The Anti-Knight

The Anti-Knight

Permulaan

Di sebuah negara bernama Republik Incandescia terjadi sebuah perebutan kekuasaan yang mengakibatkan kekacauan di negeri tersebut. Para kesatria saling berperang untuk membela kelompoknya. Para kesatria itu juga tidak segan-segan membakar rumah dan peternakan milik penduduk apabila para penduduk menolak untuk membayar upeti. Mereka tidak perduli sedikit pun dengan nasib para penduduk yang ditindasnya.

Di tengah kekacauan itu ada seorang pemuda yang memandangi dari kejauhan. Dia memiliki kulit putih, berambut lurus seleher berwarna hitam dan warna iris matanya juga berwarna hitam. Dia mengenakan sebuah baju zirah ringan dan jubah berwarna kuning. Di pinggangnya terdapat sebuah pedang jenis gladius dengan bilah berwarna kuning dan sarung pedang serta gagang yang terbuat dari emas.

Dia melihat seorang anak laki-laki yang terluka pada bagian punggungnya. Anak tersebut berlari ke arahnya dan jatuh tersungkur tepat di hadapannya. Anak tersebut memegangi kaki pemuda tersebut seolah memohon pertolongan. Namun tak lama kemudian anak tersebut pun mati karena kehabisan darah. Pemuda tersebut

memandangi sejenak mayat anak tersebut dan pergi menuju desa yang dibakar oleh para kesatria tempat anak tersebut berasal. Tak lama kemudian pemuda tersebut pun berhadapan dengan para kesatria.

“Hei anak muda, cepat minggir dan jangan halangi jalan kami!” Kata salah seorang kesatria yang menunggang kuda. Namun pemuda tersebut tetap diam dan tidak bergerak sedikitpun dari tempat dia berdiri.

“Kau ini tuli ya? Cepat minggir atau kau akan kami habisi seperti yang lain!” Kata kesatria yang lain. Pemuda itu malah menyingkap jubahnya dan menunjukkan pedangnya kepada para kesatria.

“Tidak mungkin, pedang itu!” Para kesatria terkejut ketika melihat pedang dari pemuda tersebut.

“Ayo semuanya, kita serang dia!” Para kesatria pun mengepung pemuda tersebut. Namun sebelum para kesatria sempat menarik pedang mereka, leher mereka sudah tertebas duluan dan jatuh tersungkur. Pedang milik pemuda tersebut tiba-tiba sudah berlumuran darah dan ternyata itu adalah darah milik para kesatria tersebut. Pemuda tersebut mengibaskan pedangnya untuk menghilangkan darah kemudian menyarungkan pedangnya lagi.

“Terima kasih karena telah menolong kami tuan pengembara! Kalau tidak ada anda mungkin nyawa kami sudah melayang.” Kata kepala desa dan para penduduk pun keluar dari tempat persembunyiannya.

“Kalian tidak usah berterimakasih padaku! Aku hanya kebetulan lewat sini.” Kata pemuda tersebut.

“Sebagai rasa terima kasih kami, terimalah koin-koin emas ini dan anda juga boleh tinggal disini!” Kata kepala desa tersebut.

“Tidak usah, gunakanlah uang kalian untuk memperbaiki rumah dan peternakan kalian!” Pemuda tersebut menolak koin tersebut dan melanjutkan perjalanannya.

***

10 tahun yang lalu di Kota Taranes Timur. Diadakan sebuah perekrutan kesatria unit khusus untuk menjadi pengawal dari Earl Nargesius. Saat itu ada sekitar 1000 orang yang mendaftar, namun hanya 120 orang yang diterima setiap tahun. 120 orang yang terpilih akan menjalani pendidikan selama 3 tahun dan kemudian akan mengabdi selama 7 tahun sebagai pemimpin regu kesatria pengawal Earl Nargesius.

Di dekat sebuah papan pengumuman ada seorang pemuda berumur sekitar 18 tahun berkulit putih, berambut hitam lurus seleher, iris matanya juga hitam dan tubuhnya tinggi tegap. Dia melihat pengumuman kelulusan dan mencari namanya di kertas tersebut. Di kertas tersebut tertulis “Levy Sylgia” yang merupakan nama pemuda tersebut. Pemuda tersebut pun tersenyum setelah melihat namanya ada di kertas pengumuman kelulusan tersebut.

Kemudian datang seorang pemuda menyapa Levy. Dia bercirikan berambut hitam pendek bergelombang, berkulit kecokelatan, bertubuh agak pendek dan memiliki iris mata berwarna hitam. Namanya adalah Dimitriy Tartares. Dia adalah peserta pendidikan yang seangkatan dengan Levy.

“Kau lulus, Levy?” Tanya Dimitriy sambil tersenyum.

“Oh, ternyata kau Dimitriy. Ya, aku lulus. Kita akan menjadi teman seangkatan dan menjadi kesatria terbaik setelah lulus nantinya.” Kata Levy.

“Kau ini optimis sekali ya.” Kata Dimitriy dan mereka berdua pun tertawa.

Tiga hari setelah itu mereka pun melakukan pelatihan. Para kadet dibekali dengan senjata replika yang bentuknya seperti dengan senjata asli. Para kadet tidak diberi senjata asli untuk menjaga keselamatan mereka. Para kadet memilih senjata sesuai bakat dan kemampuan mereka masing-masing. Levy memilih sebuah senjata berbentuk short sword.

Mereka juga dibagi menjadi 2 kubu yaitu fraksi biru dan fraksi merah. Levy harus berpisah dengan Dimitriy karena Levy berada di fraksi biru sedangkan Dimitriy berada di fraksi merah. Setelah upacara pembukaan selesai para kadet pun masuk ke kelas masing-masing untuk menunggu pelatihan pertama mereka.

Mereka menjalani pelatihan dengan serius dan tidak terasa kalau mereka sudah 3 bulan menjalani pelatihan. Ini adalah saat dimana mereka akan menjalani ujian kompetensi untuk menguji sejauh mana kemampuan mereka. Mereka akan bertarung 1 lawan 1 di fraksi masing-masing. Levy akan bertanding melawan Adrian Abramelin. Dia adalah pemuda berbadan besar dengan tinggi hampir sama dengan Levy. Dia memiliki rambut hitam pendek, berkulit cokelat cerah dan memiliki iris mata berwarna biru tua. Dia mengenakan baju zirah berat dan bersenjatakan sebuah replika greatsword berjenis zweihander.

Setelah wasit memberikan aba-aba maka pertarungan pun dimulai. Adrian langsung mengayunkan pedangnya ke arah Levy dan dengan sigap Levy menghidari serangan dari Adrian. Semuanya terkesima melihat pertarungan mereka berdua. Adrian terus berusaha untuk mengenai Levy tetapi Levy terus menghindar untuk menunggu saat

yang tepat untuk menyerang. Levy sudah tahu kalau berat senjata replika yang mereka gunakan sama dengan berat senjata aslinya. Dia sadar kalau setiap serangan yang dilakukan oleh Adrian membutuhkan tenaga yang lebih besar karena Adrian memilih great sword sebagai senjatanya. Setelah melakukan 12 kali tebasan Adrian pun berhenti menyerang, dia mulai kehabisan napas. Levy pun mencabut pedangnya dan berusaha menyerang balik Adrian. Dia menghunuskan pedangnya ke leher Adrian dan berdiri di jarak dimana Adrian tidak mungkin bisa menebaskan pedangnya.

“Menyerahlah, kau sudah kalah!” Kata Levy sambil tersenyum.

“Dalam mimpimu!” Tangan kiri Adrian meraih bahu Levy dan kemudian dia pun menanduknya. Levy pun terjatuh dan Adrian langsung menghunuskan pedangnya kepada Levy yang sedang terbaring di tanah. Levy pun dengan terpaksa menjatuhkan pedangnya dan mengangkat kedua tangannya sebagai tanda kalau dia menyerah. Pertandingan ini dimenangkan oleh Adrian Abramelin.

Sejak kekalahannya melawan Adrian Abramelin, semua orang di fraksinya memandang rendah Levy walau ada beberapa orang yang tidak ikut-ikutan. Mereka mengolok-oloknya dan memuji Adrian Abramelin. Tidak hanya sampai disitu, Adrian Abramelin juga terang-terangan memamerkan kemenangannya di hadapan Levy. Namun Levy tidak pernah menganggap serius ucapan mereka. Dia beranggapan kalau apa yang dilakukan oleh teman-temannya hanyalah sebuah gurauan.

Sepulang dari pelatihan Levy bertemu dengan seorang pemuda bertubuh pendek, berkulit putih, berambut pendek cokelat lurus dan bermata cokelat tua. Dia adalah teman Levy di fraksi yang sama yang bernama John Aragos. Dia tampak kebingungan mencari arah tempat asramanya. Kemudian Levy menghampirinya.

“Kau rupanya. Sedang apa kau disini?” Tanya Levy kepada John.

“Aku ingin ke asrama tapi aku belum terlalu hapal daerah sini.” Kata John.

“Kebetulan aku juga mau kesana, akan ku tunjukkan jalannya!” Levy dan John pun pergi ke asrama. Mereka berdua saling bercerita dan mulai kenal satu sama lain.

“Aku melihatmu ketika melawan Abramelin! Waktu itu kau hampir mengalahkannya kan, Sylgia?” Tanya John penasaran. Rupanya John telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada pertandingan itu.

Levy terdiam sejenak. Sebenarnya dia tidak mau membahas apa yang sudah terjadi namun akhirnya dia mengatakannya juga. “Yah seperti yang kau tahu, saat itu aku berhasil menghunuskan pedangku ke leher Abramelin.” Kata Levy.

“Tapi dia menandukmu kan?” Tanya John memotong kata-kata Levy.

“Ya, itu benar sih.” Levy menjawab dengan gugup.

“Harusnya kau melakukan pembelaan waktu itu!” Kata John.

“Tidak apa-apa, kekalahan kecil seperti itu tidak akan menghambatku.” Kata Levy penuh percaya diri.

Akhirnya mereka berdua telah sampai ke tempat tujuan. Mereka berdua pun berpisah karena mereka berbeda kamar. Levy merasa senang karena telah mengenal John karena akhirnya dia mendapatkan teman baru. John juga adalah teman yang baik karena ketika yang lain meremehkan Levy justru dia malah mendukung Levy.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!