Happy reading....
Dengan peluh yang semakin banyak Aira mencoba banyak cara agar si ibu selamat. Dia memasangkan infus dan mengecek pendarahan pada sang ibu. Dokter Anton yang di jemput Rianpun segera berlari menuju ke basecamp dimana Aira berada.
“Ada apa dokter Aira?’ Tanya Anton setelah sampai di dalam ruangan.
“Ini dokter ibu ini baru saja melahirkan dan mengalami pendarahan.” Ucap Aira.
“Dokter Aira tenang dulu. Biar saya cek seberapa besar pendarahannya.” Jawab Anton. Antonpun
berjalan mendekati pasien. Sebagai dokter senior, dia sudah terbiasa menghadapi pasien yang pendarahan. Dengan cekatan dia mengecek. Sebagia dokter, tidak ada rasa sungkan baginya. Yang terpenting adalah keselamatan pasiennya. Dan untuk Jenni, dia sangat mengerti pekerjaan Anton.Jadi tidak ada rasa cemburu atau marah baginya.
“Pendarahannya tidak terlalu parah. Hanya saja ibu ini kehilangan banyak darah. Butuh segera transfuse darah untuk memulihkan kesadarannya.” Ucap Anton melegakan Aira.
“Suster Jenni tolong ambilkan alat untuk memeriksa golongan darah pasien segera agar cepat mendapat transfuse darah.” Tambah Anton.
“Baik dok.” Jawab Jenni professional ketika mereka sedang memakai seragam mereka. Lain lagi jika mereka sedang lepas tugas.
“Dokter Aira keluar dulu dan minum agar sedikit tenang.” Pinta anton yang melihat wajah tegang Aira.
“Baik dokter Anton. Saya keluar sebentar.” Pamit Aira.
Aira pun berjalan keluar untuk menenangkan pikirannya. Setelah ketegangan yang dia alami.
Sedangkan Jenni, dengan cekatan, Jenni mengambil alat untuk mengetes golongan darah pasien yang berada di tas yang tadi di bawa Anton. Dengan kemajuan teknologi saat ini, alat untuk mengecek darah pasienpun berkembamg dengan cepat. Butuh waktu 5 menit dengan alat cek portable yang dapat dibawa dokter kemana-mana membantu pekerjaan dokter.
“Golongan darah pasien A plus dok.” Ucap Jenni setelah selesai mengecek darah pasien.
“Segera cari pendonor yang yang mempunyai darah sama dengan pasien.” Pinta Anton.
“Tap….tap..tap.” Bunyi sepatu Aira yang sedang berjalan keluar ruangan. Disana dia melihat suami dari ibu yang melahirkan yang sudah berbalut perban di kepala dan tangannya yang ditemani Mario. Mereka berdiri di depan pintu darurat.
“Dokter, bagaiman keadaan istri saya?”
“Sebentar bapak, masih ditangani dokter Anton. Saya kesana sebentar.” Jawab Aira singkat. Dia belum berani mengabari suami dari ibu yang melahirkan karena AIrapun masih panik. Dengan keterbatasan alat dan tempat yang tidak mendukung membuat AIra tidak bisa semaksimal mungkin menangani pasien.
Aira berjalan menuju dapur umum tempat para petugas membuat makanan. Dia ingin mencari the hangat untuk sedikit merelaxkan pikirannya.
“Dokter Aira mencari apa?” Tanya Mbak Santi seorang relawan yang membantu di dapur umum.
“Saya mau membuat the hangat mbak.” Jawab AIra.
“oalah, ini sudah ada teh hangat, Dok. Jadi dokter tidak perlu membuatnya lagi.” Tambah mbak Santi sambal menuangkan the hangat di gelas plastik untuk AIra.
“Terima kasih, Mbak.”Ucap Aira setelah menerima the dari Santi.
“Iya Dok sama-sama.”
AIra menyesap tehnya dengan perlahan-lahan dengan menghirupnya harumnya the sedikit menenagkan pikirannya.
“Mbak, saya kesana lagi ya. Sekali lagi terima kasih untuk tehnya.” Pamit Aira dengan membawa tehnya.
“SIap, Dok. Sama-sama.” Jawab Santi dengan senyum, tipis di bibirnya.
AIra berjalan kembali menuju ruang dimana Anton sedang menangani pasien. Ditengah perjalanan, Aira bertemu Jenni.
“Bagaimana suster Jenni keadaan pasien sekarang?” Tanya AIra.
“Pendarahannya tidak terlalu dalam dok, tapi pasien memerlukan donor darah untuk memulihkan keadaannya. Jawab Jenni.
“Kalau boleh tahu golongan darahnya apa sus?”
“A+ dok, ini saya baru mencari pendonor di sini agar pasien segera bisa ditangani.
“Golongan darah saya A+ sus. Saya bisa mendonorkan darah saya agar pasien segera ditangani. Apalagi ini juga menjadi tanggung jawab saya yang pertma kali menangani pasien.” Ucap Aira.
“Alhamdulillah kalua begitu ,Dok. Mari kita ke sana untuk bertemu Dokter Anton.” Ajak Jenni dengan sumpringah.
Mereka berduapun berjalan kembali menuju ruangan dimana pasien berada. Di depan ruangan, masih setia suami pasien yang juga ditemani Mario yang tidak berpindah dari sana sejak tadi. Dengan mata elangnya, Mario menatap Aira dengan tatapan yang tak bisa di artikan.
Aira hanya menatap sekilas kea rah Mario dan si suami dan menganggukkan kepalanya yang di balas anggukan kepala oleh Mario dan si suami. Di iringi Jenni di sampingnya, mereka berduapun masuk kedalam. Di dalam masih ada dokter Anton yang melihat perkembangan pasien.
“Dok, golongan darah saya A+. Saya akan mendonorkan darah saya untuk pasien. Beliau juga menjadi tanggung jawab saya sebagai dokter yang pertama kali menangani pasien.” Ucap AIra setelah masuk ke dalam ruangan.
“Alhamdulillah kalua begitu dok. Suster Jenni tolong bantu dokter Aira untuk transfusi darah.” Pinta Dokter Anton.
“Baik Dok.” Jawab Jenni.
Airapun berbaring di Velbed samping pasien. Jenni mulai mengambil darah AIra untuk di transfusi ke tubuh pasien.
“Semoga darah dokter cukup untuk membantu pasien.” Ucap Jenni.
Dokter Anton kembali mengobservasi pasien dengan teliti. Disaat darurat seperti ini, kemampuan dokter Anton tak bisa di remehkan. Image dokter hebat pas di sematkan padanya.
“Alhamdulillah. Keadaan pasien sudah membaik. Tapi pasien harus tetap di rujuk ke rumah sakit agar ditangani maksimal disana. “ Ucap dokter Anton.
“Alhamdulillah, Dok.” Jawab Aira dengan menitikkan air mata.” Ada rasa bahagia di hati Aira ketika mendengar keadaan pasien mulai stabil. Sebagai dokter, menjaga agar pasien bisa selamat ketika di tanganinya menjadi tantangan untuk mereka. Jadi, dokterpun tidak asal ketika menangani pasien. Mereka juga butuh planning yang matang ketika menangani pasien dengan penyakit serius. Tekanan akan mereka dapatkan ketika menangani pasien di meja operasi. Kegagalan di meja operasi dan mengakibatkan pasien Anfal atupun meninggal menjadi pukulan terberat mereka baik untuk pekerjaan atupun keluarga pasien yang menunggu di depan meja operasi.
“Saya bangga dengan anda dokter Aira yang mau membantu pasien melahirkan di tempat yang minim peralatan ini.” Puji Anton kepada AIra.
“Terimakasih dokter. Ini juga berkat bantuan dokter Anton dan suster Jenni akhirnya pasien selamat.” Jawab Aira.
Dengan keadaan yang sedikit lemah setelah mendonorkan darahnya, Aira keluar dibantu Jenni untuk menemui suami pasien.
“Selamat bapak, alhamdulillah keadaan istri anda selamat tapi perlu rujukan ke rumah sakit agar istri bapak ditangani dengan alat yang memadai dan memastikan keadan istri anda.” Ucap Aira memberi tahu keadaan si ibu kepada suaminya.
“Alhamdulillah dokter, terima kasih dok, terima kasih.” Jawab si bapak muda tersebut dengan air mata bahagia.
“ Sama-sama bapak, ini sudah menjadi kewajiban kami. Tadi keadaan istri bapak sempat sedikit ada problem tapi alhamdulillah dengan bantuan dokter Anton dan suster Jenni keadaan istri bapak sudah membaik.” Tambah Aira dengan wajah sedikit pucat.
“Ini juga atas bantuan dokter Aira yang mendonorkan darah untuk istri bapak sehingga istri bapak melewati masa kritisnya. “Tambah Jenni yang memuji Aira.
Semua orang disanapun tampak bahagia dengan sang suami yang mendengar keadaan istrinya, para tenaga medis yang bisa menyelamatkan pasien dan juga ada 1 orang yang tersenyum samar.
“Kamu memang wanita terhebat dari dulu. Tak ada yang berubah dari dirimu yang selalu membuatku bangga dengan mu.”
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Maura
visual dong thor
2021-08-13
0
Lina Susilo
Aira mmg the best
2021-03-04
2
Sri Rahayu
sudah kewajiban.. emg ada ya dokter yg ga mau donor klo tau ada yg butuh darah wlaupun darah nya sama dg pasien
2021-03-03
1