Cemburu

"Kak Alvin, ba..gaimana bisa, wah ternyata kalian bersekongkol. Hebat ya kamu Aurel. Bisa-bisanya kamu berbuat seperti ini padaku!"

"Ayo kita pergi, Rel. Berlama-lama disini akan membuat kita jadi ikutan gila seperti dia"

Alvin menarik lengan Aurel dan mengajaknya kembali ke dalam mobil.

"Aku tidak habis pikir dia berbuat seperti ini padaku Kak. Padahal dia satu-satunya sahabat yang aku punya. Tapi kenapa dia sejahat itu"

Mata Aurel kembali panas dan bulir air mata sudah berada di sudut matanya. Namun dengan cepat Aurel langsung menghapusnya.

"Aku benar-benar ingin melihat lagi Kak. Aku tidak bisa diremehkan terus seperti ini, apalagi dengan orang yang sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri seperti dia" ucap Aurel.

"Aku juga sangat ingin kamu bisa melihat lagi Rel. Apa kamu mau aku carikan Dokter? Kebetulan keluargaku ada yang Dokter. Siapa tau dia bisa bantu"

"Makasih Kak atas tawarannya. Tapi orang tuaku sudah menemukan Dokternya. Doakan aku ya dan juga terima kasih atas bantuannya hari ini"

"Sama-sama Aurel. Meskipun aku baru mengenalmu, tapi aku benar-benar tulus ingin membantu. Aku antar pulang ya?"

Aurel mengangguk dan menyunggingkan senyum manisnya, membuat jantung Alvin mulai berdetak cepat.

Setelah bisa mengontrol kembali detak jantungnya, Alvin langsung megendarai mobilnya menuju rumah Aurel.

Setelah niatnya yang sebenarnya telah terbongkar, Riska mulai berteriak tidak karuan di dalam rumah sambil melempar-lemparkan barang ke sembarang arah.

Tangannya yang terluka akibat pecahan vas bunga yang dilemparnya tidak membuat sakit hatinya berkurang.

Selama ini dirinya selalu merasa iri melihat kehidupan Aurel yang terlihat sempurna. Sejak berteman dengan Aurel, dia bisa melihat orang tua yang harmonis, kaya raya, selalu memberikan apa yang Aurel mau dan juga selalu mendapat semua yang diinginkannya.

Hal itu yang memicu kemarahan Riska, karena memiliki kehidupan yang sangat jauh dari kata keluarga bahagia dan harmonis.

Saat mengetahui kalau Aurel buta, ada rasa senang di dalam hatinya. Dirinya berpikir akan lebih diperhatikan oleh orang lain setelah melihat orang yang membuatnya iri memiliki kelemahan atau kecacatan di dalam tubuhnya. Namun pada kenyataannya, itu semua tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan.

Aurel malah mendapat lebih banyak perhatian dari sebelumnya sehingga membuatnya kembali marah dan mulai menyebar gosip, hingga membuat Aurel dibully dan menyebabkan trauma.

"Arrrrgghhhh aku benci kamu Aurel! Kamu mendapat semua yang kamu inginkan meskipun buta. Semua orang menyukai kamu, sedangkan aku? Tidak ada yang menyukaiku bahkan melirikku sedikit pun. Aku benci kamu Aurel aku benci"

Riska menangis sambil berteriak histeris. Tangannya yang penuh darah tidak dipedulikannya lagi.

Hidupnya sudah terlalu sakit dan sulit, sehingga dia menumpahkan segala keluh kesahnya dengan cara berteriak dan melukai dirinya sendiri.

.

.

.

Revan sedang berada di teras rumah, tengah menghubungi seseorang dengan wajah yang terlihat sangat khawatir.

"Kamu dimana sih, kenapa nggak diangkat-angkat"

Revan berjalan kesana kemari sambil memegang kepalanya, terlihat frustasi.

Tiba-tiba suara mobil terdengar mulai mendekat di depan gerbang rumah. Dengan cepat, Revan segera mendekati mobil tersebut.

"Aurel? Kamu pulang dengan siapa? Kenapa telfon Kakak nggak diangkat? Terus kamu siapa hah? Berani-beraninya nganterin adik saya" bentak Revan.

"Kak sabar dulu dong. Aku pulang bareng Kak Alvin, Kakak senior aku di kampus. Ada sesuatu hal yang terjadi, nanti aku cerita di dalam ya" ucap Aurel.

"Sesuatu? Sesuatu apa? Kamu berbuat yang macam-macam dengan adik saya hah?"

Revan mulai mengangkat kerah baju Alvin, membuat Alvin tersentak kaget.

"Maaf Kak, bukan seperti itu. Bisa diturunin nggak tangannya? Baju saya kusut nih"

Revan melepas cengkaramannya pada kerah baju Alvin dan mulai menatap sinis ke arahnya.

"Pulang kamu. Jangan sampai saya liat kamu anterin adik saya lagi atau tangan dan kaki kamu saya cincang. Ayo masuk Aurel"

Revan menggenggam tangan Aurel dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.

"Maaf ya Kak Alvin dan makasih bantuannya hari ini" kata Aurel sambil berjalan terburu-buru, memasuki rumah.

"Sama-sama Aurel. Ketemu besok ya" teriak Alvin.

"Jangan macam-macam kamu" bentak Revan lagi, membuat Alvin tertawa geli.

Apa mereka benar-benar bukan saudara kandung? Aku harap mereka tidak saling suka, karena sepertinya aku mulai menyukai gadis itu. Gumam Alvin.

Revan melepas genggamannya dari Aurel setelah berada di dalam rumah.

"Kamu kenapa bisa pulang dengan dia?"

"Kakak marah?" tanya Aurel.

"Iya lah marah. Bisa-bisanya cowok lain anterin kamu pulang" sungut Revan.

"Kakak cemburu?"

Revan terdiam. Ia juga bingung kenapa tiba-tiba dirinya bisa semarah ini pada Aurel.

"Kak jawab dong, kenapa diam?"

"Eh nggak kok. Kakak cuma takut kamu kenapa-napa. Lain kali hubungi Kakak dulu ya kalau kamu mau pulang bareng teman"

Revan mengusap kepala Aurel dan hendak pergi. Namun, langkahnya terhenti ketika Aurel mulai berbicara.

"Dia bukan temanku. Dia pacarku Kak"

"Apa? Pacar? Sejak kapan kamu pacaran dengan dia? Kok kamu nggak kasih tau Kakak?"

"Siapa yang pacaran?"

Kayla yang baru saja keluar dari kamar mulai mendekati kedua anaknya itu.

"Ini Mami, katanya Aurel punya pacar. Tapi dia nggak pernah bilang ke kita kalau dia punya pacar sebelumnya" adu Revan.

"Wah benarkah sayang? Kenalin ke Mami dong. Ajak dia makan malam besok ya"

Diluar dugaan, ternyata Kayla sangat mendukung berita tentang Aurel yang telah berpacaran.

"Eh itu.. Hmm...Aku tanya dia dulu ya Mami" gugup Aurel. Pasalnya ia tadi hanya asal bicara saja.

"Iya sayang. Mami senang deh"

"Mami nggak marah? Mami kan nggak kenal laki-lakinya siapa. Kalau brengsek gimana?" tanya Revan, mulai jengkel.

"Makanya dikenalin dong. Kamu juga ajak Bela ya besok ke rumah. Kita makan malam bareng semuanya. Kan bagus rumah jadi rame. Papa kalian juga pasti senang"

"Aku nggak jani, Mi" kata Revan.

Dengan wajah kesal, ia masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu cukup keras.

"Ada apa dengan Kakak kamu? Apa dia marah?"

"Nggak tau, Mi. Aku ke kamar dulu ya"

"Iya hati-hati sayang. Oh iya kata Papa, untuk operasi kamu akan dilakukan minggu depan. Jadi beberapa hari lagi kita akan ke rumah sakit"

"Baik Mami"

Aurel menuju kamarnya tanpa menggunakan tongkat. Ia sudah sangat hapal dengan bagian-bagian rumahnya, sehingga dapat berjalan selayaknya orang normal.

Saat menuju kamarnya, tangan Aurel ditarik masuk ke dalam kamar yang membuat Aurel sangat terkejut. Ternyata orang yang menariknya adalah Revan.

Ya, Revan menarik masuk Aurel kedalam kamarnya, sebelum Aurel sampai di kamarnya sendiri.

"Kak Revan? Ini Kakak kan? Kenapa tangan aku tiba-tiba ditarik?" tanya Aurel.

"Tolong jawab aku Aurel. Apakah kamu serius berpacaran dengan laki-laki tadi?"

Revan memegang bahu Aurel dan menatapnya dengan serius. Hatinya seakan tidak dapat menerima jika hal itu benar terjadi.

Terpopuler

Comments

Yuli Astuty

Yuli Astuty

cie..cie.ciee ka Revan cembokur

2021-01-28

1

Kamila

Kamila

Dasar revan plin plan

2021-01-06

1

Cika🎀

Cika🎀

aku cemburu😂

2021-01-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!