Senyum itu hanyalah topeng untuk menutupi luka yang menganga di dalam hati. Karena saat kau menunjukkan pada dunia hatimu yang hancur, mereka mungkin saja akan menghancurkan lebih parah lagi.
🌷Happy Reading🌷
Begitu Angel masuk ke dalam kamar, dia hanya sibuk mondar-mandir di balkon kamarnya. Pikirannya masih saja tertuju pada sosok pria yang sudah menjadi penyelamat baginya malam itu.
Kenapa aku merasa pria itu memang pengirim surat dan paket selama ini? Kalau itu dia, kenapa dia muncul lagi setelah sekian lama tak mengirim surat lagi? Kemana saja dia selama ini?
Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Angel. Tapi tak satu pun titik terang dia dapatkan.
"Princess, kau sudah tidur? tanya suara dari depan pintu diiringi ketukan kecil.
Jarak balkon yang memang lumayan jauh dari pintu kamar disertai rintik hujan membuat Angel tak mendengar suara panggilan kakeknya. Hingga akhirnya pria paruh baya itu putuskan untuk membuka perlahan pintu kamar cucunya.
"Kau sedang apa, Princess?" tanya sang kakek.
Angel tersentak kaget karena sejak tadi pikirannya sedang melayang jauh. Gadis itu sontak melihat ke belakang dan mendapati ternyata kakeknya sudah berdiri di belakang.
Xavier Baldwin, pria berusia tujuh puluh lima tahun merupakan kakek sekaligus pendiri XB Corp. XB Corp adalah perusahaan yang bergerak di bidang IT dan cukup diakui dalam bidang tersebut. Kini tentu saja tuan Xavier sudah tidak lagi aktif di perusahaan, digantikan oleh ayah Angel.
Angel lalu tersenyum kecil. "Kakek," panggilnya singkat.
"Tumben sekali masuk ke kamar Angel tidak ketuk pintu dulu?"
Tuan Xavier membalas senyum cucunya. "Bukan kakek yang tak mengetuk pintu, tapi kau yang tak dengar. Memangnya sedang memikirkan apa sih sampai sibuk mondar-mandir saja dan tak fokus?"
Angel menggeleng pelan. "Bukan apa-apa, Kek."
"Yakin?"
"Iya, Kakek. Kenapa Kakek menjadi bawel begini sih?" tanya Angel sembari mengerucutkan bibirnya. Hanya pada kakeknya saja Angel bisa menunjukkan sisi manja seperti ini yang ada dalam dirinya.
"Karena kakek sayang padamu. Kakek tidak ingin kau merasa terluka sendiri, Angel."
Tuan Xavier meraih tangan cucunya. Tangannya tergerak untuk membelai lembut kepala Angel.
Perasaan hangat seketika menyelimuti Angel. Perasaan yang tidak pernah dapat dia rasakan dari orang tua kandungnya lagi. Bibir Angel terangkat sedikit, tersenyum kecil sebagai balasan atas perkataan sang kakek.
"Aku tahu itu. Kakek adalah orang yang paling sayang padaku di dunia ini. Kakek memang yang terbaik," ujar Angel sambil mengangkat jempol kanannya. Senyuman tak luput dari wajahnya. Namun di balik senyuman itu, tuan Xavier dapat membaca isi hati cucunya.
"Kau bisa saja memuji kakek. Katakan apa kau ingin sesuatu?"
"Hahaha. Kakek... Angel sudah berubah. Angel kan bukan anak kecil lagi yang memuji kakek saat mau sesuatu saja. Angel sudah dewasa dan menjadi orang dewasa itu sulit ya," kata Angel sambil menerawang.
"Saat dewasa baru aku merasakan kehilangan kasih sayang orang tua, bahkan dibenci oleh orang tua sendiri."
Tuan Xavier menangkup wajah cucunya. Matanya memancarkan kasih sayang yang teramat dalam kepada sang cucu. "Mereka sayang padamu, Angel. Mereka hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan kalau Felix meninggal kecelakaan karena takdir dan bukan karenamu."
"Tidak, Kek." Angel menjawab cepat.
"Mereka tidak sayang lagi padaku. Kasih sayang mereka sudah mati untukku saat kak Felix pergi untuk selamanya. Bagi mereka aku hanya pembawa sial yang menyebabkan anak kesayangan sekaligus pewaris mereka meninggal. Aku..." Angel tercekat. Setiap kali pembicaraan tentang hal ini terjadi, ingatan malam itu pun kembali berlarian dalam benaknya. Perasaan bersalah, sedih, dan trauma selalu saja menghantui.
Angel memeluk dirinya sendiri. Dia menggigit bibir bagian bawahnya untuk mengurangi rasa sakit yang bersarang di dadanya.
Tuan Xavier merasa begitu prihatin melihat keadaan cucunya. Ternyata luka itu masih begitu membekas di hati semua orang. Luka karena kehilangan orang terkasih dalam keluarga mereka. Luka karena kehilangan Felix Baldwin yang adalah saudara satu-satunya Angel sebelum Tuhan menjemput kembali pria itu dua tahun yang lalu.
"Ada kakek di sini. Ada kakek. Kau tidak sendiri. Kakek sayang padamu." Tuan Xavier merengkuh tubuh Angel lalu menepuk-nepuk pelan punggung cucunya.
"Aku yang salah, Kek. Andai saja hari itu aku tidak marah dan mengancam untuk memutuskan pertunangan juga membatalkan pernikahan maka semua ini tak akan terjadi. Kak Lucas tidak akan mabuk-mabukan bersama kak Felix. Mereka tidak akan pergi untuk selamanya."
Tubuh Angel bergetar hebat. Tangisnya pun pecah. Terdengar begitu pilu dan menyayat hati. Kilasan itu terlihat semakin jelas dalam ingatannya. Seperti memaksa Angel untuk merasakan kembali rasa sakit yang begitu dalam.
Kehilangan calon suami, kehilangan kakak kandung dan dibenci juga disalahkan oleh orang tua sendiri. Kehidupan apa yang dia jalani ini? Mengapa begitu banyak cobaan yang dia hadapi sampai rasanya dulu dia ingin mati saja.
"Ssttt, Angel. Surga akan bersedih melihat salah satu malaikatnya menangis terus. Sudah ya Sayang," bujuk tuan Xavier.
"Jodoh, maut, rezeki, semua sudah diatur oleh Tuhan. Tak peduli bagaimana manusia merencanakan, kalau Tuhan sudah berkehendak lalu kita bisa apa?"
Jeda sejenak. Tuan Xavier masih menepuk-nepuk punggung cucunya. Tangis Angel pun semakin reda.
"Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Semua ini memang sudah jalan dariNya. Kalau memang kita harus memakai logika dan alasan seperti yang tadi kau sebutkan, mari kita coba ulik kembali."
Tuan Xavier melonggarkan pelukan mereka lalu menatap Angel yang berlinang air mata. "Bukannya kakek ingin menyalahkan orang yang telah meninggal atau mengungkit kesalahan mereka. Tapi kau marah pada Lucas karena dia ketahuan main judi lagi, bahkan dengan uang yang dia pinjam darimu. Jadi wajar sebagai calon istrinya kalau kau marah. Wajar jika kau ingin dia berubah sebelum kalian menikah. Walaupun kakek sedikit tidak setuju dengan caramu yang mengancam akan memutuskan pertunangan dan membatalkan pernikahan."
Tuan Xavier menghapus air mata di pipi cucunya dengan kedua ibu jari. "Dan Lucas bukanlah anak-anak lagi. Dia seharusnya bisa bersikap lebih dewasa dalam menghadapi masalah dan bukan dengan mabuk-mabukan. Seharusnya dia menunjukkan keseriusan padamu dengan bersikap lebih baik lagi. Belum lagi dia memaksakan diri untuk menyetir padahal dalam keadaan mabuk. Intinya kalau memang harus memakai logika kita sebagai manusia, itu artinya kalian sama-sama salah. Bahkan kakek bisa katakan kalau kesalahan yang diperbuat oleh Lucas lebih banyak dalam memicu kecelakaan yang terjadi. Tapi siapa kita yang bisa menjengkali sang pemilik kehidupan dengan logika kita?"
Tuan Xavier menghela napas. "Maksud kakek, berhentilah merasa bersalah atas sesuatu yang berada di luar kapasitasmu. Maut itu bukanlah sesuatu yang bisa kita maknai dengan nalar sebagai manusia."
"Lepaskan luka masa lalumu. Mungkin dengan begitu orang tuamu juga akan melepaskan kepahitan tak berdasar yang berada dalam hati mereka. The art of letting go."
Angel hanya diam seraya mencerna semua perkataan kakeknya. "Tidurlah. Jangan pikirkan apapun lagi dan berhenti menyalahkan diri sendiri. Kau pantas bahagia. Benar-benar bahagia bukan sekedar pura-pura bahagia dan juga pura-pura tangguh. Kakek sayang padamu."
"Terima kasih, Kek. Angel juga sayang sekali pada Kakek," balas Angel sedikit terlambat karena dia terlalu sibuk mencerna setiap kata yang diucapkan oleh sang kakek.
Tuan Xavier yang sudah hampir mencapai daun pintu lantas berbalik dan tersenyum. "Good night, my little Angel," ucapnya pelan yang mungkin saja tak lagi bisa didengar oleh Angel.
--- TBC ---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Hesti Pramuni
mmm...
udah tah kek?
2022-09-13
0
Endank Susilowaty
lucas kayak gimana rupamu jadi penasaran
2021-09-07
1
hiatus
aku baru mampir Thor, semangatt berkarya terus thorrr
mampir dan dukung karya pertama ku juga yaa thor, judul nya 'What Happens When You Die'
2021-08-24
1