Keesokkan harinya.
Diruang tunggu Naura masih saja menangis menangis, di hanya dapat tertidur sesaat kemudian kebangun lagi, disetiap dia terbangun selalu teringat oleh Raymond, selalu saja air mata itu turun dengan sendirinya.
Mama Ayu telah pulang kerumah untuk istirahat, dia juga tidak ingin terlalu ikut campur dalam rumah tangga anaknya.
Mama Vina dan Kak Rini tidak terlihat disana.
Saat ini Raymond sudah dapat dipindahkan keruang rawat inap biasa, setelah dilakukan tindakkan operasi untuk pendarahan di otaknya.
Dari keterangan polisi, Raymond dikatakan bertabrakan dengan pengendara mobil lainnya karena mengendarai dalam kecepatan tinggi, sedangkan orang yang bertabrakkan dengan Raymond dibawa kerumah sakit lain oleh keluarganya.
*****
"Sayang bangun" teriak Naura yang saat ini sudah bisa melihat Raymond, bersama suaminya dalam 1 ruangan.
Dengan air mata yang terus menetes, Naura sangat sedih melihat kondisi Raymond bagian kepalanya berperban, kakinya lecet, luka sedikit dibagian mukanya, infus ditangan kirinya, selang oksigen di hidungnya, selang makanan di hidungnya, membuat Naura melihatnya menambah kesedihannya, melihat penderitaan yang dialami oleh Raymond saat ini.
"Rayyyyy" suara sendu Naura memanggil suaminya.
"Bangunnnnn" teriaknya di telingga Raymond, menguncang badan Raymond, tetapi hanya sesaat, dia sadar kembali itu tidak boleh dilakukan, itu menyakiti tubuh Raymond.
"Ray, aku sama siapa kalau kamu begini terus" ucap lirih suara Naura.
Naura benar-benar terus menumpahkan air matanya, air matanya terus mengalir pipinya, menetes ke lantai. Saat ini memang yang bisa dia lakukan hanya menangis, memohon kepada Tuhan untuk membangunkan suaminya.
Dokter berkata kalau Raymond tidak bisa dipastikan kapan dia akan bangun, dengan kondisinya sekarang, hanya jika perawatan diluar negeri mungkin lebih cepat penyembuhannya.
*****
"Ini untuk mu dan jangan pernah lagi kamu menghubungin kami!" Menglemparkan sebuah amplop putih.
"Dan jangan pernah mencari Raymond lagi!" Cerca kak Rini.
Di lihatnya kop surat diatasnya bertuliskan pengadilan agama.
"Apa ini ma?!" Tanya Naura dengan binggung, sesaat dia menghapus air matanya untuk berhenti.
"Apa kamu katamu? Baca sendiri!" Ucap Kak Rini dengan ketus.
Dengan tangan yang bergetar Naura membuka kertas amplop itu. Entah bagaimana mama Vina dan kak Rini mengurus surat ini, entah sejak kapan juga surat ini terbuat.
Kak Rini membawakan sebuah pulpen dengan cara dilempar ke depan Naura. Perlakuan mereka ke Naura benar-benar keterlaluan didepan Raymond yang sedang koma.
Naura kembali menumpahkan air matanya.
Perasaannya kali ini terlalu sakit untuk dia alami.
"Tanda tangani surat cerai itu sekarang juga" perintah mama Vina, membuat Naura sangat merasakan sakit, harus dipaksa bercerai dari suaminya tanpa sebab dan alasan jelas, bahkan hubungan dia dengan suaminya sangat baik-baik saja, walau belum dikaruniai momongan.
"Ma, kenapa aku harus bercerai dari Ray?" Tanya Naura dengan suara bergetar.
"Jangan paksa kami bercerai ma!" Pinta Naura memohon dibawah kaki mama mertuanya ini.
"Biarkan aku mengurus suami ku, ma! Aku akan terima apa pun kondisi Ray nantinya!" Lirih Naura.
"Tidak, mulai detik ini aku tidak akan mengizinkan mu menyentuh putra ku, aku hampir kehilangan putra ku satu-satunya hanya karena diri mu!"
"Semua karena mu!" Pekik Mama Vina.
"Ma, ini bukan salah ku, ini takdir yang membuat Ray seperti saat ini, aku juga tidak mau ma, Ray harus terbaring begitu, aku ingin Ray selalu disamping ku"
"Hiks, hiks, hiks" semakin kencang suara tangisan Naura, memilukan hati.
"Mama juga seorang wanita, mama tau perasaan menjadi aku!" Ucap Naura sambil menangis masih dengan memohon kepada mama Vina untuk tidak membuatnya bercerai dari Raymond.
"Aku ingin kau bercerai!"
"Kau juga sudah lama aku tunggu untuk memberikan kami cucu, tetapi itu tidak ada hingga sekarang" bentak mama Vina.
"Rini" panggil mama Vina dengan mengerakkan lehernya seperti memberi isyarat kepada Rini untuk melakukan sesuatu.
"Kau setelah bercerai juga tidak akan pernah lagi bertemu dengan Raymond karena kami akan membawanya keluar negeri!" Ucap kak Rini dengan sinisnya.
"Kak, tolong kak, tolong ngertiin perasaan aku, kakak seorang wanita! Mohon Naura pada kak Rini.
"Aku tidak tau perasaan mu, aku belum menikah jadi tidak tau rasanya bercerai!" Ucap Kak Rini dengan sombongnya.
"Ma, aku mohon jangan pisahkan kami ma! Tolong ma, tolong!" Naura terus masih memohon kepada mama Vina.
Mama Vina hanya diam saja dan ketika Naura berusaha lagi untuk mengapa kaki mama Vina untuk memohon, mama Vina menepisnya dengan cepat.
"Sini" ucap kak Rini dengan galaknya.
Menarik tangan Naura,
"Tanda tangan sekarang juga" bentak Rini.
Karena keputusaan yang sangat dalam dan karena sangat tidak dihargai sebagai wanita, akhirnya Naura pun menanda tangani surat perceraian itu. Setelah sesaat terdiam memikirkan kembali bagaimana nantinya dia.
"Ma, izinkan aku terakhir kali memeluk Ray!"
"Maa, aku mohon ini terakhir kali" tangis Naura. Dalam ruangan ini ramai karena suara ketiga wanita itu dan tangisan Naura.
"Baik, hanya sebentar" mama Vina mengizinkannya.
"Teri-ma kasih ma!" Ucap Naura.
Kemudian Naura mendekati tubuh Raymond memeluk dan menangis dalam memeluk suaminya.
"Maafkan aku, enggak bisa bertahan" bisik Naura sambil menangis ditelingga Raymond.
Raymond hanya terlihat menitikkan air mata sedikit.
"Aku sangat mencintai mu!" Ucap Naura pada Raymond dengan sangat lirih hingga air mata Naura menetes ke pipi Raymond dan Raymond juga sepertinya mengeluarkan air mata.
"Pergi kamu, sekarang kamu orang asing" ucap Kak Rini sambil menyeret Naura keluar dengan langkah kaki yang berat Naura pun meninggalkan rumah sakit.
Saat Naura berjalan keluar, dia berpapasan dengan seorang wanita yang berjalan masuk buru-buru seperti menuju ruangan Raymond.
Dapat dilihat betapa lusuhnya Naura, berantakan tak terurus dari kemarin dia mendapat kabar bahwa Raymond kecelakaan saja dia tidak makan, apa lagi saat ini dia sama sekali tidak memberi makan pada cacing-cacing di perutnya.
Dia pulang kerumah mama Ayu.
"Maaaaa" tangis Naura kian deras, air matanya terus jatuh, bahkan butiran besar. Naura bersimpuh dibawah kaki mamanya, mama Ayu sedang duduk dikursi, Naura dilantai memegang, memeluk kaki mamanya, menangis disana.
"Ada apa dek?" Tanya mama Ayu, berusaha membawa Naura naik dari bawah lantai, tetapi Naura tidak mau, malah memperat pelukannya dikaki mama Ayu.
"Apa aku enggak pantas ma jadi seorang istri, apa aku enggak pantas nemanin suami aku yang sedang sakit, apa aku enggak pantas ma jadi seorang ibu" tanya Naura pada mamanya, dia membiarkan air matanya terus jatuh tanpa mau berhenti.
"Kamu pantas untuk semuanya dek, kamu juga seorang wanita yang sudah punya suami, sudah jadi istri, hanya Tuhan belum memberikan mu amanah saja nak!"
"Kamu sabar ya dek, mama yakin kamu bisa lalui!" Ucap sang mama dengan lembut sangat prihatin melihat kondisi Naura.
Dia rasanya juga ingin menangis, siapa seorang mama yang tidak akan menangis melihat kondisi anaknya sedemikian rupa, hancurnya, tentu sakit hati sebagai seorang mama, melihat putrinya begitu tetapi mama Ayu menahan tangisnya di depan Naura, dia ingin menjadi contoh yang baik buat anaknya, menjadi wanita tegar, wanita hebat itu menyakitkan memang.
"Ma, aku dipaksa bercerai dari Raymond oleh mertua ku" ucap Naura dengan lirih.
"Apa salah ku ma" teriak Naura, dia histeris.
"Kapan air mata ini bisa kering ma, aku capek menangis, aku lelah!" Suara lemah Naura.
Plukk! Naura terjatuh dilantai, dia pingsan.
Mama Ayu sangat panik melihat Naura yang pingsan. Dia pun segera berlari keluar mencari pertolongan, beberapa tetangga pun datang, lalu membantu mama Ayu membawa Naura ke kamarnya. Lalu para tetangga pun pulang, mama Ayu sangat berterima kasih pada para tetangga bersedia datang menolongnya.
Mama Ayu kini pun meneteskan air matanya, dia menangis diwajah keriputnya terdapat air mata yang mengalir. Sekuat apa pun dia bertahan, air matanya berhasil lolos juga. Tetapi memang mama Ayu menangis ketika Naura sedang dalam keadaan pingsan.
"Kasihan sekali hidup mu nak" gumam mama Ayu dengan lirih.
"Mama hanya ingin kamu bahagia, bukan mengalami hal begini" gumam mama Ayu sambil mengusap air matanya.
Sebelumnya mama Ayu sudah meminta tetangganya yang seorang bidan datang untuk memeriksa Naura, walah seorang bidan bukan dokter setidaknya mengetahui kondisi yang Naura alami.
Kini bidannya sudah datang, tentu mama Ayu sudah menghapus air matanya, berusaha tersenyum pada bidan yang datang untuk memeriksa Naura.
"Bagaimana mbak?" Tanya mama Ayu pada bidan yang biasa dia panggil mbak, karena memang tetangga sering kumpul.
"Naura dehidrasi, perutnya kosong dan satu hal lagi, ini tidak boleh dibiarkan karena akan menganggu tumbuh kembang sang janin" ucap bidan itu sambil tersenyum.
"Apa mbak, anak ku hamil?" Tanya mama Ayu pada bidan itu.
Mama Ayu teringat jika Naura kemarin berkata jika dia memang telah telat datang bulan sudah 1 minggu lalu, hanya saja dia tidak mau melakukan pengecekkan lagi, karena terlalu kecewa pada hasilnya.
"Iya, tetapi masih sangat kecil, janinnya juga belum terbentuk!" Ucap bidan itu.
"Ini resepnya nanti ditebus"
"Baik mbak, terima kasih banyak!"
Kemudian bidan itu pun pulang setelah memeriksa Naura. Kini tinggal mama Ayu dan Naura, mama Ayu enggak tau harus bersikap bagaimana. Dia sangat senang dengan kehadiran calon cucunya, tetapi dia juga sangat sedih melihat kondisi Naura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Mut Mainah
Baru berapa episode rhor kok udah bikin aku😭😭😭
2023-07-31
0
Putri Minwa
Widih kok mertua galak banget tuh
2022-11-08
0
Debbie Teguh
naura lemah, ngapain ttd segala, oret2 aj asal2an
2022-04-11
0