"Makasih banyak bang Juna." ucap Kinza sebelum turun dari mobil. Juna juga ikut turun lantaran membantu Kinza menurunkan hadiah yang di beri teman-teman nya dan juga dari Juna sendiri. Lima buah kado berbentuk persegi panjang, satu boneka panda yang berukuran besar, serta sekeranjang cemilan yang di belikan Juna sebelum pulang tadi.
"Sama-sama, Kinza. Sana masuk, Abang pamit 'ya." balas Juna lembut sambil mengacak puncak kepala Kinza.
"Iyaa bang, hati-hati di jalan 'ya. Chat nya pindah ke WhatsApp aja, okay?"
"Okay!"
Kinza masuk ke dalam rumah dengan wajah berbinar. Kebahagiaan nya bertambah berkali-kali lipat. Tak lama kemudian, Bi Tata datang dan membantu Kinza membawa kado-kado tersebut.
"Dari mana lo?" tanya Kenzo datar. Mata pria itu tak lepas menatap layar PS.
"Habis jalan sama bang Juna." balas Kinza enteng.
"Nggak boleh jalan sama sembarang orang, kudu hati-hati!" balas Kenzo menasehati. Dia kenal pada Juna, tapi tak begitu dekat.
"Iyaa, lo udah makan?"
"Udah."
"Oke deh, gue mau ke kamar dulu, bye." Kinza masuk ke kamar nya sembari membawa tumpukan kado. Gadis itu meletakkan semua kado-kado nya di atas kasur. Lantas dia membersihkan diri terlebih dahulu sebelum membuka kado dan beristirahat.
...---...
Kinza dan anggota Paskibra lainnya tengah mengemasi perlengkapan untuk lomba seperti make-up, evolet, baret berwarna merah yang sudah di hias, baju dan celana Paskibra, serta embel-embel lainnya.
Besok, perlombaan akan di laksanakan di stadion gelora bung Karno, Jakarta. Karena jarak yang lumayan jauh antara Bogor-Jakarta, maka Paskibra SMAN 38 Bogor memilih untuk menginap saja. Hal ini bukan pertama kalinya, bahkan hampir setiap event mereka selalu menginap. Tentu anak paskibra pun pasti pernah mengalami nya.
"Tan, bulu mata kurang dua. Balik dari sini beli yaa?" seru Kinza pada Intan - bendahara di Paskibra.
"Okee, apalagi yang mau di beli? Biar sekalian jalan." tanya Intan pelan. Kinza lantas mengecek kembali apa saja yang kurang.
"Eyeshadow, lipstik merah cabe, sama bulu mata aja. Terus jangan lupa beli lakban buat sepatu." balas Kinza.
"Oke!"
Mereka kembali sibuk.
"Za, lo udah kasih tau purna kalau kita mau nginep?" tanya Jadan setibanya di dekat Kinza. Gadis itu menoleh.
"Udah, semua nya udah siap. Besok kita tinggal tempur aja." balas Kinza enteng.
"Lega deh gue punya anggota kaya lo-lo pada." ucap Jadan seraya merangkul bahu Kinza dengan gemas. Kinza berdecak pelan.
"Iyaa dong, ini baru namanya organisasi. Bisa saling membantu dan bekerja sama dengan baik."
"Tumben lo bijak."
"Suka-suka gue lah!"
“Drrttdrttdrrt..”
Ponsel Kinza bergetar. Lantas dia merogoh kantong celana trening dan memeriksa ponsel nya.
+62818***3840** Nomor tak di kenal***.
"Hallo, siapa ya?" tanya Kinza pelan. Kuping nya di pasang tajam-tajam.
"Saya Al." seru Al di seberang telepon.
"Ap-apaa?! Ko bisa dapet n-nomor saya?"
"Gak penting! Nanti siang saya jemput kamu."
"Nggak! Saya gak mau di jemput sama om!" tolak Kinza mentah-mentah.
"Ini perintah dari Om Zein! Nggak ada penolakan!"
"Tap-"
Klik.
Oh God, kenapa harus orang itu lagi?! Gumam Kinza dalam hati. Okay cukup! batin Kinza. Rasa kesal nya ia kesampingkan terlebih dahulu. Yang penting sekarang hanyalah lomba-lomba dan lomba.
"Akang dan Teteh harap kumpul dulu ya, saya mau memberikan informasi untuk keberangkatan kita besok." suara lantang Jadan sukses membuat anggota langsung memperhatikan nya. Semua langsung berkumpul setelah mendengar instruksi beliau.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Salam paskibra dan salam sejahtera untuk kita semua. Hari ini kegiatan kita stop sampai disini. Semua peralatan tempur sudah siap, jadi kalian boleh pulang untuk mempersiapkan peralatan pribadi masing-masing. Sekarang masih jam sebelas siang, nanti kalian kumpul lagi jam lima sore di sekolah. Waktu enam jam kalian gunakan sebaik mungkin untuk istirahat dan mempersiapkan semua nya. Paham?"
"Siap paham!"
"Akang sudah minta surat dispensasi nya. Jadi kalian boleh pulang sekarang." sambung Jadan lagi. Semua nya lantas berdiri dan bersiap untuk pulang, tak lupa berdoa dan bersalaman satu sama lain.
Berbeda dengan Kinza, gadis itu malah diam tak bergeming. Dia malah menekuk wajah nya dalam-dalam. Suntuk. Pikir gadis itu.
"Balik yuk?" ajak Claudia pelan sambil menyedot minuman berperisa lemon.
"Males balik, pengen di sini aja." balas nya enteng membuat Claudia langsung menoleh ke arahnya.
"Besok lomba keleus, udah yuk ah balik."
"Lo duluan aja, gue di jemput sama om-om tua itu."
Claudia langsung menyemburkan minuman yang ada di mulut nya. Dia kaget setengah mati setelah mendengar penuturan Kinza barusan.
"Lo serius?!" tanya Claudia memastikan. Kinza mengangguk lemas.
"Wedeh, hawa-hawa nya udah nggak enak nih." cibir Claudia sambil tertawa.
"Ih apaan sih lo, udah sana baliiiikkk!"
"Awas suka lo, haha."
"Nggak mau dan nggak akan pernah mau!"
"Oke deh, gue balik yaa. Lo hati-hati, okay?!"
"Sip."
Claudia berangsur bangun dan meninggalkan Kinza sendirian. Beberapa menit Kinza masih terdiam. Ruangan paskibra sudah sepi. Semua orang-orang di sana sudah pulang termasuk sahabat nya.
Kinza menghela nafas nya pelan. Hingga akhirnya dia pasrah dan memilih menemui Al dengan langkah gontai. Gadis itu memakai tas ransel di punggungnya. Dia juga membawa beberapa peralatan untuk dibawa pulang.
Belum sempat dia menunggu. Kehadiran mobil Kijang Innova membuat dirinya semakin melemas. Sudah capek karena latihan, di tambah kudu nemuin om-om judes ini. Kenapa sih hidup gue begini banget?! Gumam Kinza kesal.
"Ayo naik." ujar Al seraya menekan klakson mobil nya. Kinza tersentak kaget, lagi dan lagi dia harus di buat kesal.
"Iya-iya sebentar. Gak sabaran banget sih jadi orang!" cibir Kinza pelan, sangat pelan hingga nyaris tak terdengar oleh Al.
Setelah Kinza masuk. Mobil Al perlahan meninggalkan pekarangan sekolah. Entah kenapa suasana nya berubah menjadi canggung. Kinza ingin bertanya, tapi dia malas mendengar suara Al yang dingin bahkan tak sedap untuk di dengar. Dia memilih diam sambil memainkan ponsel. Tapi tidak bisa. Rasanya mulut Kinza terlalu gatal untuk bertanya.
"Om?" panggil Kinza pelan.
"Hemm." balas nya cuek. Super duper cuek kan? Nggak bisa gitu bilang 'Apa' atau 'kenapa' susah banget kayak nya buat ngomong gitu doang. Kinza mendengus sebal.
"Kita mau kemana?" tanya Kinza lagi. Kali ini tubuh nya ikut menoleh ke arah Al.
"Hotel Grand Nusa."
"Apaa?! Ngapain ke hotel?! om jangan macem-macem ya sama saya! Bapak saya Tentara lho!" berondong Kinza takut. Dia mundur beberapa senti.
"Saya juga Tentara." jawab nya enteng dan semakin menambah takut dalam diri Kinza.
"Pokoknya om gak boleh macem-macem sama saya!"
"Ngapain saya macem-macem sama kamu?! Jelek, kumel, badan kurus kerempeng gitu, mana nafsu saya liat nya!"
Doeeeng, apa pula ini? Ini sih penghinaan namanya! Kinza melipat tangan nya di dada. Rasa takut yang tadi menjalar ke tubuh nya, kini terganti oleh rasa kesal yang sudah mencapai ubun-ubun. Hellooow, demi apa orang cantik dan lucu ini di bilang jelek dan kurus kerempeng?! Benar-benar sinting!
"Om jangan menghina saya seenak jidat ya, gini-gini juga saya banyak yang suka. Saya cantik kok, om nya aja yang buta!" ujar Kinza menyombongkan diri. Memang benar, orang kaya dan cantik bebas dong? Huehehe.
"Saya nggak peduli!"
Nyeess! Sakit tapi tak berdarah. Menusuk sampai ke ubun-ubun. Sumpah tidak bisa di biarkan saja. Ini musti diluruskan.
"Pokoknya saya nggak mau di bawa ke hotel titik gak pake koma." ujar Kinza sedikit menekan kata-katanya.
"Kamu pikir saya mau di ajak ke hotel?!" balas Al tak kalah tinggi. Kinza semakin bringsut, dia tidak merasa takut sedikit pun. Pria tampan di samping nya itu malah semakin lekat menatap Kinza. Tatapan nya pun berubah semakin menajam. Kinza yang di tatap demikian tiba-tiba merasa aneh, sesuatu yang ada di dalam tubuh nya berdesir hebat.
"Tap-tapi bisa kan ki-kita menolak?" tanya Kinza gugup. Entah kenapa jantung nya berpacu lebih cepat. Dia gugup di tatap demikian oleh Al.
Al kembali ke posisinya. Dia menatap lurus ke depan dan mengabaikan pertanyaan Kinza barusan. Jujur saja, Al pun tidak tau-menau masalah ini. Dia hanya di suruh oleh kedua orang tua nya dan kedua orang tua Kinza untuk datang ke Hotel Grand Nusa sambil menjemput Kinza. Sebagai anak yang berbakti Al hanya bisa menuruti kemauan kedua orang tuanya.
Jalanan yang lenggang membuat kedua nya lebih cepat sampai ke Hotel Grand Nusa. Setelah perdebatan nya beberapa menit lalu, mereka berdua malah sama-sama terdiam. Hanyut di dalam lamunannya masing-masing. Al memarkirkan mobil nya lantas langsung mencari keberadaan para orang tua yang berada di restoran Hotel Grand Nusa.
Al berjalan ke tempat yang dimaksud. Dia mengabaikan Kinza. Malas berdebat lagi dengan anak bau kencur yang menurutnya menyebalkan. Sementara itu, Kinza hanya mengikuti kemana langkah pria judes di hadapan nya ini. Langkah mereka sama-sama terhenti ketika menemukan sosok ke-empat orang tua yang sedang duduk manis sambil bercengkerama hangat. Kelihatan nya begitu akrab.
"Permisi om, tante. Ini Al sudah jemput Kinza." ujar Al seraya mencium tangan ke-empat orang tua tersebut. Begitu juga dengan Kinza, dia mencium tangan mama dan papa nya serta kedua pasangan suami istri yang entah siapa, dia tak mengenalinya.
"Sayang, kenalin ini Om Arif dan Tante Sada. Mereka adalah orang tua dari nak Altha." ujar mama memperkenalkan. Kinza lantas menoleh dan langsung tersenyum ramah.
"Hallo Kinza, apa kabar sayang? Kinza sudah besar ya sekarang." sapa suara lembut dan hangat milik tante Sada.
"Alhamdulillah baik tante. Tante kenal sama Kinza?" tanya Kinza dengan polos. Wanita yang bernama Sada itu tersenyum simpul.
"Kenal dong, Kinza kan waktu bayi sering tante gendong." Kinza cengengesan bak orang gila. Dia hanya mengangguk pura-pura mengerti. padahal kenyataannya tidak sama sekali.
"Langsung aja yuk kita bahas perjodohan nya." ujar Arif dengan tenang. Kinza dan Al sama-sama terkejut dengan perkataan nya barusan.
"Lho om, memang nya siapa yang mau di jodohkan?" tanya Kinza pada Om Arif.
"Kinza dan Al."
"Apaaaa?!!!" pekik Kinza dan Al bersamaan, kedua orang itu saling menatap terkejut lalu membuang nya ke sembarang arah.
"Pa, kok bisa sih Kinza di jodohkan? Aku masih sekolah, Paaa!" seloroh Kinza tak terima. Gadis itu merengek pada Zein dan Zahra – kedua orang tua nya.
"Sayang, pernikahan nya nggak akan di laksanakan besok. Kita tunggu kamu lulus dulu, iya kan, Pa?" ujar mama nya dengan enteng. Sumpah demi apapun kepala ku rasanya ingin pecah! Sementara Om Al? Pria cuek itu terlihat lempeng-lempeng saja, seakan tak terkejut lagi.
"Big no-no, Iza masih harus kuliah lagi!"
"Kuliah sudah menikah itu gak apa-apa lho, masih tetap bisa ko mengejar cita-cita nya Kinza. Malah lebih gampang jadi Kinza bisa di bantu sama Al." ucap tante Sada lembut.
Kinza diam mencerna ucapan tante Sada. Ingin rasanya dia menangis saja sekarang juga.
"Kasih Kinza waktu berfikir satu minggu." ujar Kinza memelas.
"Iyaa nggak apa-apa kok. Kita kasih waktu untuk Kinza satu minggu, tapi Kinza harus mau 'yaa?" tanya tante Sada lagi.
"Akan Kinza pikirkan."
"Kalau Al setuju kan?" tanya Zein pada Al. Mendengar namanya di panggil, Al langsung mendongak. Dia harus apa? Bukankah Al hanya ingin berbakti pada kedua orang tua nya? Lantas bagaimana dengan perasaan dan juga hubungan Al dengan kekasih nya?
"Al siap kok, om."
Doeeenggg. Dunia Kinza seperti runtuh seketika! Kenapa Al tidak menolak saja? Kenapa dia malah mengiyakan perjodohan ini? Al benar-benar sudah tidak waras!
Kinza langsung menatap Al tak percaya. Bagaimana bisa pria itu mengiyakan perjodohan konyol ini. Kinza bringsut, dia menarik lengan kekar Al dengan paksa.
"Permisi, semua nya. Iza ada perlu sama Kak Al."
Kinza menarik Al ke toilet restoran. Dia menyudutkan Al dengan tatapan yang entahlah, sulit untuk di artikan. Kinza marah, kecewa, juga sedih dan kesal.
"Om apa-apaan sih, kenapa harus mengiyakan perjodohan ini. Saya masih sekolah om, saya masih kecil!" ujar Kinza marah. Dia menyeka airmata nya supaya tidak runtuh di hadapan Al. Pria itu diam tak menjawab, sungguh dia tidak punya jawaban yang tepat selain hanya ingin berbakti pada kedua orang tua nya. Al tidak ingin mengecewakan mereka.
"Saya ingin berbakti pada kedua orang tua saya, apa itu salah?" ujar Al enteng dan tetap tenang.
"Tapi bagaimana dengan saya, hah?! Saya masih kecil, saya masih ingin kuliah dan mengejar cita-cita saya. Jangan egois om, pikirkan juga masa depan saya!" sudah cukup. Kinza tak bisa menahan isakan nya. Gadis itu runtuh seketika. Al ingin membantu Kinza, tapi gadis itu langsung menepis tangan Al dengan kasar.
"Jangan sentuh saya!" elak Kinza marah. Gadis itu terus menangis membuat Al jadi tak enak hati. Sekarang Al harus berbuat apa? Menolak atau menerima perjodohan ini? Sebab, tak hanya masa depan Kinza yang hancur. Melainkan masa depan nya juga bersama kekasihnya, Putri.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian, bom like dan komentar nya aku tunggu. jangan lupa juga vote aku!🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Atik Ahmad
kerreen Thor, ssy syuka2
2020-12-11
0