Dalam gambar itu terlihat Qun dan Shafura keluar bersama dari sebuah pintu di pagi hari. Bila dilihat secara awam gambar itu bisa dideskripsikan kalau mereka telah berbuat yang tidak - tidak.
"Gambar itu tidak benar, aku bisa jel-" Ucapan Shafura terpotong.
Shafura teringat tentang apa alasannya bersembunyi dan masuk ke dalam Bar itu, namun dia tak memiliki bukti untuk membenarkan ucapannya bahwa dia telah melihat dengan matanya sendiri kalau ayahnya telah bertransaksi narkoba.
Qun melihat Shafura tertunduk lemah setelah menghentikan pembelaanya, lalu air matanyalah yang dapat melanjutkan isi hatinya, kini relung hati Shafura benar - benar terluka.
"Dia kesana karena dikejar oleh beberapa orang, dan ingin menangkapnya lalu membunuhnya," Ucap Qun yang mencoba bersaksi dan memberi pembelaan.
"Hah, apa buktinya! Hanya ucapanmu... apakah kau orang yang adil dan dapat dipercaya, lagi pula jika kau sendiri, kau tak bisa menjadi saksi, dalam agama kami butuh 2 orang sebagai saksi," Ujar kemen bersuara sekaligus mengeluarkan ceramahnya.
"Ucapanku dan dia bisa di jadikan pernyataan dalam masalah ini." Saut Qun.
"Lalu apa buktinya kalau kalian tak berbuat senonoh disana!" Ibra menimpali
"Zaf! Zaf bisa menjadi saksi." Usul Shafura.
Qun memejamkan matanya dan tersenyum miring.
"Ceeh! Kau mau menjadikan si pemilik Bar itu saksi, Si Atheis itu?" Ketus Ibra. " Dia saja tak percaya tuhan, bagaimana kami bisa percaya padanya!" Lanjut Ibra.
"Diaaaam, beraninya kauuu!!! "
BHUG
Satu bogem mentah dilayangkan Qun dan mendarat di wajah Ibra karena telah menyinggung Bos yang juga adik bahkan sahabat baiknya itu.
Tak ayal mengalirlah darah dari hidung Ibra, melihat kejadian itu tak ada satupun dari mereka ingin membantu Ibra bahkan melerai, baik Ibu ataupun Si Kemen serta para tetangga yang juga hadir di sana, mereka hanya menonton saja pergulatan yang di kuasai oleh Qun.
"Qun jikau kau ingin membunuhnya jangan dirumahku, aku tak rela darah kotornya berceceran disini!" Ucap Shafura yang nampak kesal pada Ibra.
Qun menatap Shafura yang sempat terdiam.
"Aku tak percaya wanita sepertimu bisa seperti itu, kalian semua sama saja," Ujar Qun sambil mengelap noda darah di tangannya.
Shafura tak bereaksi atas ucapan Qun dan tak mengerti kepada siapa saja kata Kalian Qun tujukan.
"Kalian lihat, dia itu tempramen, mana bisa kita menerima kesaksiannya, kesaksiannya gugur!" Dengan memegangi hidungnya yang berdarah Ibra masih sanggup menumpahkan minyak di api yang menyala.
"Apa yang ingin kau sampaikan sebenarnya Ibra, apa niatmu?, apa inti dari semua ini?" Tanya Shafura.
Ibra terdiam, dia hanya berpura - pura tak mendengar dan sesekali membersihkan darah yang mengalir dari hidungnya.
"Menikahlah dengan pria ini nak!" Ujar Zalima yang bersuara di iringi sesegukan dan menunjuk pada Qun.
Shafura dan Qun sama - sama menaikkan sebelah alisnya, mereka sama terkejutnya. Sebab tak ada angin tak ada hujan mereka disuruh menikah, belum lagi menikah atas dasar fitnah yang tak berdasar.
Shafura berusaha tegar, ia menyapu air matanya sendiri, Ibunya saja tak percaya padanya, apalagi yang bisa ia jelaskan jika sekelas orang tua yang melahirkannya juga sudah membuangnya begitu saja hanya karena sebuah foto, Shafura bisa apa !
"Baiklah! Aku terima, jika itu bisa menyelesaikan masalah ini," Jawab shafura yakin dan tanpa berpikir panjang.
"Aku juga setuju!" Diikuti Qun menjawab setelahnya.
Shafura langsung beralih pandangan melihat Qun,
"Apa yang kau pikirkan Qun, kenapa begitu mudah kau menyetujuinya, setidaknya menolaklah ataupun diam saja ! "
"Ini lebih mudah dari yang aku bayangkan, aku tinggal membereskan sisanya," Ucap Kemen dalam hati.
"Kalian menikah sekarang juga di depan semua orang disini, supaya masalah ini cepat selesai, masalah di akui oleh negara itu nanti, yang jelas kalin sah menurut agama, aku tak ingin menanggung malu lebih lama lagi." Lanjut Kemen pada Qun dan Shafura.
"Baiklah, itu terserah kau!" ketus Qun pada calon Ayah mertuanya.
...****************...
Tak lama setelah kesepakatan singkat itu, Shafura hanya pasrah di pasangkan pakaian pengantin milik ibunya. Sedangkan Qun hanya memakai jaket miliknya untuk menutupi lengannya yang telah dia sobek tadi.
"Aku tak bisa menjadi walimu, aku malu bila menjadi wali nikahmu dengan keadaan yang sekacau ini, imageku rusak karena kau Ra" Kemen bersandiwara berpura - pura tersakiti di depan Zalima yang meriasi anaknya.
"Sudahlah Pak ! kasihani dia, jangan terus menyudutkannya, aku sudah bersyukur dia mau menikah dengan pria itu." Ucap Ibu lirih.
"Bu maafkan aku, aku minta maaf," Shafura berbalik dan menangis memeluk ibunya..
"Sudahlah nak, ibu yakin ini yang terbaik." Balas Ibu
"Bu ! Apakah ibu percaya bahwa aku masih suci?"
"*ibu percaya padamu nak* !"
Ibu tak menjawab dia hanya bergumam, lalu menutupi rasa sedihnya dengan menahan air matanya tumpah.
"Setelah menikah nanti aku ikut dengannya!" Lanjut Shafura dengan melepaskan pelukannya dan kembali menyeka air matanya agar terlihat tegar setelah Sang Ibu tak menjawab pertanyaannya.
"Baiklah nak, itu jauh lebih baik untukmu," Ibu mendaratkan kecupan di kening anaknya.
Mereka tak dinikahkah oleh Kemen atau Ustadz Suhaimi itu, melainkan melalui penghulu yang sudah di tetapkan oleh ayahnya sendiri, begitupun dengan paman Shafura, dia yang akan menjadi wali bagi keponakannya itu Paman Imran, tentu saja menjadi tanda tanya kalau pernikahan ini sudah direncanakan serta dipersiapkan secara matang terlebih dahulu.
Shafura tak perduli lagi dengan semua itu. Yang ia tahu hatinya kini tersakiti, Pamanya hanya merasa iba terhadap keponakannya itu, karena moment sakral itu harus dilalui sepahit ini.
"Semua sudah siap, Wali hadirm" Tanya penghulu
"Saya pak," Jawab Paman Imran
"Permisi Maaf ! saya terlambat," Ucap Zaf belakangan dan masuk keruangan itu.
Zaf datang terlambat karena Qun baru menelponnya saat membersihkan pakaian tadi. Dan terlihat Zaf membawa sebuah peci dan jas hitam.
"Setidaknya pakailah ini " Lanjut Zaf ketika mendekati Qun dan menyerahkannya.
Qun melepaskan jacket basah yang ia bersihkan dari noda darah milik Shafura lalu mengenakan jas hitam dan kopiah yang di bawa Zaf, kini Qun sudah tampak layaknya mempelai sungguhan.
Beratapkan tempat tinggal yang membesarkan Shafura, dengan ruang tamu ala kadarnya tanpa bunga dan hiasan pernikahan, mereka berdua duduk di satu sofa dengan pakaian pengantin dan di disaksikan beberapa tetangga serta Ibunya, lalu Qun pun berucap Ijab Qabul.
"Saya terima Nikahnya dan kawinnya Shafura Azizah Binti Suhaimi dengan mas kawinnya tersebut tunai!"
"Bagaimana Saksi sah!"
"SAAAH"
"ALHAMDULILLAH."
"Alhamdulillah." Gumam Shafura.
Hanya dengan 200 ribu, uang tunai yang Qun miliki di dompet dan sebuah cincin milik pribadi milik Qun yang Ia gunakan untuk menghalalkan Shafura, Qun melepas cincinnya dan meminta tangan Shafura untuk dipasangkan ke jari manis milik Shafura, cincin itu adalah harta satu - satunya milik Qun dari keluarganya. Karna Qun Yatim Piatu.
Tak ada adegan saling bersalaman antar keluarga, hanya Shafura yang menyalami Qun setelah Ijab itupun terlihat dipaksakan. Bahkan foto keluargapun tidak, seakan yang sedang terjadi bukanlah pernikahan.
"Baiklah aku mau pulang!" Ucap Qun setelah memasangkan cincin itu karena merasa tugasnya sudah selesai.
Qun lalu berdiri dan Shafura bersiap ingin mengikuti Qun.
"Hati - hatilah nak, turuti suamimu ya!" Ucap Zalima yang memegangi pundak anaknya lalu beranjak.
Shafura terseyum tipis setelah mendengar dan melihat Ibunya memberi pesan singkat lalu pergi.
"Ibu!" Panggil Shafura agar ibunya tak mengabaikannya untuk terakhir kali sebelum ia pergi kerumah Suaminya.
"Sudahlah jangan kau hiraukan, tak ada Ibu yang tega menuduh anaknya sendiri berzina dan mengabaikanmu. Ini bukan rumahmu lagi, ikut denganku, kita pulang!" Ucap Qun sambil memberikan tangannya untuk membangkitkan Shafura.
Itu perintah pertama yang Qun berikan untuk Shafura setelah resmi menikah. Shafura memilih diam dan bahkan dia tak menerima uluran tangan Qun dan bangkit sendiri. Karena melihat Shafura telah berdiri Qun ingin melangkah namun dia batalkan niatnya.
"Om saya izin membawa Shafura!" Ucap Qun sambil bersalaman dengan Om Imran.
"Baiklah nak, jagakan ponakan Om ya."
"Baik Om."
"Shafura!" Kini pandangan Imran beralih " Ikutilah Suamimu kau akan aman bersamanya." Lanjut Om Imran
Setelah menyalami Pamanya, Shafura ikut melangkah meninggalkan rumahnya bersama Qun dan Zaf, dari dalam mobil Shafura melihat rumah itu untuk terakhir kali dan mendapati ibunya di jendela kamar miliknya karna kamar Shafura yang menghadap kejalan sambil melambaikan tangan.
"Maafkan ibu nak, hanya ini cara ibu menyelamatkanmu, ibu tak ingin kau meregang nyawa Sayang," Ucap Ibu sesegukan sambil tak henti melambaikan tangan ke arah mobil yang di tumpangi putrinya itu.
...Bersambung...
***
* Siapa orang di balik fitnah ini, apakah itu Ibra ataukah Kemen ? *
* lalu bagaimana Shafura menjalani hidup barunya kini, sebagai istri Baequni !
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
pasti si kemen yg bikin ulah biar ga ketauan boroky..smg syafura bahagia sm qun
2022-03-28
1
afseen
kemed harusnya bukn kemen🤣🤣🤣
2022-02-28
1
An-nur
penuh misteri dibalik semua ceritanya menegangkan tpi bikin penasaran
2021-01-08
2