“Gak! Gue gak bisa kayak gini!”
Naraya duduk disisi ranjangnya. Sepatu masih belum terlepas, tasnya pun masih setia tergantung di lengan kirinya. Naraya bingung memikirkan Nasibnya. Harris adalah pacar Nadira, bagaimana bisa dia berakhir menjadi tunangan Harris?.
“Gue harus ngomong sama Nadira!”
Naraya bangkit, dia melempar tas ke ranjang dan tergesa-gesa membuka pintu. Tapi selangkah kakinya keluar kamar dia berhenti.
“Nggak, jangan ngomong sama Nadira, sejak kapan gue bisa ngomong sama Nadira? lagian keputusan akhirnya pasti ada di Harris. Ya, berarti gue harus ngomong sama Harris."
Naraya keluar, menuruni anak tangga dengan terburu-buru. Semoga Harris belum pulang, pikirnya.
“Mi, Harris dimana?”
Naraya berhenti di ujung tangga. Dia melihat Renata berjalan kearah dapur dengan membawa nampan sisa makanan dan minuman dari arah ruang tamu.
“Harris udah pulang?”
Tidak mendapatkan jawaban Naraya kembali bertanya, seraya mengikuti langkah Renata menuju dapur.
“Kamu yang sopan sedikit dong Raya, Harris itu lebih tua daripada kamu dan sebentar lagi dia akan jadi tunangan kamu. Panggil dia Kakak." Renata menjawab tanpa menghentikan aktifitasnya, meletakkan gelas dan piring kotor di westafel. Sedangkan Naraya setia mengekori.
“Mi?” Naraya menarik halus lengan Renata, agar menatapnya ketika berbicara.
“Mami sedang sibuk Ray, kamu kalau tidak membantu sebaiknya kembali ke kamar." Renata tetap melanjutkan kegiatan cuci piringnya. Urusan dapur memang dipegang sepenuhnya oleh Renata, sedangkan para Asisten Rumah Tangga bertugas membersihkan rumah.
Renata sangat mengenal Naraya yang anti mengurus dapur. Menghidupkan kompor pun Naraya tidak bisa, entah apa keahlian anak keduanya itu. Sampai sekarang dia belum mengetahuinya. Sangat berbeda dengan Nadira. Nadira pintar secara akademik, menurut kepada kedua orang tua, memiliki sifat yang sopan dan suka membantu orang lain.
Di hari minggu atau libur pasti Nadira akan membantu Renata untuk memasak. Sedangkan Naraya jangan ditanya, hobinya hanyalah main main dan main.
“Mi?” Naraya mencoba keberuntungan, semoga kali ini Maminya itu mau mendengarkannya dan ternyata benar, Renata mencuci tangannya dan menatap kearah Naraya. Naraya tersenyum.
“Mami, Harris itu pacarnya Nadira. Gimana bisa Raya tunangan sama Harris Mi?” Naraya memulai misinya.
Renata terlihat berpikir. Apa benar yang dikatakan Naraya?
“Kamu kata siapa?”
“Bukan kata siapa-siapa, tapi emang Nadira dan Harris itu pacaran dari SMA Mi." Naraya menggebu-gebu.
“Kamu jangan fitnah Nadira, Nadira itu tidak pernah pacaran, apalagi saat SMA. Dia itu fokus belajar, bukan seperti kamu yang kerjaannya main terus. Mami nggak suka ya Raya kamu fitnah Nadira hanya untuk membatalkan perjodohanmu dengan Harris." Renata membela Nadira.
“Salah strategi." Naraya membatin.
“Benar kata Selena, gue harus buat Harris ilfeel sama gue. Sampe dia jijik, bila perlu sampe alergi liat muka gue. Gak pedulilah dia pacarnya Nadira atau bukan. Nyatanya 3 hari lagi pertunangan sialan itu bakal terjadi." Naraya bertekad dalam hati, bahwa ia akan membuat Harris sendirilah yang membatalkan perjodohan ini.
“Naraya, kenapa melamun?” Renata bingung, kenapa Naraya mendadak melamun setelah mendengarkan jawabannya, padahal tadi dia begitu menggebu-gebu membicarakan Nadira dan Harris.
Naraya sadar, percuma mendebatkan hal ini dengan Mami, Papi bahkan Nadira sekalipun. Jalan satu-satunya hanya melalui Harris. Naraya menyelipkan sebagian anak rambutnya yang terasa geli dipipi ke telinga, setelah itu ia langsung memeluk Renata.
“Iya Raya salah, maafin Raya ya Mi?” Naraya mendongak keatas, memandang wajah tersenyum Renata.
“Lebih baik sekarang kamu mandi, setelah itu turun bantu Mami di dapur." Naraya menurut, ia melepaskan pelukannya dan berjalan menuju kamar.
***
Naraya berendam didalam bathup, dengan rambut diikat tinggi dan hanya tersisa anak-anak rambut yang terurai basah menempel di area belakang lehernya.
“Waktu gue cuma 3 hari, sekarang tanggal 18." Naraya menghitung dengan jari-jari tangannya.
“Berarti tanggal 21 kiamat." Nayara menyandarkan bahunya dipinggiran bathup.
“Nggak bisa nunggu besok, malem ini juga gue harus beraksi!” Naraya bergegas pindah posisi ke arah shower, dibilasnya semua busa dan berlari keluar kamar mandi.
Dilihatnya jam dinding yang menempel di dinding.
“Jam 7 malam."
Naraya membuka lemari pakaian, diobrak-abrik sampai menemukan yang ia cari. Ya! Naraya menemukan baju tidur favoritnya dulu, ketika SMP.
Dia sengaja tidak membuangnya karena terlalu menyukainya. Baju tidur terusan lengan pendek dengan tinggi diatas lutut, warnanya sudah mulai pudar, bahkan salah salah satu ketiaknya bolong. Dan jangan lupakan jamur lucu hitam kecil-kecil berbentuk pulau-pulau dibagian dadanya.
“Sempurna!” Naraya tersenyum, memandang dirinya sendiri di dalam cermin. Baju tidurnya ini ternyata masih muat.
Naraya bergegas turun, menghampiri Renata di dapur. Ternyata disana sudah ada Nadira.
“Mami." Naraya langsung duduk di meja makan, menyasiknya Renata dan Nadira yang sepertinya sudah selesai masak, hanya menyiap-nyiapkan ke dalam piring dan mangkok tempat sayur.
“Sayang, ini sayurnya letakkan di meja makan." Renata memerintahkan Naraya. Naraya berdiri, namun kembali duduk ketika mendengar Nadira berbicara.
“Tidak usah Mi, biar Nadira saja." Jawab Nadira cepat
“Mi, kita ajak Harris makan malam disini ya?" Naraya memulai misi.
“Nggak bisa, Kak Harris lagi sibuk buat judul magangnya. Kalaupun bisa makan malam disini tanpa harus kamu suruh pun dia juga akan tetap tinggal dan tidak pulang.” Nadira menjawab dengan nada tidak suka. Tapi bagi Renata jawaban Nadira sangat benar. Tadi Harris dan Yuda buru-buru pulang, karena sibuk dengan urusan masing-masing.
Naraya cemberut.
“Coba aku telpon dulu deh Mi." Naraya lalu bergegas menuju telepon rumah. Naraya tidak mempunyai nomor ponsel Harris, jadi dia mengandalkan buku telepon yang tersedia disana. Dengan teliti dia mencari nama Yuda Sanjaya.
“Ini dia!" Naraya sorak bergembira.
Tut tut tut
“Halo?" Yuda menjawab telepon Naraya.
“Halo Om, ini Raya."
“Iya Ray, ada apa Nak?" Suara Yuda sungguh lembut, berbeda dengan Johan yang terdengar tegas dan mengerikan. Mungkin karena Yuda juga harus berperan sebagai ibu bagi Harris.
“Harris nya ada gak Om?." Naraya memang sejak dulu memanggil Harris tanpa embel-embel kakak, dan Yuda tidak mempermasalahkannya.
“Ada Nak, kenapa tidak telepon kenomor Harris langsung?” Yoga.
Naraya berpikir keras.
“Nomornya hilang Om, kan ponsel Raya kemarin hilang, jadi semua nomor gak ada yang tersisa." Naraya harap-harap cemas. Masa iya dia tidak punya nomor Harris?
“Yasudah, Om panggil dulu ya."
Naraya mendengar suara Yuda ang memanggil-manggil Harris.
“Halo kenapa Ray?” Harris.
Deg!
Jantung Naraya bergetar, seumur hidup baru kali ini ia mendengar suara Harris di telepon. Suara Harris sungguh seksi, suaranya telponable sekali pikir Naraya.
“Um Ris, jadi gini, um lo, um mau gak?" Naraya gugup.
“Mau apa?” Harris memotong cepat.
“Gue tadi bantu Mami masak, lo makan malam disini ya! Gue tunggu." Dengan sekali tarikan napas Naraya berbohong dan meminta Harris untuk makan malam dirumahnya. Tanpa menunggu jawaban Harris dia menutup sambungan telepon.
"Haduh begok begok begok!” Narya bergumam sambil memukul-mukul kepalanya. Menyesali kelakuannya sendiri.
“Harusnya lo rayu Harris, bukannya bentak begitu! Hih, kenapa sih gue gak jadi Nadira aja, yang lemah gemulai lembut melambai." Naraya mengutuk dirinya sendiri, membenci dirinya sendiri. Seandainya dia terlahir menjadi Nadira, pasti hidupnya akan lebih beruntung.
“Kak Harris kesini?” Nadira menghampiri Naraya.
Naraya tidak menjawab, dia melewati Nadira dan berjalan menuju dapur. Tapi langkahnya terhenti ketika lengannya dicengkram kuat oleh Nadira.
“sh*t! Lepasin!” Naraya menarik tangannya kuat, tapi tetap kalah dengan kekuatan cengkraman tangan Nadira.
“Apasih mau lo?” Naraya melotot.
“Gue nggak mau tau, lo harus batalin perjodohan ini. Mau lo nikah sama orang yang mencintai orang lain. Dan orang lain itu adalah gue." Nadira berkata pelan dan menekan, dia mengancam tapi tidak mengizinkan orang lain untuk mendengar. Cukup Naraya saja yang mendengarnya.
Naraya menarik tangannya ketika mulai terasa cengkraman tangan Nadira melemah.
“Gue juga gak sudi nikah sama Harris."
Naraya balik badan ingin meneruskan niatnya tadi untuk pergi ke dapur. Namun sekilas misi-misinya mulai muncul dikepala. Naraya kembali menatap Nadira yang masih setia berdiri ditempat yang sama.
“Kalo Harris cinta sama lo, harusnya dia yang batalin perjodohan ini!”
Naraya pergi, berharap bom nya pas mengenai sasaran. Dia berharap Nadira akan merengek-rengek pada Harris untuk membatalkan perjodohannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Nurliah Kisarani Lia
5 like for u thor..
semangattss
2021-05-06
1
Sis Fauzi
semangat up Thor ❤️ jaga kesehatan selalu 👍
2021-04-04
0
Wiselovehope🌻 IG@wiselovehope
❤️🤗👍❤️🤗😍
2021-03-20
1