Hati yang terluka

 

Dimas kini sudah sampai di halaman rumah Hafsyah, dan berniat menemui orang tua Hafsyah yang saat ini masih duduk di ruang keluarga. Dimas segera mengetuk pintu dengan perlahan. Umi hafsyah yang mendengar suara ketukan bergegas membuka pintu dan menyuruh dimas untuk masuk.

 

"Eh nak Dimas." sapa umi Hafsyah sedikit merasa terkejut melihat kedatangan Dimas. "Ada apa Nak Dimas? tumben datang kemari malam-malam," ucap Umi Hafsyah pada Dimas.

"Ya umi, sengaja Dimas datang kemari. Oiya Um, ini ada bingkisan untuk Umi dan Abi, mohon di terima," ucap Dimas dengan sangat sopan dan menyerahkan bawaannya pada Umi Hafsyah.

" Wah ... terima kasih ya Nak Dimas, Jadi ngrepotin, bentar Umi panggilkan Hafsyah dulu," ucap Umi Hafsyah hendak melangkah.

"Umi ga usah Mi ... Dimas hanya ingin ngobrol dengan Umi dan Abi saja," tolak Dimas segera membuat langkah Umi Hafsyah terhenti.

"Siapa mi?" tanya abi hafsah yang baru datang. "Dimas bi," jawab umi.

"Oh kamu mas ada apa tumben, malam-malam main kemari" bingung abi Hafsyah tiba-tiba

"Ga ada apa-apa Bi, cuma pingin main aja ke sini, udah lama juga Dimas ga ngobrol bareng Abi dan Umi kan," kikuk Dimas berusaha tenang meski sebenarnya merasa gugup.

 

Setelah beberapa lama mengobrol kesana kemari, tak terasa waktu sudah pukul sembilan malam. Membuat Abi dan Umi menyudahi obrolannya, Karena abi dan umi sudah lelah setelah seharian menyambut tamu yang dari luar kota. Dimas pun segera pamit pada orang tua Hafsyah. Namun, sebelum Dimas melangkahkan kakinya, Abi Hafsyah berkata.

"Dimas jangan lupa ya, dua minggu lagi datang ke rumah. Bakak ada acara pernikahan Hafsyah." ucap abi hafsah. yang langsung membuat kaki dimas lemas seketika dan berdiri mematung dalam beberapa detik. Segera dimas menoleh dan menatap abi nya hafsah. Dengan terbata dimas menjawab.

"Pernikahan Haf ...sya ... Bi?" tanya Dimas dengan bibir gemetar karena menahan sakitnya dalam dada. Ada rasa sesak yang begtu mendalam di hati Dimas saat ini.

"Iya Dim ... tadi calon suami Hafsyah Bima sudah kemari, dan sudah di tentukan juga tanggal pernikahan Hafsyah. Jadi Abi harap kamu bisa datang dan syukur-syukur bisa membantu Abi di sini," ucap Abi Hafsyah lagi tanpa beban.

"Oh iya Bi. Pasti, aku bakal datang dan akan membantu Abi sebisa Dimas," jawab Dmas dengan cepat. "Ya sudah Bi, aku pamit dulu Assalammualaikum," ucap Dimas dengan suara hampir tak terdengar.

"Walaikumussalam," jawab Abi dan Umi Hafsyah serempak.

 

Dimas melangkah pergi dengan perasaan hancur sehancurnya. Sungguh, tak menyangka, niat hati ingin mengambil hati orang tua Hafsyah sesuai rencana nya, justru kunjunganya ke rumah membuat Dimas terkejut bukan main. Kabar pernikahan Hafsyah yang secara tiba-tiba, membuat Dimas patah semangat dan hilang arah. Pupus sudah harapan dan impian Dimas selama ini dengan gadis pujaan hatinya. Ia memendam perasaan itu sedari remaja ketika Hafsyah dan Dimas duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dimana pertama kali Hafsyah menggunakan cadarnya dalam keseharian Hafsah di saat itulah hati Dimas terpaut dan benar-benar mengidolakan Hafsyah dalam mimpi besarnya.

 

Dimas selalu bermimpi ingin mempunyai istri yang sholehah seperti Hafsyah dalam kriteria dan idamanya. Namun, kini harapan itu telah hilang, karna Dimas sudah menyia-nyiakan waktunya selama ini. Ya, Dimas merasa bodoh karena Dimas selama ini tidak terpikirkan mendekati orang tua Hafsyah selama ini. Dimas pikir, orang tua Hafsyah sudah mengetahui selak beluk keluarga Dimas itu sudah cukup. Ternyata dugaan semua itu salah, karena perhatian dan cinta memang harus di tunjukan dengan pembuktian dan pendekatan melalui keluarga nya terlebih dulu yakni orang tua Hafsyah. Dimas hanya bisa menyesali kebodohan nya dan merutuki dirinya yang kurang cepat dalam mengambil hati gadis pujaannya.

***

Persiapan kini sudah selesai dan semua sudah siap begitupun akad yang akan segera di mulai. Hafsyah masih di kamarnya menunggu calon suami untuk ijab, dengan jantung yang berdebar-debar, dan tak terasa air mata haru membasahi pipi Hafsyah yang putih dan mulus. Dengan cepat air mata segera di hapus dengan lembut oleh dua temannya. Fina dan Rere menatap Hafsyah dengan begitu penuh kekaguman karena kecantikannya yang benar-benar sempurna dan alami.

 

"Hafsyah, apa yang kau lakukan? Kenapa kau harus menangis di hari bahagiamu ini?" tanya Rere pada Hafsyah.

 

"Ga apa-apa Re, aku hanya menangis haru saja, bukan kareba sedih kok," jawab Hafsyah lirih.

 

"Ya ya, sebaiknya jangan ada air mata, sebab itu bisa merusak mek-up mu nanti," ucap Rere lagi.

Hafsyah segera memeluk Rere, sedang Fina masih diam dan mematung, kemudian ikut memeluk Hafsyah dan Rere.

'Tidak kah kau tau Hafsyah, di luar sana ada pemuda yang begitu tulus dan sangat mencintaimu Syah. Bahkan dia hadir di acara bahagiamu ini. Aku tau dalam hatinya, pasti sangat sakit dan begitu hancur karena kau telah bersanding dengan lelaki lain.' batin Fina merasa sedih karena memikirkan perasaan Dimas pada Hafsyah.

Meskipun Fina juga ada rasa pada Dimas tapi dia lebih bahagia jika dimas bahagia. Bagi Fina itu sudah lebih dari cukup, karena terkadang cinta memang tak harus memiliki. Tapi melihat Dimas yang terluka sungguh membuat hati Fina pun ikut teriris sembilu.

Acara ijab kabul berjalan dengan lancar. Semua orang mengucap sah dan hamdallah lalu membaca doa pengantin. Segera Umi Hafsyah menghampiri Hafsyah dan membawa Hafsyah ke pelaminan. Hafsyah berjalan dengan anggun nya dengan di apit ibu dan mertua nya rere dan Fina di belakang Hafsyah. Sungguh, pemandangan yang indah menyejukkan semua mata bagi siapa saja yang memandangnya, balutan pengantin dengan gamis syar'i warna putih, juga khimar yang senada dengan cadar yang menutupi wajah cantiknya tak mengurangi keanggunan dan kecantikan Hafsyah yang tersembunyi selama ini. Dimas yang melihatnya tak berkedip sedikitpun, ada perasaan haru dan sakit di sana. Dimas menatap Hafsyah dengan tatapan sayu dan sendu, untuk kemudian langsung menunduk karena ada buliran bening jatuh membasahi wajah Dimas saat ini. Sakit dan perih itulah yang Dimas rasakan melihat wanita yang selama ini diam-diam mengisi relung hatinya bahkan sempat bermimpi untuk hidup bersamanya. Sekarang entah apakah perasaan ini akan terus berlanjut hingga Dimas benar-benar lelah dengan semua ini. Atau berhenti dan terus berharap menanti keajabaiban. Dimas pun melangkah pergi ke luar untuk menenang hati dan pikirannya.

 

Hafsyah segera duduk di samping lelaki yang kini sudah menjadi suaminya, dan kemudian menunduk karena merasa malu. Dengan segera Bima memasukkan cincin ke jemari Hafsyah begitupun Hafsyah memasukkan cincin ke tangan suaminya, untuk kemudian menyalami suaminya dengan takzim begitupun Bima mencium kening Hafsyah sekilas.

Setelah mengikuti berbagai acara, kini saatnya acara pun telah selesai tepat pukul sepuluh malam. Tamu-tamu sudah mulai sepi dan berkurang hanya ada keluarga yang tersisa disana.

 

Hafsyah pun segera masuk ke kamar dan melepas cadar penutup wajah, kemudian segera membersihkan diri ke kamar mandi. Setelah selesai di lihatnya suaminya sudah duduk santai di sofa sambil memegang smartphonenya. Bima sempat melihat sekilas, saat Hafshah membuka cadar dan terlihatlah dengan jelas kecantikan Hafsyah yang begitu sempurna di depannya. Membuat Bima sempat tak berkedip persekian detik. Namun, dengan cepat Bima mengalihkan pandanganya dan kembali bersikap dingin. Hafsyah segera menghampiri suaminya dan bertanya, meski sempat ada rasa gugup. Karena ini hal pertama kalinya Hafsyah satu ruangan dalam kamar pribadinya, terlebih Hafshah sama sekali belum pernah berhubungan dengan lelaki satupun, jadi ini benar-benar hal sangat baru bagi Hafsyah, dan membuat Hafsyah ragu dan gugup untuk memulai percakapan dengan lawan jenis. Terlebih dengan lelaki yang baru di kenalinya dan kini, lelaki asing itu telah menjadi suaminya. Dengan gugup dan sedikit ragu-ragu Hafsyah mendekat dan berkata.

 

"Mas mau dibikin kan minum apa?" tanya Hafsyah dengan gugup.

 

Bima hanya diam tak berkutik. Sekali lagi Hafsyah mencoba bertanya dan mendekati lelaki yang kini menjadi suaminya.

" Mas mau minum apa?" tanya Hafsyah lagi. Kali ini dengan suara yang agak keras supaya suaminya mendengar.

"Hmm," jawab Bima tanpa menoleh

 

"Mas," panggil Hafsyah lagi

 

"Apa sih kamu ganggu aku saja, sudah sana jangan ganggu-ganggu aku," jawab Bima ketus "Oiya, jangan harap pernikahan ini akan berjalan dengan semestinya. Karena aku sama sekali tidak mencintaimu sedikit pun dan pernikahan ini terjadi hanya karna orang tua kita. "Jadi jangan berharap lebih padaku karna aku benar-benar tidak menginginkan pernikahan ini terlebih dengan gadis kampung sepertimu," ucap Bima kesal.

Deggg! hati Hafsyah terasa nyeri sakit sungguh sakit.

'Ya Tuhan, ada apa ini,' batin Hafsyah merasa sedih seketika.

Di malam pertama Hafsyah bukan bahagia yang di dapat seperti layaknya pengantin pada umumnya. Hafsyah hanya bisa menangis di malam pertama nya. Ya, Hafsyah menangis karena pernikahan yang tak sesuai dengan mimpi nya. Hafsyah yang ingin berbakti pada orang tuanya justru harus menanggung derita yang tak pernah Hafsyah mimpikan sebelum nya. Hafsyah menangis dalam diam, hingga membuat Hafsyah merasa lelah kemudian tertidur di ranjang pengantin tanpa ditemani suaminya. Karena Bima lebih memilih tidur di sofa daripada harus tidur bersama dengan Hafsyah.

 

Terpopuler

Comments

Sulati Cus

Sulati Cus

awas y tar klu bucin

2022-03-24

0

Shuhairi Nafsir

Shuhairi Nafsir

cerita novel yang telah membodohkan dan merendahkan maruah seorang wanita yang solehah Dan ego para orang tua mereka.

2022-02-22

0

Nova Lasari

Nova Lasari

lanjut thor semngat

2022-02-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!