Fitting Baju

Perihal luka, biar waktu yang menyembuhkan. Perihal cinta, biar Tuhan yang memilihkan (cz).

Pagi hari yang begitu cerah, Tapi sayangnya tidak secerah perasaan yang dirasakan Mia saat ini. Bukan hanya karena hari ini akhir pekannya telah usai, tetapi karena hari ini sepulang bekerja nanti, Tio akan menjemputnya di kantor karena titah sang ibunda ratu, yaitu mamanya Tio.

Mia yang telah menerima pesan whatssapp yang dikirim oleh Mama Tio, meletakkan ponselnya di atas nakas setelah membaca dan membalas kembali pesan tersebut.

Mia menghela kasar nafasnya. Berulang kali dia meyakinkan dirinya sendiri agar tidak menyesali keputusan yang telah dia buat.

Tapi, keputusan yang telah dibuat tidak akan bisa ditarik kembali. Mau tak mau, Mia harus menjalani dan menghadapinya.

Seperti hari ini. Setelah mandi pagi, Mia harus tetap menjalankan kewajibannya untuk bekerja. Dia datang ke kantor dengan wajah sumringah seperti biasanya. Baginya, masalah pribadi dan masalah pekerjaan harus dipisahkan. Karena mood sungguh mempengaruhi kinerja bekerja. Makanya, Mia selalu ingin terlihat ceria dan merasa bahagia agar bersemangat mengerjakan pekerjaannya.

"Mia, kerjakan laporan ini ya. Kalau bisa sebelum jam istirahat sudah di antar ke ruangan saya. Soalnya, laporannya ditunggu Direktur" ucap Purna yang baru saja masuk ke dalam ruangan Mia.

"Oke, Pak Bos" jawab Mia.

Mia membaca sepintas dokumen yang diberikan Purna barusan.

"Ini tulisannya apa sih Purna ?" ucap Mia yang merasa kesulitan membaca nama yang berada di dalam dokumen yang ditulis dengan tulisan tangan oleh Purna.

Aku kira tidak akan ada yang bisa menandingi tulisan acakadul adikku, ternyata tulisan tangan purna malah lebih parah. Membaca tulisan ini membuat lidahku keseleo.

Batin mia.

Purna lalu membacakan tulisan tangannya yang tidak dimengerti oleh Mia.

foto : Purna.

"Oh, iya hampir lupa. Ini aku ada cookies sama susu uht buat kamu. Tadi, sewaktu rapat sengaja enggak aku makan. Keinget kamu yang suka banget ngemil" ucap Purna.

Mia tersenyum mendengar ucapan Purna.

"Kamu masih saja mengingat kebiasaanku" ucap Mia.

"Tadinya aku pikir, setelah menjadi Bos, kamu enggak bakal ingat hal kecil seperti ini" sambung Mia.

"Enggak ada yang bakal aku lupain sedikitpun tentang kebiasaan kamu. Kamu orang pertama yang sering mengajariku dan mau peduli padaku saat baru pertama kali, aku dipindahin tugas di kantor ini" ucap Purna.

"Kamu tahu enggak ? Waktu itu aku melihat dirimu seperti apa ?" tanya Purna.

"Seperti apa ?" tanya Mia.

"Seperti malaikat" ucap Purna memasang tampang serius.

"Waduh, sayangnya enggak ada uang receh nih !" ucap Mia.

Tuh, kan.. percuma ! Susah bikin dia percaya..

Batin Purna.

"Ngomong-ngomong, sayapnya mana Mia ? Apa ketutupan sama rambut panjangmu ?" ucap Purna yang melihat ke belakang rambut Mia, dan mengacak rambut belakang Mia, seperti orang yang berpura-pura mencari sesuatu di belakang punggung Mia.

"Arggghh ! Purna ngapain kamu berantakin rambut aku ? Emang kamu itu paling bisa ya membuat aku kesal !" teriak Mia.

Purna tertawa mendengarnya. Setelah puas membuat Mia kesal, dia bergegas meninggalkan Mia di ruangannya.

Si Purna takaran obatnya berapa sih ? Sepertinya, dosisnya tinggi banget ! Dasar gila !

Batin Mia.

Kiya yang baru saja tiba di ruangan, terkejut melihat tatanan rambut Mia yang sudah acakadul di buat oleh Purna.

"Astaga, rambut kamu kenapa Mia ? Seperti habis di jambak" tanya Kiya.

"Biasa, ini tu perbuatan manager yang waktu senggangnya terlalu banyak. Seperti enggak ada kerjaan di kantor ini" ucap Mia.

Kiya tertawa mendengarnya.

"Purna ?" tanya Kiya.

"Kok tahu sih ?" tanya balik Mia.

"Yah, siapa lagi kalau bukan Purna yang hobinya setiap hari menjahilin kamu di kantor ini. Semua orang juga pada tahu. Kayaknya purnah ada hati deh sama kamu" ucap Kiya.

"Jangan mengada-ngada kamu, Kiya. Aku sama Purna cuma sahabatan. Kalau Purna tahu dia digosipin punya perasaan ke aku. Pasti dia marah, karena membuat level playboy cak kaki tiganya turun" ucap Mia.

"Ya, sudah kalau tidak percaya. Aku cuma mengamati dari sudut pandangku saja kok" ucap Kiya.

Mia tidak menggubris kembali ucapan Kiya. Dia lalu sibuk mengerjakan laporan yang sedang deadline.

***************

Jam telah menunjukkan pukul 17:00 Sore. Mia yang sudah bersiap-siap pulang, terlihat sedang membereskan dokumen yang berada di atas mejanya.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Mia melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

Ini sepertinya nomor baru. Nomornya tidak tersimpan di ponselku.

Batin Mia.

Mia lalu mengangkat ponselnya.

"Halo ? Ini siapa ya ?" tanya Mia.

"Tio" ucap suara di seberang sana.

Mia terdiam untuk sesaat.

Pasti mamanya yang memberikan nomorku.

Batin Mia.

"Ya, ada apa Tio ? Soal kita mau pergi ke butik.." belum selesai Mia menyelesaikan ucapannya, Tio memotongnya.

"Bukankah ini sudah jam pulang ? Aku sudah ada di parkiran bawah. Aku tunggu kamu disini sekarang juga !" ucap Tio.

Lalu tiba-tiba terdengar nada sambung terputus.

Astaga ! Sepertinya jiwa-jiwa senioritasnya bangkit.

Batin Mia.

Mia langsung bergegas mengemasi barangnya secepat kilat. Dia lalu keluar dari lobi dengan tergesa-gesa sambil melirik kanan dan kiri.

Mobilnya yang mana ya, rasanya kemarin dia mengantar dan menjemputku pakai mobil bewarna biru, tapi kok diparkiran ini enggak ada mobil bewarna biru ? Ah, aku telepon Tio lagi saja.

Batin Mia.

Baru saja Mia mau mengambil ponsel dari dalam tasnya, tapi tiba-tiba dia mengurungkan niatnya saat melihat sebuah mobil melintas tepat di depannya. Sang pemilik mobilpun membuka kaca mobilnya.

"Naik !" ucap Tio.

Buru-buru, Mia membuka pintu mobil dan duduk bersebelahan dengan Tio. Mobilpun melaju.

"Maaf tadi agak lama. Soalnya membereskan dokumen di atas meja kerja dulu sebelum pulang" ucap Mia memecah keheningan di dalam mobil.

Tetapi yang diajak bicara malah tidak merespon sama sekali. Tio tetap fokus mengemudi.

Lah, dicuekin ? Ini baru namanya sakit tak berdarah.

Batin Mia.

Namun, selang beberapa menit kemudian. Tio tiba-tiba menepikan mobilnya ke tepi jalan.

Tio lalu menoleh ke arah Mia.

"Sebenarnya apa alasanmu menerima perjodohan ini ?" tanya Tio tiba-tiba.

"Hmm.. Karena aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku. Mereka sangat berharap akan perjodohan ini" ucap Mia.

"Hanya itu ?" tanya Tio dengan nada suara yang datar tetapi sorot matanya tajam menatap Mia.

Mia mengangguk.

Jadi, karena itu saja. Cih ! Seharusnya aku tidak berharap terlalu banyak.

Batin Tio.

"Hmm.. Dan lagi, kamu duluan yang sudah memberi pernyataan setuju untuk menerima perjodohan ini, jadi harapan kedua orang tuaku semakin besar. Apalagi Ibumu juga menaruh harapan pada perjodohan ini. Aku jadi tidak tega untuk bilang tidak" ucap Mia.

Kenapa dia kelihatan marah ya. Apa maksud pertanyaannya ? Apa dia marah, karena aku tidak menolak perjodohan ini. Apa pernyataan setuju darinya kemarin hanya pancingan, agar aku saja yang membatalkan perjodohan ini.

Batin Mia.

"Sebenarnya, aku juga ingin membatalkan perjodohan dan pertunangan ini. Tapi, keadaannya tidak memungkinkan" sambung. Mia.

Mendengar ucapan Mia barusan, Tio tersenyum miris. Tapi, tidak bisa dipungkuri raut wajahnya sangat terlihat kesal.

"Apa kamu selalu seterbuka ini untuk berkata hal-hal yang tidak kamu sukai ? Kamu bilang ingin membatalkan perjodohan ini ? Cih, Jangan harap kamu bisa melakukannya !" ucap Tio dengan nada suara yang mulai meninggi. Sorot matanya sekarang, penuh dengan amarah.

Mia yang tahu kalau Tio sedang marah saat ini, hanya bisa menunduk menghindari tatapan mata Tio. Mia ketakutan.

Tio mulai melajukan mobilnya kembali, dengan kecepatan tinggi. Dia kelihatan sedang meluapkan emosinya melalui cara mengemudinya.

********

Sesampainya di butik langganan mama Tio. Tio menghentikan kendaraannya dan melangkah turun dari mobilnya.

"Turun !" ucap Tio yang masih melihat Mia duduk di dalam mobil.

Mia lalu turun dari mobil dan mengikuti langkah Tio masuk ke dalam butik.

Begitu masuk ke dalam butik, Mia dan Tio langsung di sambut oleh seorang perempuan yang sudah berusia paruh baya, tetapi masih sangat kelihatan cantik dan awet muda.

"Tio, sudah besar sekali ya kamu sekarang. Waktu ternyata cepat sekali berlalu. Terakhir bertemu denganmu dulu, sewaktu kamu masih sekolah. Sekarang bertemu lagi denganmu, kamu sudah mau menikah" ucap Bu Novi, pemilik butik dan wedding organizer yang sekaligus teman mamanya Tio.

Tio hanya tersenyum menanggapi ucapan Bu Novi.

"Apa ini calon istrimu, Tio ?" sambung Bu Novi sambil melirik pada Mia yang berdiri di samping Tio.

Tio lalu ikut melirik ke arah Mia.

"Oh, iya. Perkenalkan nama saya Mia. Salam kenal, Bu" ucap Mia mengulurkan tangannya dan langsung di sambut oleh Bu Novi.

"Nama Ibu, Novi. Temannya mama Tio. Panggil saja tante Novi ya" ucap Bu Novi.

"Baik, tante" ucap Mia.

Bu Novi lalu menyodorkan katalog yang berisi model-model pakaian pesta yang ada di butiknya.

"Silahkan dipilih dulu ya buat kalian berdua mau model pakaian yang seperti apa untuk pesta pertunangan kalian nanti" ucap Bu Novi.

"Hmm.. kalau saya terserah tante saja mau memilihkan model yang seperti apa. Asal jangan terlalu terbuka saja" ucap Mia.

"Loh, Mia tidak ingin memilih modelnya sendiri ? Kalau kamu Tio ?" ucap Bu Novi sambil menyodorkan katalognya pada Tio.

"Saya juga sama. Terserah, tante Novi saja" ucap Tio.

"Huft.. Anak muda zaman sekarang memang mau yang praktis saja ya. Kalau begitu tante sudah ada beberapa contoh baju pesta couple yang sudah jadi. Bagaimana Mia langsung ikut tante ke kamar pas, untuk mencoba beberapa baju. Agar, kamu dan Tio bisa memilihnya langsung" ucap Bu Novi.

"Iya, boleh tante" ucap Mia.

Mia lalu mengikuti Bu Novi ke kamar ganti untuk mencoba satu persatu baju yang direkomendasikan oleh Bu Novi. Sedangkan Tio menunggu duduk di sofa.

"Tio, coba lihat baju bewarna biru ini. Bagaimana menurutmu ?" tanya Bu Novi sambil menggandeng tangan Mia.

Tio memperhatikan Mia dengan seksama.

"Lumayan !" ucap Tio.

"Oke, kalau begitu nanti komentar untuk baju selanjutnya ya" ucap Bu Novi sambil menarik tangan Mia kembali untuk mencoba baju yang ke dua. Begitu juga saat Mia mencoba sampai baju yang ketiga, Bu Novi tetap menanyakan pendapat Tio.

foto : Tio.

"Jadi, setelah melihat baju tadi kalian memutuskan memilih baju yang mana ?" tanya Bu Novi.

"Hmm.. Aku.. Aku bingung tante. Semuanya terlihat bagus. Jadi tante saja yang pilihkan yang mana yang bagus" ucap Mia.

"Yang terakhir saja. Kami pilih baju yang terakhir" ucap Tio tiba-tiba.

Mia dan Bu Novi terkejut mendengar ucapan Tio. Namun, setelahnya bu Novi tersenyum.

"Tante pikir juga seperti itu. Mia cantik sewaktu mengenakan pakaian yang terakhir. Yah, namanya pasangan yang dimabuk cinta. Kalian memang paham betul ya satu sama lain" ucap Bu Novi.

Pipi Mia tiba-tiba memerah mendengar ucapan Bu Novi. Sedangkan Tio hanya memalingkan wajahnya. Membuang muka.

"Ya, Syukur deh. Kalian memilih pakaian jadi untuk acara pertunangan kalian. Tadinya tante pikir, tante akan menyuruh karyawan lembur untuk menjahit pakaian pesta pertunangan kalian yang sudah deadline. Habis, mama kamu memberitahunya mendadak sih. Takut enggak keburu" ucap Bu Novi.

Mia menjadi bingung mendengar ucapan Bu Novi.

"Hmm.. Memangnya pesta pertunangannya kapan ya tante ? Kok bisa enggak keburu menjahitnya" tanya Mia.

"Loh, kalian yang bakal tunangan kok malah nanya sama tante. Pesta pertunangannya kan minggu ini" ucap Bu Novi.

Mia terperanga mendengarnya. Mulutnya mengangap.

Gila, ini cepat banget !

Batin Mia.

Akhirnya setelah semuai urusan selesai, Mia dan Tio kembali masuk ke dalam mobil. Tio melajukan mobilnya kembali.

Seperti biasanya, suasana di dalam mobil kembali hening. Mia memegangi perutnya dengan erat, takut bunyi perutnya yang sudah keroncongan terdengar ke telinga Tio saking heningnya. Mia lalu melirik jam di pergelangan tangannya.

Oh, sudah jam delapan malam. Pantas, perutku sudah lapar. Tadi siang juga cuma makan mie ayam. Nyesel deh, kalau tahu bakal lama memilih pakaiannya. Tadi siang aku makan nasi padang yang porsi kuli bangunan saja. Jadi kenyangnya awet. Lagian Tio enggak tahu apa, kalau orang yang sedang kelaparan itu bisa berubah menjadi ganas.

Batin Mia.

Tio melirik Mia yang memegangi perutnya. Setelah itu dia melihat jam di tangannya.

Tiba-tiba Tio membanting setir, dan memutar arah.

Loh, ini bukan jalan ke rumahku. Mau kemana dia ?

Batin Mia.

Selang beberapa menit kemudian, mereka berhenti di sebuah cafe dan resto yang cukup berkelas.

"Ayo, turun !" ucap Tio.

Mia menuruti perintah Tio. Mereka lalu melangkah masuk ke dalam cafe.

Tio memilih salah satu meja yang berada di dekat dinding kaca. Sehingga mereka bisa melihat pemandangan di luar cafe dari dalam.

Seorang pelayan datang membawakan buku menu makanan dan memberikannya kepada Mia dan Tio. Masing-masing dari mereka memilih menu favorit mereka.

Kalau Tio terlihat lama memilih menu makanan karena bingung akan makanan yang dipesan, berbeda dengan Mia yang tanpa ragu langsung memesan nasi goreng, saat membaca makanan kesukaanya itu, ada di dalam daftar menu.

Setelah mendapatkan daftar pesanan Mia dan Tio, pelayan tersebut meminta agar Tio dan Mia menunggu sebentar. Karena pesanan mereka akan segera di masak.

Keadaan kembali hening bagi keduanya. Mereka hanya sibuk melihat ke arah luar dinding kaca dari dalam ruangan, sembari menunggu pesanan mereka.

Karena tidak tahan akan kecanggungan ini, Mia akhirnya membuka suara untuk memulai obrolan.

"Terima kasih, karena sudah mengajakku makan malam. Perutku memang sudah lapar tadi" ucap Mia.

Tio yang dari tadi memandang ke luar kaca, langsung melihat ke arah Mia, karena mendengar ucapan Mia barusan.

"Jangan berpikir berlebihan. Aku mengajakmu makan karena tidak ingin Ibumu marah karena anak perempuannya tidak diberi makan saat pergi denganku" ucap Tio.

Mia terdiam.

Menyesal aku mengajakmu berbicara !Tahu begitu, aku pilih saja baju yang serampangan di butik tadi. Biar aku cepat pulang ke rumah dan tidak perlu makan malam denganmu.

Batin Mia.

Selang beberapa menit kemudian, seorang pelayan datang membawa makanan pesanan mereka. Pelayan tersebut segera pergi kembali, setelah menyajikan hidangan yang di bawa di atas meja.

Mia dengan lahap memakan nasi goreng pesanannya. Tanpa dia sadari, Tio sedang memperhatikannya.

"Hmm.. Ada apa ?" tanya Mia yang baru saja sadar kalau Tio sedang memperhatikannya selama makan.

Tetapi tetap saja, Tio tidak menggubris pertanyaan Mia. Dia tetap saja menatap Mia dengan tajam.

Aduh, ini benar aku bakal menikah dengan dia ? Orang yang kalau mengeluarkan suaranya saja, susahnya minta ampun. Ini sih bencana dunia ! Otakku hampir meledak karena memikirkan cara mengajaknya mengobrol !

Batin Mia.

"Maaf kalau aku makannya terburu-buru. Habis, aku memang sedang kelaparan. Apalagi nasi goreng di cafe ini sangat enak. Lain kali kamu harus mencoba memesannya juga" ucap Mia.

"Aku tidak menyukai nasi goreng !" ucap Tio.

"Tidak suka ? Kenapa ? Mana ada orang yang tidak menyukai nasi goreng. Ini kan makanan sejuta umat. Aku saja, sangat suka memakan nasi goreng" ucap Mia.

"Ya, karena kau menyukainya, aku jadi tidak suka !" ucap Tio.

"Apa ?" ucap Mia memastikan pendengarannya sekali lagi.

"Aku tidak menyukai semua hal yang kau sukai. Aku membenci semua hal yang mengingatkanku pada dirimu !" ucap Tio.

Hah ? Apa-apan dia ini. Dia bilang aku terlalu terbuka untuk hal yang tidak aku sukai. Tapi, lihatlah sendiri. Dia terang-terangan bicara di hadapanku kalau dia tidak menyukaiku dan membenciku. Sekarang siapa yang terlalu terbuka ?

Batin Mia.

Walaupun sebenarnya Mia sudah kehilangan selera makan karena mendengar ucapan tio barusan. Tetapi karena saking kesalnya, dia membuat tingkahnya semakin menjadi-jadi.

Mia menyuap nasi goreng ke mulutnya semakin lahap dan tanpa jeda. Alhasil, dia tersendat dan merasa ingin muntah. Seketika, wajah Mia merah padam menahan rasa mual karena ingin muntah. Dengan terburu-buru Mia lalu mengambil gelas yang berisi air mineral di hadapannya dan meminumnya.

"Uhuk.. uhuk..!" Mia terbatuk.

Tio yang melihat ekspresi wajah Mia barusan, tidak dapat menahan tawa. Tawanya meledak seketika.

"Hahaha... Kamu ini selalu bertingkah bodoh ya ? Walaupun lucu sih !" ucap Tio sembari terus tertawa.

Mia terkejut melihat tingkah Tio yang terus tertawa terbahak-bahak. Baginya, melihat Tio tertawa seperti ini adalah pemandangan yang sangat langkah.

"Wah.. wah.. Aku tidak tahu kalau itu candaan yang menyenangkan. Aku bahkan tidak tahu, apakah air mineral yang kuminum ini masuk lewat mulutku atau hidungku" ucap Mia yang ikut-ikutan tertawa sambil melirik ke arah Tio.

Tapi tiba-tiba, Tio berhenti tertawa dan kembali menatapnya dengan tajam.

Loh, kok diam ? Apa aku gagal melawak ?

Batin Mia.

Jangan lupa like, komen dan vote ya makasih 🙏🏼

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

MSH SALAH FAHAM, DN MIA BNR2 TDK PEKA, ..
TIO BRHARAP JWABAN MIA MAU TRIMA PRJODOHN KRN MIA MNYUKAI TIO...

2023-02-11

0

Jami

Jami

mia coba kmu taya sama s tio itu kado btst cma biar nga dalam paham lgi

2023-01-29

0

exol

exol

dasar gara² si zizi nih jadi salah paham berkepanjangan

2023-01-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!