. Ia memandang perut Elina dan membelainya lembut. "Buah cinta kita sedang tumbuh di sini. Semoga kehamilan ini akan meluluhkan hati ibu. Sudah lama ibu menginginkan seorang cucu."
"Aku berharap juga demkian, mas."
"Sekarang kita mandi dan segera turun untuk sarapan. Ibu hamil tak boleh terlambat untuk sarapan." Okan menyibak selimut yang masih menutupi tubuhnya membuat Elina langsung memalingkan wajahnya melihat tubuh polos suaminya.
"Kenapa kamu jadi malu, sayang? Kau kan sudah selalu melihatnya?" goda Okan sambil tersenyum menggoda.
"Mas, aku mandi duluan ya. Jangan lupa pakai celanamu." Elina melangkah namun Okan tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Kita akan mandi bersama supaya menghemat waktu."
Elina hanya bisa tertawa melihat tingkah suaminya. Akhirnya mereka pun mandi bersama.
***********
Selesai sarapan pagi, Elina dan Okan kembali ke kamar mereka.
"Apa yang akan kita lakukan sepanjang hari ini, mas?" Tanya Elina saat keduanya sudah memasuki kamar.
"Selayaknya yang dilakukan orang yang sedang bulan madu." kata Okan membuat pipi Elina kembali memerah.
Okan memeriksa ponselnya yang ia tinggalkan saat mereka turun untuk sarapan. Okan terkejut melihat ada 30 kali panggilan tak terjawab dari nomor Susi.
"Ada apa Susi?"
Terdengar suara tangis Susi. "Mas, segera ke rumah sakit. Ibu pagi ini jatuh pingsan. Dokter mengatakan kalau ibu mendapat serangan darah tinggi. Ibu masih belum sadar."
"Baiklah. Aku ke sana sekarang. Di rumah sakit mana?"
"Rumah sakit yang ada di dekat perumahan."
Elina menatap wajah Okan yang terlihat pucat. "Mas, siapa yang masuk rumah sakit?"
"Ibu. Ayo kita ke sana. Barang-barang kita biar nanti dibereskan oleh asistenku." Okan langsung mencari kunci mobilnya. Setelah itu ia dan Elina langsung meninggalkan hotel.
*********
Wajah tua yang terlihat pucat itu perlahan membuka matanya.
"Ibu....!" Panggil Okan perlahan.
Larasati menatap putranya. "Kamu masih perduli juga dengan ibumu ini?" terdengar suara lemah Larasati.
"Ibu, aku menyayangi ibu."
"Kau tidak sayang padaku!"
Okan memegang tangan Larasati dan mengecupnya perlahan. "Ibu, aku mohon jangan menolak Elina, bu. Elina sekarang sedang mengandung anakku, calon cucu ibu."
Larasati nampak terkejut saat mengetahui betapa cepatnya Elina hamil.
"Bu, bukankah sudah lama ibu ingin memiliki cucu? Sekarang Allah sudah menjawab keinginan ibu. Aku panggil Elina ya bu..."
"Jangan bawa perempuan itu masuk. Aku tak ingin melihatnya. Sekarang aku mau tidur saja." Larasati langsung memejamkan matanya. Okan terlihat sedih. Ia menoleh ke belakang dimana Elina yang berdiri di depan pintu masuk. Saat melihat kepala Okan yang menggeleng, Elina pun menutup pintu dan segera duduk di depan kursi yang disediakan di depan ruang perawan insentif.
Tak lama kemudian Okan keluar. Ia pun duduk di samping istrinya lalu meraih tangan Elina dan menggenggamnya erat.
"Sayang, aku harap kau bersabar ya? Jangan banyak pikiran. Ingat anak kita."
"Iya, mas. kau juga jangan terlalu memaksa ibu. Ingat kata dokter. Ibu nggak boleh tertekan dan stres. Nanti tekanan darahnya naik lagi."
"Baik sayang...!"
*********
Setelah dirawat selama 4 hari, Larasati diijinkan pulang oleh dokter. Elina membantu pelayan menyiapkan makanan yang bergizi untuk ibu. Ia bahkan tak pergi ke toko kuenya hari ini.
Saat Larasati tiba bersama Okan dan Susi, Elina hanya bisa berdiri jauh karena wajah mertuanya langsung masam saat melihatnya di depan pintu.
Untunglah ibu mertuanya mau makan. Elina memang sudah berpesan pada para pelayan untuk tidak mengatakan kalau masakan itu dibuat olehnya. Elina memilih makan di meja pelayan yang ada di dapur agar ibu mertuanya mau makan.
"Kenapa makan di sini, sayang?" Tanya Okan sedikit kesal melihat istrinya ada di meja pelayan.
"Nggak masalah, mas. Yang penting ibu mau makan."
Okan duduk di samping istrinya. "Allah pasti akan membalas semua kesabaranmu ini, sayang. Oh ya, bagaimana hari ini? Tidak merasa mual dan muntah?"
"Tidak, mas. Aku hanya akan mual dan muntah kalau bersentuhan dengan kacang-kacangan. Makanya untuk sementara aku tak mau memakan makanan jenis itu. Anak kita sungguh tak membuatku repot."
Okan membelai perut Elina. "Dia akan menjadi anak yang membuat semua orang bahagia. Kamu tahu kan saat kemarin dokter memperdengarkan detak jantungnya, aku merasa seperti itu adalah detak jantungku juga."
"Aku juga merasakan hal yang sama."
Okan menarik tangan istrinya. "Ayo ikut aku!"
Keduanya melangkah bersama menuju ke luar rumah.
"Kita mau kemana, mas?"
Okan hanya tersenyum. Ia menghentikan langkahnya ketika mereka sudah ada di garasi mobil.
"Ini hadiah untukmu!"
Bola mata Elina membesar saat melihat sebuah mobil jenis sedan berwarna merah.
"Mas, mobil ini untukku? Ini terlalu mewah."
"Tak ada yang terlalu mewah untuk wanita terbaik dalam hidupku."
"Terima kasih, mas." Elina memeluk suaminya dengan perasaan bahagia.
Sementara itu, di balik kaca jendelanya Larasati melihat Elina dan Okan yang saling berpelukan. Tangan perempuan tua itu memegang kain gorden dengan sangat kuat. Ia kemudian menatap Susi yang berdiri di belakangnya.
"Kamu harus setuju, Susi!" katanya pelan namun intonasi suaranya penuh penekanan.
Makasi sudah baca sampai part ini
jangan takut untuk membaca kisah ini ya? Karena kisah ini akan sangat menginspirasi banyak wanita. Elina yang asli adalah wanita yang luar biasa karena kepedihan hidup menjadikannya wanita yang sangat kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
gia gigin
Ibu mertua yg seperti di sineton ikan terbang😏
2021-12-27
0
banyubiru
Susi kah yg mau dijodohkan dengan okan
2021-12-21
0
Ananda Yuyun
suruh poligami sm si susi 😡😡
2021-11-07
1