SO 4

Pagi pagi sekali Rayden sudah bangun. Hari ini ia akan memenuhi undangan rekan bisnisnya untuk membicarakan misi rahasia yang akan mereka kerjakan.

Seperti biasa, Rayden akan berteriak kencang memanggil Elina yang selalu bangun kesiangan.

"ELINAAA!"

Mata Elina langsung terbuka melotot ke atap langit langit.

"Tuan?"

Gadis itu langsung membuka selimutnya dan berlari keluar kamarnya menuju kamar Rayden.

"I, iyya tuan."

"Mana sepatuku, cepat," perintah Rayden, sembari sibuk berbicara di telpon.

"Baik tuan."

Elina langsung menuju tempat penyimpanan sepatu, lalu mengambilnya. Ia letakkan sepatu di bawah kaki Rayden.

"Pakaikan."

Elina jongkok lalu memakaikan sepatu Rayden dengan mata masih terasa mengantuk. Setelah selesai, gadis itu kembali berdiri tegap mengucek matanya sesaat.

"Tas, tasku ambilkan."

Elina memutar tubuhnya menuju meja lalu ia ambik tas yang berwarna hitam, dan bergegas menggampiri Rayden. Ia lerakkan di sampingnya.

"Sudah tuan."

Tanpa melihat ke arah Elina. Rayden bangkit dari duduknya masih sibuk dengan pembicaraannya di telpon. Sementara Elina duduk di kursi menyandarkan tubuhnya.

Baru saja beberapa langkah, Rayden merasa tidak nyaman dengan sepatu yang ia kenakan. Kepalanya tertunduk menatap sepatu yang ia kenakan, kemudian balik badan menatap tajam ke arah Elina yang tengah memejamkan matanya.

"ELINA!" seru Rayden.

Elina langsung membuka mata, berdiri dan bergegas menghampiri Rayden.

"Iya tuan."

"Kau tahu apa kesalahanmu hari ini?" tanya Rayden.

"Bangun terlambat tuan," sahut Elina kepalanya tertunduk.

"Apalagi?"

"Tidak ada tuan," sahut Elina merasa belum melakukan kesalahan.

"Apa kau tidak lihat sepatuku?" tanya Rayden kesal.

Elina menatap sepatu yang pria itu kenakan, sesaat Elina terdiam. Detik berikutnya ia tertawa terbahak bahak.

"Hahahahaha!" ia menepuk keningnya sendiri.

"Teledor! aku bisa kesiangan Elina!"

Perlahan Elina menurunkan volume suaranya, buru buru ia jongkok dan membenarkan letak sepatu Rayden yang tertukar. Setelah selesai ia kembali berdiri tegap.

"Maaf tuan."

"Tunggu hukumanmu Elina."

Rayden langsung balik badan, melangkahkan kakinya dengan kesal. Bisa bisanya dia memiliki dua ART yang sama sama teledor.

***

Sepanjang perjalanan Rayden tidak berhenti merutuki keteledoran Elina. Berkali kali ia mendesah kecewa, melirik jam tangannya. Ia sudah terlambat sepuluh menit, membuat ia semakin kesal pada Elina dan berniat menghukumnya nanti.

Tak lama kemudian ia telah sampai di tempat pertemuan itu. Rayden membuka pintu mobil, melepas kaca mata hitam yang ia kenakan menatap ke arah gedung yang hendak ia gunakan untuk pertemuan. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Gedung itu terbakar , api masih menyala dan cukup besar.

Nampak pemadam kebakaran juga Polisi tengah sibuk. Rayden berjalan menghampiri salah satu anggota Polisi dan bertanya ada kerusuhan apa sepagi ini.

"Penyerangan dari orang tak di kenal, kami masih mengejar pelaku. Menurut saksi mata, ada yang meledakkan gedung ini."

Polisi itu menjelaskan pada Rayden apa yang terjadi sebelum dia datang ke gedung itu.

"Terima kasih infonya."

Rayden menganggukkan kepala sesaat, lalu ia kembali masuk ke dakam mobil. Memerintahkan anak buahnya untuk kembali pulang ke rumah.

Rayden teringat keteledoran Elina tadi pagi. Rasa kesal yang Rayden rasakan pada Elina berubah terucap kata terima kasih. Kalau saja Elina tidak melakukan kesalahan mungkin saat ini, ia ikut meledak bersama gedung itu.

"Terima kasih Elina, aku berhutang nyawa padamu hari ini," gumam Rayden pelan.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***