Kehangatan di tengah keluarga tak lagi bisa kurasakan. Lalu kemana harus kucari?
🌷Happy Reading🌷
Pagi itu kediaman keluarga Baldwin diisi keheningan seperti biasanya. Angel, ayah, ibu dan juga kakeknya sedang menikmati sarapan bersama. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang sesekali terdengar di tengah keheningan.
Kurang lebih lima belas menit dan setelah sarapan selesai, barulah akhirnya John Baldwin angkat bicara. "Kudengar kau memiliki rancangan software baru, memangnya apa yang kau rencanakan?" tanya Ayah Angel dengan nada sinis.
"Aku sedang mengembangkan software untuk mendesain, Pa. Kalau sudah selesai aku pasti..."
Belum selesai Angel menjelaskan, ayahnya malah tertawa kecil. "Hahaha. Software untuk desain? Apa kau tak punya ide lain yang lebih kreatif? Idemu itu sangat pasaran," ejeknya begitu lepas. Dia seperti tak peduli sama sekali dengan perasaan Angel.
Tuan Xavier memandang tajam pada putra sulungnya. "Jaga mulutmu, John. Jangan bicara seperti itu pada cucuku. Apa kau tak bisa dulu mendengarkan dulu penjelasan darinya?"
"Apa yang harus didengar lagi, Pa? Anak ini memang tidak berbakat di bidang IT. Percuma saja dia kuliah empat tahun menekuni jurusan itu. Dia memang tidak ada apa-apanya dibanding dengan Felix. Kemampuan Felix berada sangat jauh, bagai langit dan bumi."
Hati Angel kembali merasa perih. Perih karena dibandingkan dan dibuat merasa kecil. Dan Angel pun yakin, sebentar lagi ayahnya akan kembali mengungkit luka masa lalu yang terus menghantui.
"Dan kalau bukan karena kebodohan anak ini, Felix tidak mungkin meninggal!" hardik Tuan John sambil menunjuk Angel dengan wajah berangnya.
Angel hanya bisa menundukkan kepala. Skenario yang sudah dapat dia baca. Selalu drama menyakitkan seperti ini yang harus dia lalui di pagi hari saat nama Felix sudah disebut.
"Aku bilang jaga mulutmu, John!" bentak tuan Xavier.
Dia sangat tidak suka dengan kata-kata yang keluar dari mulut putranya. Pria tua itu beralih menatap Angel. Wajahnya berubah sendu. Dia merasa begitu kasihan pada cucunya.
"Memang dialah penyebab Felix meninggal, Pa. Kalau dia tidak bertengkar dengan Lucas, maka Lucas tidak akan mengajak Felix untuk minum-minum hari itu. Kecelakaan pun pasti tidak akan terjadi. Anak itulah biang keroknya!"
Tuan John sekali lagi menunjuk Angel. Pria itu bahkan seperti enggan untuk menyebut nama putrinya sendiri. Mata hatinya seperti sudah ditutupi oleh benteng kebencian yang sudah dia bangun sendiri.
"Mamamu pasti akan bersedih di atas sana melihatmu yang seperti ini, John. Bukalah mata hatimu. Jangan menyalahkan Angel atas takdir yang sudah digariskan untuk Felix dan Lucas."
"Tapi memang dia yang salah, Pa."
Tuan Xavier memundurkan kursinya lalu berdiri. Pria itu menarik tangan Angel agar cucunya ikut dengannya.
"Percuma kita bicara dengan manusia yang keras hatinya dan menyimpan kebencian yang tak berdasar. Ayo kita pergi saja. Kau juga harus bekerja kan?"
Angel hanya mengangguk pelan lalu menjawab, "iya, Kek." Angel tak berani melihat wajah ayahnya. Namun bisa gadis itu bayangkan kalau pria itu sedang menahan geram dan amarah karena sekali lagi kakeknya lebih membela Angel.
"Aku tidak akan membiarkan anak itu membuat rugi perusahaan dengan ide pasaran yang dia miliki, Pa." Ayah Angel berkata dengan lantang membuat langkah kaki Tuan Xavier dan Angel seketika terhenti.
Tuan Xavier berbalik, menatap datar putranya. "Aku yang membangun perusahaan itu dari nol. Kurasa aku yang lebih tahu tentang seluk beluk perusahaan. Dan aku yakin bahwa Angel tidak akan memberi kerugian."
Tuan Xavier tidak ingin mendengarkan lagi perkataan anaknya. Pria tua itu kembali membawa Angel menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
Begitu sampai di kamar, Angel langsung menuju balkon. Tempat favoritnya yang selalu bisa membuat perasaan sedikit lebih tenang karena desiran angin yang menyejukkan. Banyaknya pohon yang mengelilingi rumah keluarga Baldwin membuat area itu memang cukup asri.
"Jangan terlalu dipikirkan ya Njel. Salah kakek selaku orang tua kalau papamu tidak bisa menjaga mulutnya dengan baik."
Angel duduk di salah satu kursi. "Tidak, Kek. Dulu papa tidak begitu. Papa dulu tidak pernah berkata kasar padaku walau memang tidak berkata selembut dan semanis pada kak Felix. Jadi ini bukan salah Kakek. Sedikit pun tidak."
"Tapi tetap saja... Hah. Mamamu pun hanya diam saja mendengar papamu berkata begitu. Mereka itu memang pasangan yang serasi. Sama-sama tak punya hati." Tuan Xavier heran dengan anak dan menantunya. Bagaimana bisa sangat tega pada anak sendiri? Tak habis pikir.
"Mama mungkin takut salah bicara dan membuat papa semakin murka, Kek. Sudahlah Kakek. Bukankah memang sudah biasa seperti ini? Kini Angel sudah menjadi kebal dengan semua kata-kata papa."
Angel menarik sudut bibirnya. Tuan Xavier malah mendengus kesal. "Senyummu tampak aneh. Tunjukkan gigimu, itu baru namanya senyum."
Angel mencebikkan bibirnya. "Kakek... Ini bukan iklan pasta gigi yang mana modelnya harus senyum lebar-lebar sampai giginya kering karena terlalu banyak kena angin."
Tuan Xavier terkekeh pelan. "Tapi senyum lebar begitu yang tampak cantik dan tulus."
"Iya iya. Ini Angel lebarin lagi senyumnya."
Kedua sudut bibir Angel semakin tertarik ke atas. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih.
"Nah, begitu baru cantik," puji kakeknya.
"Angel memang sudah cantik dari lahir, Kek."
"Iya, karena kakek pun ganteng. Jadi gen itu turun pada papamu lalu turun padamu."
Angel tersenyum geli. "Ternyata kakek bisa juga menyombongkan diri ya," ejek Angel.
"Tak apa-apa kalau sombong sekali-sekali," ujar tuan Xavier membela diri.
"Oh iya, coba beri tahu kakek tentang ide software yang tadi kau sebutkan di meja makan."
Angel tampak bersemangat saat kakeknya menyinggung hal tersebut. Namun wajahnya berubah masam saat ingat apa yang dikatakan oleh sang ayah. Idenya adalah ide yang pasaran.
"Kata papa idenya pasaran, Kek. Nanti coba Angel cari ide lain saja."
Angel biasanya tak begitu peduli dengan omongan orang. Tapi saat ayah kandungnya sendiri yang bicara, mau tak mau itu mempengaruhi dirinya. Tiba-tiba hatinya merasa kecil dan tak yakin dengan ide yang dia miliki tersebut.
"Sebelum papamu lahir, kakek sudah lebih dulu bergelut di bidang ini. Mungkin kakekmu ini sudah tua dan kemampuan otak sudah semakin menurun. Tapi percayalah, sisa-sisa ilmu tentang IT pasti masih tertinggal di sini." Tuan Xavier menyentuh kepalanya dengan tangan kanan. Lalu mengetuk-ngetukkan kepalanya sendiri.
"Apa yang Kakek lakukan?"
"Memastikan kepalaku ini tidak kopong dan masih ada isinya. Dan memang benar masih ada."
Angel tergelak. "Kakek bisa saja."
Dalam hati Tuan Xavier bersyukur karena cucunya paling tidak masih bisa tertawa. "Jadi sekarang ayo coba katakan pada kakek. Kakek mau dengar tentang idemu."
--- TBC ---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Alesta Cho
si papa jahat amat dah, aku tunggu kehadiran si pria misterius author
tertanda,
LIKE A MIRROR WALL
2021-03-01
2
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like mendarat lagi kakak😊
dari "asisten dadakan."
kutungggu kehadiranmu kembali.
💪💪💪
2020-12-31
4
🍾⃝ ᴋɪͩᴍᷞ sͧᴇᷡᴏͣᴋ ʙɪɴ🌟🌟
Gk tau mau bilang apa. 🤔🤔🤔🤔🤔
2020-12-19
3