Pagi yang begitu cerah, ditemani suara kicauan burung, Mia terbangun. Ingin rasanya dia kembali tertidur memejamkan mata dan menganggap semua kejadian yang dia alami semalam hanyalah sebuah mimpi.
Namun, dia tidak dapat menghindari kenyataan bahwa semua yang telah terjadi semalam adalah hal yang nyata.
Mia mencoba bangun dari posisinya dan segera duduk. Dia tampak berpikir dan termenung lama di sudut ranjang. Dengan mengumpulkan keberaniannya, Mia mencoba keluar dari kamarnya dan mencari ibunya yang sedang sibuk menyusun sayur mayur di warung, untuk berjualan.
"Bu.." ucap Mia merengek.
"Hmm.." jawab Ibu Mia yang tak kalah irit.
"Ibu boleh tidak, kalau malam ini kita tidak pergi makan malam ke rumah Pak Marta ?" tanya Mia.
Ibu yang sedang menyusun sayur mayur langsung berhenti sejenak.
"Memangnya kenapa Mia ?" tanya Ibu.
"Hmm.. sepertinya perutku sakit Bu" ucap Mia berkilah.
"Kalau perutmu sakit kan, masih ada banyak waktu untuk mengobatinya. Toh, acara makan malamnya juga malam nanti kan ?" ucap Ibu.
"Tapi, kan Bu. Siapa tahu sakit perutku ini nantinya bakal sampai malam" ucap Mia.
Ekspresi wajah Ibu Mia langsung berubah.
"Mia, jangan mencari-cari alasan untuk kabur. Ibu benar-benar tahu bagaimana sifat anak Ibu dan kebiasaanya" ucap Ibu Nurjanah.
Mia terdiam.
Emang emakku yang satu ini paling enggak bisa ditipu.
Batin Mia.
"Apa sih kurangnya Tio. Anaknya ganteng, pekerjaannya mapan, cerdas, tipe pekerja keras dan kelihatan sopan" ucap Ibu Mia.
"Ibu yakin orang seperti Tio mau dijodohkan denganku ?" ucap Mia.
"Kita kan belum mendengar jawaban Tio. Belum ada penolakan juga dari dia sepertinya. Pokoknya peluang ibu buat mendapat calon menantu yang kaya masih terbuka lebar" ucap Ibu Mia dengan semangat berapi-api.
Mia hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan Ibunya.
***********
Jam telah menunjukkan pukul 19:00 malam, Mia yang telah berpakaian rapi beserta kedua orang tuanya telah bersiap-siap untuk berangkat ke kediaman Martadinata. Dan jangan lupakan adik Mia yang juga ikut karena paksaan dari emak Nurjanah.
Bayangkan saja, adikku yang tingkah lakunya durjana, bisa takut dengan ancaman Ibuku. Pokoknya apapun yang orang katakan tentang ibunya, amukan ibuku lah yang paling seram sejagat raya.
Batin Mia.
Setelah menemupuh perjalanan kurang lebih 40 menit, Mia dan keluarga tiba di kediaman Martadinata dengan menggunakan mobil butut yang biasa dikendarai ayahnya untuk membeli sayuran di pasar induk.
Begitu turun dari mobil, emak Nurjanah terpukau dengan kemegahan rumah orang tua Tio. Rumah bertingkat dengan halaman yang sangat luas. Beserta barisan mobil-mobil mewah yang tersusun rapi di garasi, membuat tingkat kekaguman emak Nurjanah semakin bertambah.
Wow, aku tidak menyangka calon menantuku ternyata sangat kaya raya. Kalau, dia nanti benar-benar telah menjadi menantuku, hal pertama yang akan aku lakukan adalah memintanya untuk melunasi semua pembayaran di keranjang shopeeku.
Batin Bu Nurjanah.
Bu Nurjanah dan keluarga lalu melangkah menuju pintu masuk.
Di sana telah berdiri Papa dan Mama Tio yang menyambut kedatangan keluarga Mia.
"Selamat datang di kediaman kami, Pak Arif dan Bu Nurjanah" ucap Bu Lesta, mamanya Tio.
"Terima kasih, Bu Lesta dan Pak Rey atas sambutannya" ucap Bu Nurjanah menjawab sapaan Mamanya Tio.
"Bukan apa-apa kok. Yuk, langsung saja kita masuk ke dalam. Pak Marta dan Bu Marta sudah menunggu di dalam" ucap Bu Lesta.
Mereka langsung masuk ke dalam rumah keluarga Tio dan melangkah menuju meja makan.
Selama menuju meja makan, Mia menatap sekeliling ruangan di rumah Tio. Mia sangat mengagumi rancangan dan dekorasi rumah Tio.
Wajar saja, kalau Tio banyak digilai oleh siswi di sekolah kami. Mereka sepertinya silau dengan kekayaan yang dimiliki Tio.
Batin Mia.
"Loh, Nak Tio dimana ya Bu ? Kok tidak kelihatan ?" tanya Ibu Mia.
"Ada sedikit kendala di perusahaan. Jadi, sore tadi Tio cepat-cepat datang ke kantor untuk mengawasi. Tapi, tadi barusan saya menelepon Tio, katanya dia sudah di jalan. Paling sebentar lagi tiba" ucap Mama Tio.
"Ooh.." ucap Ibu Mia.
Dia beneran ada kerjaan dikantor ? Ini kan hari libur. Atau ini akal-akalannya saja mau menolak perjodohan ini. Kalau memang begitu, ya bagus deh. Jadi, aku tidak perlu menentang keinginan Ibu. Ibu tidak akan bisa memaksaku lagi kan, kalau memang Tio yang menolak perjodohan ini.
Batin Mia.
Mia merasa lega untuk sesaat. Dia merasa ada secercah harapan akan batalnya perjodohan ini.
Keluarga Mia mulai menyantap hidangan yang telah disediakan oleh keluarga Tio. Mereka menyantapnya dengan lahap. Masakan yang disajikan pada makan malam kali ini memang lezat. Karena koki yang dipekerjakan di rumah Tio memang yang koki handal dan pernah bekerja di hotel bintang lima.
Saat Mia sedang lahap-lahapnya menyantap makanannya, tiba-tiba suara serak seorang lelaki yang sangat di kenal Mia membuat Mia terpaksa menghentikan kegiatannya.
Tio yang baru saja tiba dari kantor, segera melangkah menuju ruang makan. Dia segera menyalami orang tuanya, kakek dan Nenek, dan juga Orang tua Mia.
foto : Tio.
"Sudah selesai urusannya, sayang ?" tanya Mama Tio.
"Iya, Ma" ucap Tio yang menarik kursi di sebelah mamanya.
"Ayo, Nak Tio makan juga" ucap Bu Nurjanah.
"Terima kasih, Bu. Tadi, kebetulan sudah makan di luar bersama kolega" ucap Tio.
"Biasanya, mereka sekalian membahas masalah bisnis di restoran" ucap Mama Tio menjelaskan.
Ibu Nurjanah dan Pak Arif mengangguk, merespon ucapan Mama Tio.
Tio lalu menatap Mia yang duduk bersebrangan dengannya.
Mia menunduk.
"Kalau kamu sudah selesai makan, ajak Mia berkeliling rumah kita. Biar kalian lebih akrab satu sama lain" ucap Kakek Tio.
Tio terdiam cukup lama, namun, kemudian dia lalu berdiri dari kursinya.
"Ayo !" ucap Tio mengajak Mia.
Mia yang terpaksa menerima ajakan Tio karena perintah sang kakek, harus merelakan menu pencuci mulut yang belum sempat dia habiskan.
Mereka berdua lalu melangkah keluar dari ruangan itu.
Tio lalu mengajak Mia ke halaman belakang rumah. Tio terus melangkah di depan, sedangkan Mia tertatih mengejar langkah Tio untuk mengimbanginya.
Mereka lalu tiba di taman belakang, yang mempunyai kolam renang dan beberapa bangku taman.
Tio menghentikan langkahnya di sana. Sedangkan Mia memilih untuk duduk di kursi.
Tio yang berdiri tak jauh dari kursi yang di duduki Mia, mengeluarkan rokoknya. Dia mulai menghisap rokok tersebut dan menghembuskan asap yang mengepul.
Mia terbatuk saat tidak sengaja terhisap asap dari kepulan asap yang berasal dari rokok Tio.
"Uhuk..Uhuk.." Mia terbatuk.
"Tio, bisakah kamu mematikan rokoknya. Atau kalau kamu tidak mau, kamu boleh meninggalkanku disini dan merokok di tempat yang kamu inginkan. Aku tidak terbiasa menghirup asap rokok" ucap Mia yang berdiri dari duduknya.
Tio sontak menoleh ke arah Mia. Dia menatap lekat gadis yang berbicara barusan. Dia mematikan rokok yang baru saja dihisapnya itu dengan cara yang sama dengan yang dilakukannya kemarin. Melemparkan rokok tersebut ke lantai dan menginjaknya dengan sepatunya.
Dia kembali melangkah mendekat ke arah Mia. Posisi mereka kembali berdiri berhadapan.
"Tio ? Lagi-lagi kamu memanggilku Tio ? Dimana etikamu sekarang ? Apa belasan tahun setelah lulus sekolah kamu telah melupakan sopan santun untuk panggilan kepada yang lebih tua ?" ucap Tio.
Dari kemarin aku menahan kesal, karena dia memanggilku dengan namaku. Sepertinya, saking tidak senangnya bertemu denganku, dia juga enggan memanggilku seperti dulu.
Batin Tio.
Mia kaget mendengar ucapan Tio. Baginya, baru kali ini Tio akhirnya berbicara panjang lebar setelah bungkam kemarin.
Apa maksud ucapannya tadi ya ? Jangan-jangan dia masih mengingatku ? Tidak mungkin..
Batin Mia.
Mia terdiam. Dia benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Sedangkan, Tio masih menatap Mia dengan intens.
"Tio, aku tidak mengerti apa maksud dari ucapanmu barusan" ucap Mia.
Tio menyeringai. Wajahnya mendekat ke arah Mia.
"Mia Faradillah, kamu memang ahlinya membuat hubungan terasa asing ya ?" ucap Tio.
Tio lalu melangkah, meninggalkan Mia sendirian di taman belakang.
Ternyata dia benar-benar masih mengingatku. Kenapa aku malah senang saat tahu dia mengingatku ya.. Apa yang aku pikirkan ! Yang dia ingat dengan jelas tentangku, pasti tentang diriku yang menjadi batu lompatan baginya untuk mendekati Zizi. Ya, pasti karena itu.
Batin Mia.
*********
Mia yang ketakutan berada di sana sendirian, akhirnya berlari kecil mengejar Tio yang melangkah menuju ruang makan.
"Loh, kalian sudah mengobrolnya ?" tanya Mama Tio.
Seperti biasa, Tio hanya tersenyum menanggapi ucapan Ibunya.
Karena tidak puas hanya mendapat senyuman dari anaknya, Mama Tio lalu bertanya pada Mia.
"Kalian sudah jalan-jalanya ?" tanya mama Tio.
"Iya, Bu. Sudah" jawab Mia dengan nafas terengah-engah karena mengejar Tio yang meninggalkannya di sana.
"Karena kalian sudah dua kali mengobrol. Jadi apa keputusan kalian mengenai perjodohan ini ?" tanya Pak Rey, papanya Tio.
Semua mata seketika tertuju pada Tio dan Mia.
Mia hanya bisa menunduk untuk menghindari tatapan mata orang-orang disana. Dia tidak tahu harus menjawab apa.
Tolong katakan 'tidak..' katakan 'tidak..'
Batin Mia.
Mia sangat berharap perjodohan ini batal.
"Aku setuju !" ucap Tio sambil memandang Mia dengan sorot matanya yang dingin.
Duarrr !
Bagai tersambar petir, Mia terkejut bukan main. Matanya terbelalak mendengar ucapan Tio barusan.
Apa maksudnya menerima perjodohan ini ? Bukannya dia tidak menyukaiku ? Tio Martadinata, Sandiwara apa yang sedang kamu mainkan sekarang ?
Batin Mia.
Jempolnya gaesss.. Minta Like, komen dan votenya ya 🙏🏼 10 poin pun tak apalah 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Durrotun Nasihah
semyum2 sendiri akuh....
2023-08-01
0
Sulaiman Efendy
SI TIO ANAK NYA LESTARI SAMA REY RUPANYA..
DI NOVEL APA TOKOH TEDY>TIWI, ALDO>ANIS IKUT NONGOL..
INI BARU SUKA DGN VISUALNYA, ENTAH ORG THAILAND, ATAU PHILIPINE GK MASALAH, ASAL JGN PARA OPPA2 OPLAS..
2023-02-11
0
LangitDia
seru banget ceritanya
2022-11-06
0