Jonathan sedang berolahraga dengan berlari-lari kecil. Ia meninggalkan rumah cukup jauh, berlari melewati sepanjang trotoar.
Pagi itu disebuah gang terpencil, ada pemandangan yang sangat menarik perhatiannya. Ia melihat seorang wanita tengah menghajar habis-habisan seorang preman
"Apa kau masih mau mengelak jika kau bukan banci? Kau hanya menggunakan tubuh kekar, dan otot besar ini untuk menakuti anak kecil, lalu kau memalak uang mereka. Bekerjalah dengan benar jika kau ingin menghasilkan! Hidup itu keras!!" ujar wanita tersebut sambil memelintir tangan preman tersebut
"Ya, aku mengaku salah! Lepaskan aku!!" pekik preman tersebut, ia sudah tak bisa lagi menahan sakit pada tubuhnya akibat serangan yang diberikan wanita tersebut
"Berjanji dan memohonlah! Jika permohonanmu masuk akal maka akan aku lepaskan!!" Pinta Wanita itu dengan suara yang meninggi
"Aku berjanji! Ku mohon lepaskan aku!! Jika kau memukuliku lagi, maka aku akan sangat menderita, karena aku tidak memiliki biaya untuk berobat ke Rumah Sakit"
Wanita itu segera melepaskan preman tersebut "Pergi kau dari sini! Jika sampai kutemukan kembali kau berbuat seperti itu, jangan salahkan aku jika kau tinggal nama! Mengerti!!" ujar Wanita itu penuh ancaman
Dengan susah payah preman itu berusaha bangkit, dan berjalan dengan dengan begitu sempoyongan sambil menahan beberapa sakit yang ia dapatkan akibat melawan wanita itu.
Jonathan yang menyaksikan sedari tadi tanpa sadar mengulas senyum di bibirnya "Kenapa dia mirip sekali dengan Kiran? Apa jangan-jangan itu dia??" tanyanya pada diri sendiri
Tak ambil lama, Jonathan pun berinisiatif untuk mengikuti secara diam-diam wanita tersebut. Tibalah disebuah kawasan pemukiman padat penduduk, dan terlihat wanita tersebut memasuki sebuah rumah kontrakan yang berukuran kecil, terlihat cukup tua.
"Jadi ini tempat tinggalnya?" ujar Jonathan sambil bersembunyi dibalik pohon besar.
Tiba-tiba ponselnya berdering, ia segera mengambil ponsel dari saku jaketnya dan mengerutkan keningnya.
"Papa! Tumben sekali" gumamnya, dan segera mengangkat panggilan tersebut
"Halo Pa!"
"Jonathan! Kau ada dimana?" Tanya Papa Edward dengan sedikit cemas diseberang telepon
"Aku masih dijalan Pa. Ada apa?"
"Lanie dan Papahnya ada dirumah"
"Lalu apa hubungannya denganku Pa?"
"Kau tahu sendiri!"
"Ck.. Baiklah aku pulang"
Jonathan segera mengakhiri panggilan tersebut. Ia tiba-tiba malas untuk pulang kerumah, setelah mendengar nama Lanie. Namun ia memaksa melangkahkan kakinya untuk kembali, sebelum Lanie berbuat lebih jauh lagi.
"Aku sudah tahu tempat tinggal wanita ini, tinggal menyuruh Axel mencari tahu lebih lanjut. Lebih baik aku pulang dulu" Gumam Jonathan, dan segera berlalu meninggalkan perkampungan tersebut.
Dari kejauhan, dibalik jendela rumah kontrakan, wanita tersebut memperhatikan Jonathan
"Siapa laki-laki itu? Apa jangan-jangan? Ah aku tidak boleh berpikiran seperti itu, bagaimanpun mereka tidak akan menemukanku!" gumam wanita tersebut
Tiba-tiba seorang anak laki-laki berumur 5 tahun, datang menghampiri wanita tersebut dan menarik jari kelingkingnya, membuyarkan lamunannya
"Kakak, kau kenapa?" tanya ank itu
Wanita itu tersenyum, dan berjongkok untuk mensejajarkan pandangannya
"Kakak hanya mengantuk" ujarnya dengan lembut sambil mengusap rambut anak laki-laki tersebut
"Kakak, kenapa kau aneh sekali?"
Wanita itu mengerenyitkan dahinya merasa bingung dengan pertanyaannya anak laki-laki tersebut "Apa maksudmu?"
"Ya.. kakak jelas sangat aneh. Jika mengantuk, harusnya pergi ketempat tidur dan berbaring, bukan berdiri dibalik jendela"
Wanita itu terkekeh dan mencubit kedua pipi anak laki-laki tersebut dengan gemas "Kau ini! Kenapa menggemaskan sekali"
"Ya.. aku memang menggemaskan! Pergilah tidur, kecuali kakak ingin bermain robot-robotan denganku"
"Kau selalu saja mengancam dengan robot-robotan"
"Karena kakak tidak suka boneka, jadi aku menggunakan ketidaksukaan kakak untuk mengancam!"
"Katakan! Darimana kau belajar?"
"Kakak yang mengajariku! Apa kakak lupa?"
Wanita itu menepuk halus jidatnya "Sepertinya aku salah mengajarinya sejak dini!" Gumamnya dalam hati
"Kakak kenapa? Apa kakak sakit kepala??"
"Tidak!" jawab wanita itu cepat
"Lalu, kenapa kakak menepuk jidat?"
Wanita itu menghela nafas berat "Anak ini! Jika bukan... Ah sudah lah, aku malas berdebat" gumamnya dalam hati "Tidak apa! Ya sudah kakak pergi kekamar dulu"
"Ya.. pergilah! Tidurlah dengan nyenyak"
***
Jonathan yang baru saja melangkahkan kakinya masuk dikediaman orang tuanya langsung mendapat sambutan berupa pelukan dari seorang wanita yang berparas cantik, tak lain adalah Lanie
"Kak Joe, kau dari mana saja?" Tanya Lanie begitu manja, disela-sela pelukannya
"Aku baru selesai joging, apa kau tidak mencium bau keringatku?" tanya Jonathan yang membiarkan Lanie memeluknya
Lanie membelalakkan kedua bola matanya, dan dengan segera melepas pelukannya, lalu menatap Jonatan dengan tajam
"Kau! kenapa tidak bilang!! Aisshh.. pantas saja ada bau keringat" ujarnya sedikit jijik
Jonathan pun terkekeh pelan "Kau yang langsung memelukku, jadi salah siapa?"
"Baiklah, aku akui itu salahku!"
"Jadi, kenapa kau datang kemari bersama paman, padahal ini masih pagi?" tanya Jonathan
"Papa kemari membahas tentang pernikahan kita"
Ekspresi Jonathan tiba-tiba berubah, ia mengangkat sebelah alisnya pertanda tidak suka "Apa maksudmu?"
"Pernikahan kita! Bukankah kita akan segera menikah!?" ujar Lanie menjelaskan
"Apa aku sudah bilang setuju!?" tanyanya mulai dingin
"Aku tidak peduli!! Yang penting Paman Edward menyetujui" jawab Lanie yang mulai meninggikan suaranya
Jonathan langsung menatap tajam kearah Papanya yang kebetulan berdiri dibelakang Lanie. Papa Edward hanya tersenyum dan mengangkat kedua bahunya, yang menandakan ia tidak mau ambil pusing
"Dasar Pak Tua!! Beraninya menjerumuskan anaknya sendiri!!!" gerutu Jonathan dalam hati.
Jonathan menghela nafas berat. Ia mencoba menenagkan pikirannya, lalu meraih tangan Lanie dan menggenggamnya
"Lanie, aku tidak pernah mengatakan bahwa aku setuju dengan pernikahan ini. Kau bahkan tahu, jika aku hanya menganggapmu sebagai adik dan tidak lebih dari itu. Lanie apa kau tahu, jika aku sudah memiliki kekasih?" ujar Jonathan dengan begitu lembut
Lanie langsung melepas genggaman tangan Jonathan secara kasar "Aku tidak peduli! Kita harus menikah, siapa pun tidak boleh memilikimu!!" ujarnya dengan sedikit membentak
"Lanie kau jangan egois! Jangan menyiksa dirimu sendiri. Kau bahkan tidak akan bahagia jika kita menikah, karena aku tidak mencintaimu. Bukankah rumah tangga dalam pernikahan dibangun atas dasar cinta?" ujar Jonathan yang juga ikut meninggikan suaranya
"Papa dan Mama juga dulu dijodohkan, dan mereka sekarang sangat bahagia! Jadi aku yakin bahwa suatu saat kita juga akan bahagia!!"
"Kau tidak boleh menilai hanya dari satu sisi, diluar sana sudah banyak kasus perceraian karena ini. Aku mohon padamu, cobalah untuk membuka hati pada laki-laki lain" ujar Jonathan yang kembali menjelaskan dengan lembut
"Tidak!! Aku hanya ingin kau, jika aku tidak bisa memilikimu, maka kekasihmu pun tak akan bisa!!" ujar Lanie penuh ancaman, namun sama sekali tak membuat Jonathan takut
"Pulanglah! Tenangkan dirimu!! Kau tidak boleh membuat keputusan jika sedang marah" pinta Jonathan
"Keputusanku sudah final!!"
Louis yang tak lain adalah Papa Lanie, hanya bisa menyaksikan dan memijat halus pelipisnya. Ia benar-benar tak menyangka jika putrinya seperti ini.
Jonathan sudah tidak menghiraukan ucapan Lanie, ia berjalan mendekat kearah Paman Louis "Paman maafkan aku!" ujarnya sambil membungkukkan sedikit tubuhnya
Paman Louis pun menepuk halus salah satu bahu Jonathan lalu tersenyum "Tidak masalah Joe, Paman sangat menghargai keputusanmu. Jika suatu saat kau ingin kembali dengan Lanie, Paman selalu merestuimu"
"Terimakasih paman! Maaf aku tidak bermaksud mempermainkan Lanie"
"Paman mengerti, paman sangat menghargai keputusanmu. Kau pergilah mandi. Bau keringatmu sungguh membuatku mual" ujar Paman Louis mencoba mencairkan suasana
Jonathan pun terkekeh pelan mendengarnya "Baiklah Paman, aku permisi!" ujarnya dan berlalu meninggalkan ketiganya yang masih berdiri.
"Papa! Kenapa kau mendukungnya?" ujar Lanie tidak terima saat Jonathan sudah menjauh
"Papa tidak mendukungnya!"
"Lalu, kenapa Papa tidak marah saat ia mengungkapkan penolakannya!?"
"Itu semacam trik!" Ujar Papa Louis asal berbicara agar anaknya tenang
"Apa maksud Papa?"
"Papa, yakin setelah ini Joe akan menyesal dan menyadari kesalahannya. Kau juga jadi wanita harus lebih tenang, jangan agresif seperti tadi, itu benar-benar membuat Jonathan illfeel"
"Jadi, apa aku harus jadi wanita yang lebih dewasa lagi?"
"Ya, itu sangat bagus jika kau mau berubah!"
"Baiklah Pah! Aku akan berusaha mencobanya demi Joe!" ujar Lanie begitu semangat lalu memeluk Papanya.
Papa Louis memandang Papa Edward lalu mengedipkan matanya pertanda hanya bualan semata untuk menenangkan putrinya.
Sedangkan Papa Edward hanya dibuat geleng-geleng kepala karenanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments