Menata hati

Pagi menjelang seperti biasa Hafsyah menekuni perannya, menyiapkan sarapan pagi dan juga lainya. Tetapi hari ini berbeda, karena Hafsyah harus melayani suaminya terlebih dahulu dengan sepenuh hati. Hafsyah berusaha mendekati suaminya Bima yang sedang sibuk dengan layar leptopnya karena bekerja.

 

"Mas ... ayo kita sarapan dulu, sudah di tunggu Umi dan Abi," ucap Hafsyah melangkah pergi ke pintu.

 

"Tungg! Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu," ucap Bima seketika menghentikan langkah Hafsyah. Hingga Hafsyah pun berbalik dan menatap suaminya.

"Bersikaplah seperti biasa di depan orang tuamu dan dan orang tuaku. Anggap kita menjalani pernikahan ini, padahal sebenarnya tidak!" tekan Bima menatap sengit Hafsyah.

Ngilu dan sakit yang Hafsyah rasakan saat ini. Hafsyah nampak megelus dada sebelum akhirnya menghela nafasnya.

"Kamu tenang saja Mas, aku akan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa pada pernikahan kita. Jadi kamu ga usah khawatir, aku 0aham dan aku juga ngerti," jawab Hafsyah mencoba kuat agar tak menangis di depan Bima yang telah menjadi suaminya.

"Bagus! aku harap kamu mau bekerja sama dengan ku. Lagipula kita sebelumnya tidak pernah saling mengenal bukan? Jadi, aku harap kamu tidak usah berlebihan, jangan pernah mencampuri urusan pribadiku, begitupun aku, tak akan mencampuri urusan pribadi mu. Kita hanya menunggu waktu saja, setelah waktu itu datang. Maka kita akan berpisah secepat mungkin," ucap Bima panjang lebar membuat Hafsyah hanya mampu terdiam tanpa kata.

"Ayo kita segera turun. Jangan sampai mereka curiga pada kita," ajak Bima melangkah pergi meninggalkan Hafsyah yang masih diam mematung.

Hafsyah mencoba menguatkan diri agar tetap seimbang pada tubuhnya, karena merasa syok dengan ucapan Bima barusan.

"Baiklah Mas ... akan aku ikuti permainanmu. sampai kapan dan dimana peranmu itu, lirih Hafsyah sambil menghela nafasnya yang masih belum teratur. Perlahan Hafsyah melangkah keluar mengikuti Bima di belakangnya.

 

"Abi, Umi, besok aku akan segera pergi ke luar kota dan membawa Hafsgah ke rumahku," ujar Bima mengucapkan kalimat itu di depan orang tua Hafsyah. Keduanya sangat terkejut dengan keputusan Bima yang terkesa buru-buru itu.

"Nak Bima, apa tidak terlalu cepat. Kami pikir semingguan lagi kalian disini. Baru kalian akan pergi. Kenapa harus buru-buru Nak Bima?" sahut Abi Hafsyah yang masih terlihat bingung dan syok.

"Ga buru-buru kok Bi, karena memang kerjaan Bima lagi padet. Jadi Bima ga bisa cuti lama-lama," ujar Bima lagi berusaha meyakinkan Abinya Hafsyah. Lelaki itu nampak menatap Hafsyah sekilas lalu menatap Bima.

"Ya sudah, jika itu keputusan kalian .. Umi setuju-setuju saja, toh kalian sudah jadi suami istri," timpal Umi Hafsyah. Membuat Bima tersenyum puas menatap wajah kedua orang tua Hafsyah. Sedang Abi Hafsyah hanya bisa terdiam.

"Hafsyah sayang ... ikutlah dengan suamimu. Taati perintah suami dan berbaktilah padanya," nasehat Abi pada Hafsyah yang sedang bersiap-siap akan memasuki mobil.

"Ya Abi, Hafsyah akan melakukan apa yang harus Hafsyah lakukan. Tolong doakan kami ya Bi," ucap Hafsyah sungguh-sungguh. Nampak Bima hanya diam dengan sikap dinginnya, tanpa perduli ucapan Hafsyah barusan.

"Ya Nak! pasti kami akan selalu mendoakanmu," ujar Abi Hafsyah menatap sendu Hafsyah.

"Ya sudah Abi, Umi, kami pamit. Kami berangkat ya ... Assalammualaikum," ucap Bima pada mereka berdua.

"Wa'alaikumsalam," ucap Abi dan Umi serempak. Melambaikan tangan ke mobil anak dan mantunya.

***

 

Bima dan Hafsyah kini telah tiba di apartemen Bima yang begitu mewah. Halaman yang luas dan bangunan tinggi nan kokoh, membuat Hafsyah tercengang seketika. Sekilas Bima memandang Hafsyah dengan tatapan hina dan dingin.

'Sudah aku katakan kan padamu, bahwa kau memang gadis kampungan," ejek Bima mengejek Hafsyah yang masih diam memandangi apartemen mewah Bima.

"Cihh!" desis Bima kemudian segera masuk ke dalam apartemennya tanpa memperdulikan Hafsyah yang kesulitan membawa berbagai koper dan barang-barangnya.

 

"Kamarmu disana dan itu kamarku. Oiya, di sini tidak ada asisten. Jadi semua ini harus kau kerjakan sendiri tanpa asisten. Paham!" tekan Bima menekan kan kata-katanya pada Hafsyah yang nampak bingung.

"Namaku Hafsyah Mas," lirih Hafsyah menunduk.

"Heh! jangan mimpi aku akan menyebut namamu. Kita bukan siapa-siapa, kecuali di depan orang tua kita masing-masing. Jadi, jangan berharap lebih. ingat itu!" gertak Bima dingin. Bima memasuki kamarnya dan meninggalkan Hafsyah yang masih memandanginya dengan tatapan sayu.

 

Makan malam pun tiba, mereka makan dalam diam tanpa sepatah katapun kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Untuk beberapa saat mereka masih terdiam, dan tak lama terdengar langkah kaki wanita mendekati mereka. Wanita itu cantik dengan mek-up agak mencolok dan warna bibir yang menyala terang,rambut pendek sebahu berwarna coklat juga dengan rok yang selutut dengan kaki jenjangnya yang terlihat bersih dan mengkilap bak porselen. Hafsyah sangat terkejut dengan apa yang di lihatnya. Hafsyah menatap Bima yang terlihat tersenyum kepada wanita itu, wanita ini pun menghampiri mereka dan berkata.

" O ... Jadi ini wanita yang sudah di jodohkan dirimu Bim?" tanya wanita itu pada Bima lalu melirik Hafsyah sekilas dengan tatapan menghina. Membuat Hafsyah hanya bisa diam tanpa kata.

 

"Ternyata benar katamu Bima, gadis ini benar-benar kampungan heh!" ejek wanita itu lagi pada Hafsyah. Bahkan wanita itu menatap Hafsyah dari atas hingga bawah berkali-kali.

"Siapa dia Mas dan ada hubungan apa kalian?" tanya Hafsah terkejut. Seketika Bima langsung berdiri dan mendekati wanita itu.

"Kenalkan, dia Nadin dan Nadin adalah kekasihku, lebih tepatnya mantan tunangan ku. Karena kamu lah, kami jadi berpisah dan menjadi mantan tunangan," ucap Bma sinis pada Hafsyah.

"A-pa mas? Mantan tunangan' pacar. Apa maksud kalian," bingung Hafsyah lagi dengan bibir yang gemetar menahan sesak di dada.

"Sudahlah, kamu kan tau kita tidak ada hubungan apa-apa dan jangan pernah campuri urusan pribadiku. Ingat janji kita kemarin. Jadi jangan drama seperti itu di depanku," sarkas Bima lalu merangkul pinggang ramping Nadin di depan Hafsyah.

"Ayo sayang kita pergi," ajak Bima pada Nadin. Bima pun kini memeluk Nadin mesra di hadapan Hafsyah. Hingga membuat mata Hafsyah tertutup seketika. Seakan ia tak ingin melihat adegan mesra dan terlarang itu di depan matanya. Mereka berdua pun pergi meninggalkan Hafsyah yang masih terdiam dengan airmata yang sudah berlinang di balik cadarnya.

"Ya Allah Ya Rob ... kuatkan hati ku ini," gumam Hafsyah dengan suara lirih dan tercekat. Sambil memegang dadanya yang terasa penuh karena menahan sesaknya di dada Hafsyah saat ini.

Terpopuler

Comments

Bunga Syakila

Bunga Syakila

belum apa apa uda mewek thor

2022-01-03

0

t_€h_πo€®z

t_€h_πo€®z

masa orangtua Hafsah ga nyelidiki dulu calon mantunya ..
aneh aja orang shalihah seperti Hafsah dapat suami ga punya akhlaq begitu

2021-08-26

0

Lina aza

Lina aza

kbnyakan nikah paksa ko ceweknya lemahhh bisanya cm nangissss realnya mending pisah kabur ngapain punya suami g berahlaq selingkuh depan mata diam aja bkin emosi

2021-05-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!