Selamat membaca!
Ryan terus menatap kagum wajah Nisa yang kini sudah bersemu merah karena sorot mata Ryan yang terus memandanginya.
"Tuan, apa mau aku buatkan sesuatu?" tanya Nisa berusaha mengusir rasa canggung yang seketika hinggap dalam pikirannya.
Ryan tersadar dalam kekagumannya. Ia pun tak ragu mengembangkan senyuman di wajahnya untuk Nisa. "Tidak usah, saya tidak lama lagi akan pulang."
"Oh begitu, baiklah Tuan." Nisa melemparkan senyum balasan untuk Ryan. Kini keduanya saling menatap dan rasa kagum membuat mereka tak sungkan untuk saling memuji.
"Kamu itu cantik seperti mantan istriku, Nisa." Pujian Ryan membuat pancaran mata wanita itu berbinar-binar. Raut wajah Nisa semakin merona, menahan rasa malu akibat pandangan Ryan yang tak teralihkan ke arah wajahnya.
Ryan beringsut maju untuk berpindah ke sofa yang sama dengan tempat Nisa duduk, hingga membuat debar jantung Nisa semakin tak beraturan. Namun, entah kenapa rasa takut yang awalnya timbul saat melihat Ryan, kini tak ada lagi dalam pikirannya. Semua berubah menjadi kekaguman karena sudah sejak lama, tak ada pria yang melontarkan pujian padanya, selain Ryan.
Terakhir Nisa memiliki seorang tambatan hati saat dua tahun yang lalu. Namun, sayangnya hubungan itu harus berakhir tragis karena lelaki itu ternyata telah dijodohkan oleh keluarganya. Sejak saat itu, hingga sekarang belum ada satu lelaki pun yang mampu bertahta di dalam hatinya yang kosong dan tak berpenghuni itu.
Kedua mata mereka saling bertaut dalam. Ryan entah kenapa semakin berani mendekat ke arahnya. Tubuh keduanya pun menjadi rapat tak berjarak dan membuat aliran darah pria tampan itu kian berdesir hebat, ia pun kini mulai merasakan ada sesuatu yang berontak hebat di dalam celana yang dikenakannya.
"Tuan, apa tidak bisa Anda duduk di sebelah sana?" protes Nisa yang juga mulai sulit untuk bernapas karena tiba-tiba suasana berubah menjadi panas di sekitarnya.
"Maafkan saya Nisa, tapi entah kenapa wajahmu mengingat saya pada Bella, mantan istri saya yang sudah meninggal setahun yang lalu." Ryan menatap semakin dalam manik mata Nisa yang berwarna kecokelatan. Kala itu mereka seolah telah saling mengenal dalam kurun waktu yang sangat lama, walau pada kenyataannya mereka baru saja mengenal satu jam yang lalu.
Nisa berusaha memperlebar posisi duduknya. Namun, sandaran sofa membuatnya tak memiliki ruang lagi untuk dapat menjauh dari tubuh Ryan yang benar-benar sudah sangat rapat dengannya, pria yang dalam sekejap berhasil menaklukkan hatinya lewat karisma yang dimilikinya.
"Bolehkah saya menyentuhmu, Nisa?" tanya Ryan dengan ragu. Namun, entah darimana keberaniannya muncul, hingga ia mampu mengatakan hal yang sekurang ajar itu pada wanita yang baru saja dikenalnya.
Nisa pun tercekat kaget dan terlihat menggeleng tanda bahwa sebenarnya dirinya tak mengizinkan apa yang ingin Ryan lakukan kepadanya. Namun, saat itu lidahnya terasa kelu dan membuatnya tak dapat mengucapkan sepatah kata apapun. Ryan kini mulai menjamah wajah Nisa yang sangat mirip dengan Bella dan tak mengindahkan gelengan kepala wanita itu yang terlihat ragu di matanya. Wajah istrinya yang telah tiada, yang selalu ia rindukan setiap malam dengan berjuta penyesalan yang masih melekat dalam hatinya. Terlebih ingatan malam itu masih sering teriang dalam ingatannya. Malam dimana ia mendapati tubuh Bella bersimbah darah dan sudah tak dapat lagi diselamatkan.
Ryan tanpa ragu mencium tepat pada bibir Nisa yang merah merekah. Pria berkarisma itu mulai menciumi dengan nafsunya yang semakin memburu. Ciuman yang awalnya hanya berlangsung sepihak saja, kini mulai terbalas pagutannya dan keduanya saling memagut mesra. Saat itu mereka benar-benar lupa bahwa keduanya baru saja bertemu dan saling mengenal beberapa menit yang lalu.
Suasana pun semakin terasa intim dan udara di sekitar mereka mulai memanas, setelah Ryan berhasil membuat tubuh Nisa berbaring di atas sofa yang memang memiliki ukuran yang pas dengan tubuh Nisa. Pria itu pun mulai melucuti pakaian yang Nisa kenakan, hingga membuat tubuh wanita itu tampak indah di pandangan matanya.
"Tubuhmu benar-benar indah," puji Ryan mulai menjamah tubuh Nisa.
"Ya ampun, mimpi apa aku ini? Pria ini yang baru saja aku kenal, saat ini sedang menikmati tubuhku. Apa aku bodoh tak berontak? Tapi entah kenapa, aku menikmati permainannya," batin Nisa merasakan getaran di sekujur tubuhnya.
Bersambung✍️
Visual :
Ryan Brawster
Nisa Almeira
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
♕ 🍭SIT SUM❤❤
gx salah tuh... baru ketemu sekali masa langsung main sisir wae
2022-10-21
0
Andini Muulanaa
main nyosor aja nih
2022-09-10
0
Andini Muulanaa
visualnya behh
2022-09-10
0