Pagi pagi sekali Rayden sudah bangun dan bersiap siap untuk beraktifitas seperti biasa, dan seperti yang biasa dia lakukan di pagi hari. Berteriak kencang memanggil Elina.
"ELINA!
Namun pagi ini yang datang menghampiri bukan Elina, tapi Lastri.
" Ya tuan?"
"Pakaikan sepatuku."
Lastri jongkok di hadapan Rayden hendak memakaikan sepatu, namun Rayden mencegahnya.
"Aku panggil Elina, bukan kau." Rayden menarik kakinya kembali.
"ELINA!"
Lastri berdiri tegap, menatap bingung wajah Rayden.
"ELINA!"
"Kemana gadis bodoh itu, pasti masih tidur," sungut Rayden berdiri lalu melangkahkan kakinya.
"Bukankah Elina tidak ada di sini sekarang, tuan?"
Rayden berhenti melangkahkan kakinya, menoleh ke arah Lastri.
"Ya kau benar, aku lupa." Rayden tertawa kecil teringat kebiasaan Elina, lalu kembali duduk di kursi. Memerintahkan Lastri untuk kembali bekerja. "Biar kupakai sendiri, kau kembali bekerja."
"Baik tuan."
Lastri berlalu dari hadapan Raden. Membiarkannya memakai sepatunya sendiri, yang biasanya di lakukan oleh Elina. Entah mengapa perasaan Rayden menjadi tidak karuan. Bayangan wajah Elina terlintas di benaknya, namun ia menepisnya.
"Elina, aku bisa memakai sepatuku sendiri. Kau lihat? caraku lebih baik dari pada kau yang selalu salah memakaikan sepatuku," gumamnya tersenyum mengembang. "Elina ambilkan tasku!" serunya.
Sesaat hening, Rayden kembali terdiam. "Ya Tuhan, apa yang terjadi denganku? gadis bodih itu benar benar menggangguku."
Rayden tertawa kecil menatap ke arah sofa di mana Elina sering ketiduran di kamarnya.
***
Seperti biasa, Rayden pulang larut malam. Dan seperti biasa jika ia pulang sudah pasti akan mendapati Elina tertidur di kursi menunggu pria itu pulang. Namun kali ini berbeda, Rayden tidak mendapati Elina tidur di kursi yang biasa di tempati. Sejenak ia berdiri terpaku menatap kursi itu, menarik napas panjang. Rayden merasakan sesuatu yang hilang, tapi ia tidak tahu apa yang hilang itu.
"Gadis bodoh itu kenapa mengganggu pikiranku beberapa hari ini?" guman Rayden. "Apakah dia baik baik saja?" tanyanya pada diri sendiri.
Sepuluh menit berlalu, Rayden berdiri terpaku menatap kursi, detik berikutnya ia kembali melangkahkan kakinya menuju kamar pribadi. Ia hempaskan tubuhnya di atas tempat tidur, melepaskan dasinya lalu ia lemparkan ke lantai sembarangan. Berusaha memejamkan matanya, berharap ia tidak mengingat Elina.
**Tuan kau sudah pulang? tuan kau sudah selesai? tuan aku lapar! tuan jangan hukum aku! maafkan aku tuan!
*Tuan kau berjanji mau menjemputku!
*tuan! tolong aku! tolong aku*!
"Elina!"
Rayden membuka matanya, menatap sekitar ruangan kamarnya, namun ia tidak menemukan Elina. Ia bangun dan duduk di atas tempat tidur, menangkup wajanya sendiri.
"Rupanya aku cuma bermimpi, Elina kenapa kau menggangguku."
Rayden terdiam, ia teringat bagaimana Antonio teman bisnisnya, sudah pasti pria itu telah melenyapkan Elina, itu sudah menjadi kode etik organisasinya.
"Tapi aku harus memastikan apa Elina masih hidup atau tidak," gumam Rayden pelan.
Pria itu kembali merebahkan tubuhnya, kembali berusaha memejamkan matanya, namun usahanya tetap gagal. Semua kecerobohan Elina terbayang di benak Rayden. Entah apa yang di rasakannya saat ini, yang Pasti Rayden tengah merindukan semua kecerobohan Elina, kepolosan dan kebodohan Elina yang tiap hari mewarnai hari hari Rayden selama ini.
Detik berlalu menit berganti, akhirnya Rayden sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Semalaman ia gelisah memikirkan nasib Elina di tangan Antonio.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Desmawati
kmu rindu gadis croboh itu ayden
2023-01-09
0
nuRRaffa
bukan nya memnggu tp udh mulai bucin,cuma blm menyadarii
2021-01-12
2
Risfa
Rayden, itu rindu namanya massss
2020-12-20
2