Istri Kontrak Tuan Arjuna
Pukul 02:00, delapan tahun yang lalu.
Seorang pria bertubuh tinggi kekar baru saja pulang dari kantornya ia memijat tengkuknya yang terasa pegal itu. Berjalan keluar area gedung menuju pelataran kantor.
Mendekati sebuah mobil mewah yang sudah terparkir di sana. pria berusia 27 tahun itu berjalan sedikit lunglai pasalnya pukul tujuh pagi nanti ia harus sudah take off menuju London namun di jam segini saja ia belum tersentuh bantal dan selimutnya. Menjadi seorang CEO muda memang tidak mudah, namun itu tak membuat Arjuna untuk berhenti berambisi sebelum menjadi raja bisnis di Negara ini. Ia mendekati mobil itu saat seorang asisten pribadinya sudah membukakan pintu itu untuknya, dan setelah semuanya masuk, mobil pun melaju menuju rumahnya.
sang asisten menoleh sejenak. "Anu Tuan? anda yakin, nanti kita tetap melakukan perjalanan tanpa jet pribadi anda?" tanya Rian, pria itu masih baru bersamanya sehingga dia belum begitu memahami karakter bosnya yang suka seenaknya sendiri itu.
"menurut mu, sudah lah. aku bilang aku ingin naik pesawat di Bandara internasional. pasti akan sangat seru jika mengantri di sana." tersenyum tipis. dengan mata yang terpejam menyandar di sandaran kursi.
Rian pun geleng-geleng kepala. terserah situ lah Tuan.
mobil pun terus melaju, menyisir jalan ibu kota yang sudah mulai sepi, karena kehidupan malam sudah mulai meredup, orang-orang pun sudah mulai terlelap dalam tidur mereka.
cukup menempuh perjalanan sekitar satu jam, mobil pun sudah tiba di rumah. Rian yang dengan cepat keluar dari mobil itu, tepat saat seorang pelayan sudah membuka pintu mobil itu untuk Tuannya.
Mereka pun terus berjalan hingga sampai pada ujung tangga dan menaiki anak tangga tersebut yang terdapat Karpet merah di bawahnya dengan memijat batang hidungnya yang pening ia bergegas terus naik ke dalam kamarnya. Lalu berhenti di depan pintu yang besar itu, di mana sang pelayan sudah membukanya untuk sang Tuan muda.
"Kalian sampai sini saja, aku mau masuk sendiri." Titahnya. "Oh... Dan kau Rian, kau boleh langsung pulang, besok kau tidak perlu kemari. Langsung saja ke Bandara." Ucapnya sebelum masuk ke dalam kamarnya sementara Rian langsung mengiyakan dan menghela nafas lega. Akhirnya dia bisa pulang juga, begitu pikirnya.
Di kamar...
"Huft, aku bosnya. tapi kenapa aku sangat iri dengan para karyawan ku, yang bisa pulang cepat dan tidur sembari memeluk istri mereka." Gerutu Juna sembari melepaskan jas melempar itu ke-sembarang lalu semua atribut yang ia kenakan. Termaksud sepatu yang ia lemparkan begitu saja.
"Tidak ada waktu untuk mengganti pakaian, aku sangat mengantuk." tukas Juna sembari melepas kemejanya dan melompat ke atas ranjangnya, dengan bertelanjang dada dan masih menggunakan celana bahannya Juna memejamkan matanya, tertidur.
***
Pagi berselang Juna menerima telfon dari Rian asisten pribadinya. Dengan malas, ia meraba-raba kasurnya mencari ponselnya. Namun tangannya tak kunjung menyentuh ponsel itu, membuat kepalanya sedikit terangkat dan mencari ponselnya yang sedari tadi berbunyi.
"Haahhh mana sih ponsel ku?" Ia pun menemukannya di atas meja di dekat ranjangnya.
"Hallo–" sapa Juna serak.
"Tuan Anda dimana? Pesawat akan take off empat puluh menit lagi." ucap Rian dari seberang membuat Juna terperanjat seketika matanya tertuju pada jam di mejanya.
"Ohh shit! Aku kesiangan." Runtuknya ia pun bergegas bangun dan mematikan ponselnya.
ia langsung membasuh tubuhnya dengan air yang mengalir dari kran shower nya, dan menyelesaikan mandinya itu dengan cepat, lalu bergegas mengenakan pakaian terbaiknya.
Sejenak, dia mengingat kembali apa yang harus di bawa dan setelah diyakin tak ada yang tertinggal? Ia pun berlari dengan dasi dan jas masih tergantung di lengannya, rambutnya yang masih acak-acakan pun tak di perdulikan nya ia segera berlari masuk kedalam mobil yang sudah terbuka pintunya. Seorang supir pun bergegas menuju kursi kemudi nya dan membawa mobil itu melaju.
"Sial... Sial... Sial!! Ini Seperti nya tidak akan keburu." Juna menggerutu dengan tangan yang tengah menyisir rambutnya lalu menggunakan hair sprai.
Setelah menatanya rapi, Ia pun mengenakan rompi nya dan jam tangan yang terpasang di lengan kirinya. Juna meraih cermin nya.
"Okay, sempurna." gumamnya dengan bangga dan senyum yang tersungging sangat arogan itu. Di depan Airports Juna berjalan cepat dengan kaca mata hitamnya. Penampilannya yang sangat keren itu membuatnya menjadi pusat perhatian terutama para gadis.
"Boss!" Seru seseorang membuat Arjuna menurunkan kaca matanya. "Terpaksa kita reschedule gara-gara anda terlambat Tuan." ucap Rian.
"Ya sudah lah tidak apa-apa, kapan pesawat selanjutnya terbang?"
"Lima puluh menit lagi Tuan," jawab Rian.
"Masih lama ya? Baiklah, Aku akan mengunjungi resto sebentar, gara-gara terburu-buru jadi belum sempat sarapan." ucap Arjuna yang lantas melenggang pergi Rian pun membungkuk.
.
.
.
Saat ini, Juna tengah berjalan santai menuju salah satu restoran di bandara itu jiga. ia mendengar sebuah keributan membuatnya menoleh, dan mendapati seorang gadis remaja yang tengah di seret paksa seorang security, Juna menurunkan kaca matanya lagi dan langsung memasangnya menurutnya hal itu tidak lah penting. Ia pun memutuskan untuk diam saja saat melewati gadis tersebut yang tengah menangis.
Di dalam resto Yang terkesan mewah.
Juna memesan croissant dengan butter dan secangkir kopi disana.
Dia sedikit menikmati menu breakfast tersebut, sesekali matanya tertuju pada jam di tangannya. ia pun mengakhiri makan paginya itu dan mengusap bibirnya dengan serbet yang ada di pangkuannya. Setelah membayar sesuai yang tercatat di Bill, ia pun keluar dan kembali menemui Rian yang sudah berdiri di hadapannya lalu mengantarnya untuk segera masuk ke pesawat mereka.
****
"Aaaaahhh lepas pak jangan usir saya, itu ibu saya, kami harus bicara." Seru Naya.
"Nona! Anda sudah membuat keributan di sini, jadi lebih baik anda pergi sekarang juga, atau anda mau saya membawa anda ke kantor polisi?" ucapnya membuat Naya berhenti memberontak untuk memaksa masuk. Lagi pula semua tidak ada gunanya ibunya tetap pergi ke luar negeri dengan suami barunya itu. Naya menutup mulutnya dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya menekan dadanya yang sesak, ia kembali teringat saat dimana ibunya pergi dengan seorang pria kemarin malam, belum lagi ketika sang ayah turut pergi akibat mengakhiri hidupnya di malam yang sama.
"Ibu..? Kenapa kau tega sekali pada ku dan ayah?" Gumam Naya yang lantas berjongkok, di depan Airports tersebut.
"Kenapa kau mengusir ku hiks... Kenapa kau mengusir ku seperti pengemis ibu hiks... Hiks."
"Naya, bangunlah." ucap seseorang yang berdiri di hadapannya membuatnya mendongak keatas.
"Raihan?" Gumamnya saat mendapati teman masa kecilnya tengah ada di hadapannya, membuat Naya lantas berdiri dan memeluknya tanpa sadar.
Raihan sedikit membeku karena Naya tiba-tiba memeluknya, tangannya perlahan naik membalas pelukan Naya.
"Ibu ku sudah pergi Raihan...kini hanya ada aku dan nenek saja di rumah itu hiks dia meninggalkan ku dan nenek." Isak Naya membuat Raihan menepuk-nepuk punggung Naya berusaha menenangkannya.
"Naya, sudah biarkan ibu mu itu pergi, sekarang kau ikut aku pulang ya." ucap Raihan yang lantas membuat Naya melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya, lalu mengangguk.
"Ya sudah sekarang kita ke parkiran motor, motor ku ada disana." ucap Raihan yang membuat Naya kembali mengangguk.
Mereka pun berjalan beriringan menuju sebuah parkiran motor, Raihan mengeluarkan motor matic nya diantara kumpulan motor-motor lain.
Setelahnya, Raihan pun mulai menaiki motor itu dan menyuruh Naya untuk segera naik juga, membonceng. Sepanjang perjalanan Raihan terus menatap Naya dari kaca spionnya ia melihat Naya masih terus meneteskan air matanya. Walau tidak terdengar suaranya namun ia yakin Naya masih sedih karena hal itu. Membuatnya memutuskan untuk mencari tempat lain guna menenangkan Naya.
Sesaat motor Raihan sudah berhenti di sebuah taman yang tidak begitu ramai, membuat Naya merasa aneh, ia turun dari atas motor Raihan dan melepas helmnya.
"Raihan? Kenapa kita berhenti disini?" tanya Naya yang masih bingung.
"Tidak apa, aku tidak mau kau tetap menangis saat sampai di rumah mu nanti, kau tidak mau kan membuat nenek mu juga ikut sedih?" tanya Raihan, Naya pun menggeleng pelan.
"Ya sudah ayo, kita duduk di sana dan keluarkan semuanya, ceritakan pada ku apa yang terjadi pada mu tadi" ucap Raihan yang melangkah lebih dulu meninggalkan Naya yang masih mematung.
Sikap cool Raihan memang sangat misterius baginya, sampai saat ini ia masih bingung dan tidak pernah bisa menangkap maksud dari sikapnya itu, sekilas ia seperti pria dingin yang tidak peduli, namun ia pun merasakan bahwa Raihan selalu ada buatnya di kala ia sedang dilanda kesedihan. Jujur saja walau Naya sedikit memiliki perasaan padanya ia tetap berusaha untuk menahan itu, karena takut kalau Raihan tidak menyukainya dan malah akan menjauhinya.
Dengan pelan Raihan duduk di sebuah ayunan, di ikuti dengan Naya yang juga duduk di ayunan sebelahnya.
"Sekarang ceritakan, apa yang terjadi tadi?" tanya Raihan tanpa menatap ke arah Naya.
Dengan menghela nafas Naya pun mulai menceritakan apa yang terjadi tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Yusni Ali
Bagus ceritanya
2022-09-22
0
Siti H
mampir juga kakak cantik, di novel aku karya pertamaku.
1. Pemikat sukma
2. Kuntilanak pemakan janin
2022-07-22
0
Icka Shinbie Poespittasarrie
maaf ya thor,aq baru sempat baca karyamu,,,,,,,😇naya yg Malang,,,,,demi neneknya ia rela berkorban,semoga juna gak hanya nikah kontrak saja,,,,tapi untuk selamanya menikahi naya😊
2022-07-21
0