Prasangka

Jadi apa gunanya sedekat kemarin, jika pada akhirnya akan seasing ini.

***************

Tio melajukan mobilnya dengan kencang. Pertanda bahwa dirinya sangat kesal dengan kejadian yang baru saja mereka alami. Tinggal Mia yang meringsek duduk di kursinya sambil memegang safety belt erat.

Tidak puas sampai disitu, bahkan baru setengah perjalanan menuju ke rumah Mia, Tio sudah memberhentikan mobilnya secara mendadak dan menepikan mobilnya ke pinggir jalan.

Raut wajah Mia mulai cemas. Dia tahu kalau saat ini kondisi Tio sedang dalam amarah.

Tetapi yang membuatku bingung dia marah karena apa ? Karena Purna memegang tanganku dan mengatakan candaannya mau menjadikanku pasangan di pelaminan ? Rasanya tidak mungkin dia marah karena hal itu. Atau karena dia malu merasa tidak di anggap oleh Purna sehingga hal itu dapat menurunkan wibawanya ? Ya, aku rasa pasti karena itu.

Batin Mia.

Mia melirik ke samping menatap wajah Tio sekilas. Raut wajahnya terlihat kesal.

"Siapa lelaki itu ? Apa itu pacarmu ?" tanya Tio memulai percakapan dengan nada suara yang terdengar cukup keras.

Mia menghela nafas. Nada bicara Tio cukup membuatnya gugup. Bibirnya bergetar.

"Dia Purna. Rekan kerjaku di kantor" ucap Mia.

"Cih !" Tio mendengus.

"Rekan kerja ? Rekan kerja tetapi berani memegang tanganmu dan berkata hal yang yang tidak masuk akal ?" ucap Tio meremehkan ucapan Mia.

"Aku tanya sekali lagi. Dia pacarmu ?" tanya Tio dengan nada suara lebih keras dari sebelumnya.

Mia ketakutan. Kali ini ucapan Tio lebih mirip pada sebuah bentakkan kepadanya. Mia menjadi kehilangan kata-kata untuk menjawab Tio. Hal ini membuat Tio berpikir lebih jauh tentang hubungannya dengan Purna.

"Jadi ini alasanmu kemarin, cukup lama mempertimbangkan untuk menerima perjodohan ini dan sempat berpikir untuk menolaknya ?" ucap Tio menatap lekat pada Mia.

Tio memajukan wajahnya mendekati wajah Mia. Kini jarak wajah mereka sangat dekat. Mia semakin gugup. Apalagi Tio mencercanya dengan begitu banyak pertanyaan secara membabi buta. Otaknya tiba-tiba menjadi blank. Sekarang dia mencoba mengingat-ingat pertanyaan yang dilontarkan oleh Tio agar dia dapat menjawabnya.

Mia kembali menghela nafas panjang. Bahkan Tio dapat merasakan hembusan nafasnya barusan.

"Bukan. Dia memang biasa bersikap begitu. Dia selalu menggodaku karena kami sudah lama berteman. Entah kenapa hari ini dia bersikap lebih aneh dari biasanya" ucap Mia sambil menundukkan kepalanya.

Mia tidak berani menatap wajah Tio sekarang.

Aku rasa jawaban ini sudah cukup.

Batin Mia.

Suasana tiba-tiba menjadi hening. Namun beda yang dirasakan oleh Mia. Dia merasa suasana ini sangat mencekam baginya.

Tiba-tiba Tio memakai safety beltnya dan melajukan mobilnya kembali.

Entah apa yang sedang dipikirkan pria ini sekarang. Tio Martadinata, kau sungguh orang yang sulit ditebak.

Batin Mia.

***********************

Mia membasuh wajahnya dan mengambil handuk kecil yang telah dia letakkan di atas tempat tidurnya dan mulai mengelap wajahnya.

Masih terbayang kejadian beberapa jam yang lalu yang dialaminya barusan. Sikap Tio yang mengamuk dengan alasan yang tidak jelas kepadanya.

foto : Tio.

Kenapa dia sangat berbeda dengan Tio yang dulu. Dia yang sekarang lebih emosional. Kalau begini akankah kehidupan pernikahan kami bisa berjalan harmonis ? Ah, kenapa juga aku baru memikirkannya sekarang. Pertanyaan yang seharusnya aku tanyakan sebelum aku menyetujui untuk menikah dengannya.

Batin Mia.

"Drttttt...."

Tiba-tiba ponselnya berdering. Mia lalu mengambil ponselnya dan membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

Mamanya Tio ? Ada apa ya ?

Batin Mia.

Buru-buru Mia mengangkat teleponnya.

"Halo, Bu. Selamat malam" ucap Mia.

"Malam Mia" Sapa suara di seberang sana.

"Besok, kamu ada waktu enggak ? Sekitar jam sebelas siang. Ibu mau mengajak kamu makan siang bareng di luar. Sekalian memperkenalkan adiknya Tio yang besok baru pulang dari luar negeri" ucap Mama Tio.

Adik ? Oh, iya aku baru ingat. Mama Tio pernah cerita. Tio memang punya seorang adik perempuan yang sedang kuliah di luar negeri.

"Hmmm.. besok ya Bu ? Tetapi saya masih bekerja Bu kalau jam segitu" ucap Mia.

"Loh, bukannya besok tanggal merah ya di kalender ? bukankah besok libur nasional ?" tanya Mama Tio.

Hah ? Apa iya ?

Batin Mia.

Mia mulai mengambil kalender kecil yang berada di sudut meja kamarnya dan melihatnya dengan seksama.

"Oh, iya. Ibu benar. Besok hari libur" ucap Mia dengan malu-malu.

"Jadi, bisa kan ?" tanya Mama Tio.

"Iya, bisa Bu" ucap Mia.

"Kalau begitu, besok Ibu akan menyuruh Tio menjemputmu" ucap mama Tio.

"Tidak perlu, Bu" ucap Mia yang buru-buru memotong ucapan mama Tio.

"Loh, kenapa ?" tanya mama Tio kebingungan.

Bisa repot kalau aku harus satu mobil lagi dengan Tio. Suasana kemarin saja sudah cukup mencekam bagiku. Sebaiknya kalau masih bisa di hindari, aku hindari saja. Satu mobil dengan Tio, auto enggak bisa ngapa-ngapain. Bernafas aja mesti mikir kayaknya.

Batin Mia.

"Besok kebetulan ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan, Bu. Nanti, begitu sudah selesai Mia langsung menyusul berangkat dari sana" ucap Mia.

"Ya, sudah kalau begitu kita janjian ketemuan disana saja. Nanti ibu kasih tahu dimana tempatnya" ucap mama Tio.

"Iya, Bu" ucap Mia.

Mereka pun mengakhiri percakapan mereka di telepon.

***************

Keesokan harinya, sesuai dengan janji yang telah Mia buat dengan Ibu Lesta, mamanya Tio. Mia yang biasanya mengisi hari liburnya dengan bermalas-malas ria terpaksa harus menyetrika pakaiannya pagi-pagi sekali, untuk pergi bertemu dengan adik dan mamanya Tio.

foto : Mia.

Seandainya, hari ini aku tidak ada janji untuk bertemu dengan mamanya Tio. Pasti sekarang aku belum beranjak dari kasurku. Aku ini anak rumahan yang paling suka berbaring di tempat tidur. Sampai adikku Tirta bilang, aku sudah seperti anti dengan matahari karena jarang keluar kamar. Karena ada wifi, camilan, dan colokan buat charger ponsel. Bisa dibilang aku ini kaum rebahan sejati. Mungkin saking sejatinya sampai dikira lumpuh sama ibuku.

Batin Mia.

Tetapi Ibu Nurjanah, mamanya Mia. Tidak tinggal diam melihat anaknya yang bermalas-malas ria. Dengan didikan militernya, Mia dipaksa bangun untuk membantunya mengerjakan pekerjaan rumah.

Jadi, kalau dipikir-pikir. Ada untungnya juga aku ada janji makan siang dengan adik dan mamanya Tio. Perut bisa kenyang dan tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah.

Batin Mia.

************

Jam telah menunjukkan pukul 10.30 pagi. Mia yang takut datang terlambat, akhirnya memutuskan pergi lebih awal.

Sesampainya disana, dia langsung bertanya pada pelayan restoran keberadaan ruangan yang telah di pesan oleh mamanya Tio. Pelayan pun mengantarkan Mia ke tempat tersebut. Karena Mia datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan, maka ruangan tersebut masih kosong. Selama menunggu kedatangan mama dan adiknya Tio, Mia asyik bermain game di ponsel. Selang beberapa menit kemudian, Mamanya Tio masuk ke dalam ruangan.

"Mia ? Sudah lama menunggunya, sayang ?" tanya mama Tio pada Mia.

"Enggak juga, Bu. Paling selisih beberapa menit saja dari Ibu" ucap Mia.

"Oh, kirain kamu kelamaan menunggu tadi" ucap mama Tio sambil meletakkan tas mewahnya di atas meja.

Mia melirik ke pintu masuk, tapi tidak ada yang masuk lagi ke dalam ruangan selain supir yang mengantar mamanya Tio tadi.

"Hmm.. Ibu datang sendirian ?" tanya Mia.

"Enggak kok. Tadi di antar sopir yang barusan kamu lihat. Sekarang sopirnya Ibu suruh tunggu di meja depan. Enggak enak kalau gabung sama kita, takut dia canggung mendengar obrolan perempuan" ucap mama Tio.

"Oh.." ucap Mia.

"Lalu adiknya Tio ?" tanya Mia.

"Oh, Kezia ? Dia dalam perjalanan dari bandara kemari. Dia sedang di jemput sopir yang lain" ucap mama Tio.

"Kita tunggu sebentar ya" ucap mama Tio.

Mia mengangguk.

Mama Tio lalu memesan menu makanan yang ada di restoran tersebut. Sedangkan Mia sedang membayangkan adik Tio, yang akan dikenalkan pada dirinya.

Aku penasaran, orang seperti apa Kezia itu. Kalau melihat wajah Pak Rey dan Ibu Lesta, pasti dia wanita yang cantik. Semoga sifatnya juga begitu. Aku berharap dia orang yang menyenangkan.

Batin Mia.

Setelah mengobrol cukup lama, Mia dan Ibu Lesta terpaksa menghentikan obrolan mereka. Karena terdengar suara rengekan manja yang berasal dari pintu ruangan mereka.

Seorang gadis dengan tinggi semampai dan wajah yang yang cantik seperti sebuah ukiran menghampiri meja mereka.

Gadis itu langsung memeluk Ibu Lesta cukup lama. Setelah dirasanya cukup, akhirnya dia melepaskan pelukannya dan mengambil kursi di sebelah ibunya.

"Mama, aku kesel banget deh sama kak Tio. Aku kan sudah bilang kalau aku enggak mau dijemput sama sopir. Aku maunya kak Tio yang jemput. Tapi, kak Tio malah enggak menjemputku !" ucap Kezia.

"Jangan ganggu kakakmu. Kakakmu lagi bermain golf dengan relasi bisnisnya dari perusahaan lain. Lagipula apa bedanya di jemput sopir dan dijemput kakakmu ?" tanya Ibu Lesta.

"Ah.. Pokoknya beda ! Apalagi tadi ada kejadian yang bikin aku kesel di bandara, Ma. Aku ketemu orang yang super duper ngeselin. Mana dandanannya kayak preman kampung, pokoknya dia persis seperti orang belum minum obat !" ucap Kezia yang tidak berhenti mengoceh.

Ibu Lesta hanya tersenyun menahan malu karena ucapan anaknya yang tanpa Filtter. Dia segera memotong ucapan anaknya agar berhenti berbicara.

"Sudah, nanti kita lanjutin lagi ceritanya. Sekarang mama mau mengenalkanmu pada calon istri kakakmu" ucap Ibu Lesta.

Mendengar ucapan ibunya, Kezia refleks menoleh pada wanita dihadapannya. Kezia memandang intens pada Mia. Dia memperhatikan Mia cukup lama. Tidak lepas pandangan matanya yang terus memandangi Mia dari atas hingga ke bawah. Pakaian yang dikenakan Mia pun tidak luput dari pandangannya.

Ditatap seperti ini, rasanya seperti ditelanjangi di depan umum.

Batin Mia.

"Namanya Mia. Dulu, dia satu sekolah dengan kakakmu" ucap Ibu Lesta.

"Dan Mia, ini Kezia adiknya Tio. Dia baru saja selesai menyelesaikan kuliahnya di luar negeri" ucap Ibu Lesta.

Mia menyodorkan tangannya, namun Kezia belum membalas uluran tangan Mia. Dia masih asyik memandangi Mia dengan seksama.

"Kezia !" ucap Ibu Lesta yang membuat Kezia kaget.

Sontak Kezia langsung buru-buru membalas uluran tangan Mia.

Sepertinya dia sudah puas memandangi tampang bulukku.

Batin Mia.

"Aku mau tanya. Apa kakak pintar sewaktu sekolah ?" tanya Kezia secara tiba-tiba.

Mendapatkan pertanyaan mengejutkan seperti itu. Membuat Mia kaget bukan main.

Dia menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya secara perlahan. Dia bingung mau menjawab apa.

"Hmm.. Tidak" ucap Mia terus terang. Mia lalu menundukkan wajahnya karena malu.

"Tidak ?" ucap Kezia yang terlihat kaget.

Jadi, apa yang dilihat kak Tio dari dirinya ? Astaga, Kak Tio ini ! Makin kesini, Seleranya semakin buruk saja...

Batin Kezia.

Like, jempol dan votenya ya 🙏🏼😘

💌Senang rasanya membaca komentar kalian, pingin balas satu persatu. Tetapi sinyal disini tidak bersahabat 🙏🏼 Terima kasih untuk komentarnya 🤗😘

Terpopuler

Comments

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

jujur emang menyakitkan Mia.. tapi itu lebih baik🤣🤣🙏🙏🙏

2021-04-02

0

Princess࿐

Princess࿐

wow keysia🤭🤭

2021-04-02

0

𝛗ᷦ𝛖꯭ͧ𝛜ᷝ𝛜ᷝϗͣ🐬ᵈ͢⅌

𝛗ᷦ𝛖꯭ͧ𝛜ᷝ𝛜ᷝϗͣ🐬ᵈ͢⅌

hati2 dengan calon adik ipar cewek ya🤭🤭🤭

2021-04-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!