Kembali

"Yuuk!" ajak Reya dengan mengulurkan tangannya. "Sudah masuk makan siang, kita cari tempat untuk makan."

Neena menggangguk dan menerima uluran tangan yang diberikan Reya. Mereka berjalan beriringan dengan tangan Neena yang menggandeng tangan Reya. Masih berada satu kawasan dengan taman tersebut, terdapat sebuah foodcourt yang mempunyai cukup banyak kedai. Mereka memutuskan untuk makan siang di salah satu kedai yang ada di foodcourt tersebut.

Reya menarik tangan Neena dan mengajaknya makan di kedai yang menyajikan berbagai masakan Padang. Ia meminta Neena untuk mencari tempat duduk sedangkan ia sendiri pergi memesan makanan untuk mereka berdua.

"Ih kesel deh, Bang Reya bener bener bisa baca pikiranku, ya?" tanya Neena ketika Reya baru saja mendaratkan tubuhnya untuk duduk di samping Neena.

"Kenapa?"

"Ko bisa tau sih kalo aku lagi pengen makan masakan Padang? Oia tau gak, Bang? Aku tuh belom makan makanan ini sejak aku balik ke Indo tiga tahun lalu! Bahkan di Singapore sana juga udah lama gak makan ini. Masakan ini tuh ngingetin aku sama Bunda. Saking sukanya Bunda sama masakan ini ya Bang, pernah Bunda makan ini sampe seminggu berturut-turut pagi, siang dan malam dengan lauk utamanya sambalnya itu. Alhasil asam lambung Bunda naik dan Bunda harus diopname karena itu, Ayah jadi marah dan melarang Bunda untuk makan ini lagi, termasuk ngelarang aku," jelas Neena panjang lebar.

"Neena yang kukenal dulu sudah kembali!" seru Reya sebagai jawaban atas cerita Neena sebelumnya.

"Maksudnya?"

"Iya, Neena yang bawel bin cerewet yang kukenal dulu sudah kembali. Sadar gak semenjak kita bertemu kamu tuh lebih banyak diam?"

Neena tertegun dengan perkataan Reya barusan, ia baru tersadar akan sikapnya yang berubah dan malu karena Reya yang menyadari perubahan sikapnya terlebih dahulu.

Pesanan mereka pun datang dan tanpa menunggu Neena langsung menyantap pesanannya itu. Berbeda dengan Reya yang menggunakan sendok, Neena makan dengan langsung menggunakan tangannya. Reya tampak tersenyum melihat Neena, sejak dulu ia memang mengagumi Neena yang berbeda dengan wanita lain, ia selalu tampak terbuka dan bersikap apa adanya.

Selesai makan siang, Reya langsung mengantar pulang Neena. Tapi Neena meminta diturunkan di rumah Shasha saja. Ia ingin menghabiskan waktu di rumah Shasha untuk menutup akhir pekan. Pintu gerbang yang tidak terkunci membuat Neena langsung masuk ke teras depan dan mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik membukakan pintu untuk Neena. Melihat tantenya yang membuka pintu, Neena langsung memeluk tantenya. Tante Ina pun membalas pelukan Neena dan mengajaknya masuk ke dalam rumah sambil terus merangkul keponakan cantiknya.

"Duh, ileeeeh rangkul-rangkulan gitu, kayak gak ketemu tahunan aja," ledek Shasha yang baru saja turun dari kamarnya dan melihat mami serta kakak sepupunya berjalan ke arah ruang keluarga yang berbatasan dengan halaman belakang.

Neena hanya menjulurkan lidahnya ke arah Shasha. Ia dan sang tante kemudian duduk bersebelahan.

"Dianter siapa tadi, Na? Bukan Naka, kan?" tanya tante Ina.

Neena tersenyum dan menggelengkan kepala. "Bang Reya, Mi," sahut Shasha yang tiba-tiba ikut duduk di depan Neena dan Tante Ina. Tante Ina hanya mengangkat alis sebagai pertanyaan lanjutan yang ia tujukan untuk Neena.

"Iya, Tan. Bang Reya yang anter aku."

"Tau gak sih Mi? Bang Reya itu sekarang ganteng maksimal. Aku mau deh ngegebet Bang Reya, siapa tau dia ngelirik aku dan langsung ngelamar setelah lulus SMA," ucap Shasha yang langsung mendapat lemparan bantal sofa dari maminya.

"Dapetin gelar Sarjana dulu baru ngomong lamar-lamar, kalo bisa sekalian dapetin gelar Magisternya!" seru Tante Ina yang merasa gregetan dengan putri tunggalnya itu.

"Kelamaan Mi kalo sampe S2 tuuuh! Aku mau nikah ajaa ah, biar gak usah terlalu banyak mikir. Tinggal duduk santai tapi uang tetep ngalir ke rekeningku tiap bulannya," kata Shasha sambil tertawa.

"Liat tuh Na! Adekmu gitu tuh pikirannya. Tante pusing dan bisa darah tinggi kalo denger apa yang dia pikirin," saut tante Ina sambil memegang kepalanya. "Cewek itu harus punya bekal, tidak boleh tergantung sepenuhnya dengan laki-laki. Harus mandiri!" lanjut tante Ina.

"Bercanda Mamiku, sayang.Tenang aja, Mi! Seenggaknya kuat lah aku nunggu sampe sarjana baru nikah. Atau pas lagi kuliah aja ya Mi aku nikahnya? Jadi gelar Sarjana dapet, ***-*** juga dapet," kelakar Shasha sambil tertawa dan berlari menjauh dari Neena serta maminya.

"Shashaaaa," teriak tante Ina sebal.

Neena hanya tertawa melihat interaksi antara ibu dan anaknya itu. Ia tahu betul, Shasha hanya meledek maminya karena Shasha sebenarnya adalah anak yang pintar. Tanpa harus belajar giat saja, Shasha sudah masuk tiga besar di kelasnya, apalagi dia benar-benar serius belajar. Membuat bangga Tante Ina dan Om Hisyam juga merupakan salah satu cita-cita Shasha yang pernah Neena dengar langsung dari mulut adik sepupunya itu.

"Sayang, kamu gak mau balik dan tinggal dengan Ayah Bunda aja setelah kami pindah? Atau kamu mau ikut Tante, Om dan Shasha tinggal di Yogya sampe Bundamu pulang ke Indo?" tanya tante Ina kepada Neena sambil memegang kedua tangannya.

"Engga usah Tante, aku mau nyelesaiin kuliahku di sini ajaa. Udah tinggal satu tahun lagi nih, Tan," sahut Neena yang ikut membalas pegangan tantenya.

"Tante khawatir, sayang. Selama kamu di sini kan ada Naka, Tante, Om dan Shasha. Bulan depan, kamu cuma sendirian di sini. Sendirian, sayang!" tegas tante Ina yang terlihat benar-benar khawatir.

"Tante tenang aja ... "

Belom sempat melanjutkan kalimatnya, sang tante sudah menyela. "Sama Reya, ya? Abang heromu yang selalu kamu banggakan dan ceritakan ke Tante dulu itu?"

"I-iya Tante," jawab Neena dengan muka yang mulai memerah.

"Ya sudah lah, kalo itu memang keputusanmu. Tapi kalo kamu berubah pikiran dan mau ikut dengan Tante, kami menyambutmu dengan tangan terbuka ya, sayang."

Neena menggangguk dan memeluk tantenya sambil mengucapkan terima kasih. Ia sudah mengganggap Tante Ina sebagai ibunya sendiri. Ia dan tantenya saling bertukar cerita setelah itu. Ia juga membantu tantenya membuat camilan dan memasak makan malam.

Tak terasa waktu begitu cepat bergulir, ia menghubungi kakaknya untuk memberitahu dimana ia berada dan sekaligus meminta Naka datang ke rumah tantenya untuk makan malam bersama, sesuai dengan permintaan sang tante.

Makan malam kali ini dihabiskan keluarga Tante Ina dan kedua ponakannya. Mereka bercengkrama, berdiskusi dan tertawa bersama setelah menyelesaikan makannya. Suasana rumah yang ramai membuat rasa senang di hati mereka masing-masing. Pada awalnya, ketika Naka memutuskan pulang ke Indonesia, Tante Ina dan suaminya sudah meminta Naka untuk tinggal bersamanya. Namun, karena ayah dan bunda memiliki satu kavling rumah di perumahan itu juga, membuat Naka memilih tinggal dirumahnya sendiri.

"Kami pamit pulang dulu ya Tante dan Om," ucap Naka dan Neena berpamitan pulang setelah mereka rasa sudah cukup larut malam. Tante serta omnya mengangguk dan mengantarkan kedua keponakannya sampai masuk ke dalam mobil.

🌸🌸🌸

Terima kasih sudah membaca

Jangan lupa vote dan komentarnya thorthor tunggu

salam semangaat semua💪

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!