Leon memperhatikan dengan seksama kerutan yang terbentuk diantara kedua alis ibu gurunya. Mam Ann sedang membersihkan mulut Leonard dengan sebuah tisu. Makan malam baru saja mereka selesaikan. Setiap saat Leon melihat ibu gurunya tersebut mengernyit dan menggosok pelipis.
"Apakah sakit sekali, Mam?" tanya Leon.
"Mam sepertinya butuh tidur, Leon. Tadi Mam baru tertidur setengah jam an."
"Mam mau minum obat? Atau Mam tidur saja lagi?" Leon memandang Anna dengan wajah khawatir.
"Obat sepertinya bagus ... nyerinya tidak akan hilang kalau tidak minum obat. Tapi tidurnya nanti saja, sebentar lagi ...."
Leon mengangguk. Ketika Anna bergerak mengambil tablet penahan nyeri, Leon menuangkan segelas air dan memberikan pada Anna.
"Oh, terimakasih, Sayang."
Anna menelan tablet tersebut, lalu menyandarkan kembali punggungnya ke sandaran sofa. Leon mengambil bantal kecil berbentuk potongan apel miliknya dan meletakkan di sisi kiri Anna. Ia sendiri duduk di sisi kanan.
Lengan kanan Anna bergerak naik dan memeluk bahu Leon.
"Kenapa Leon memaksa sekali kemari? Daddymu jadi gusar."
"Dad sudah berjanji akan menjemput Mam."
"Ya. Daddymu menelepon Mam. Tapi Mam sakit kepala, jadi tidak bisa pergi."
Leon mengangguk, percaya karena sudah melihat sendiri keadaan Anna.
"Mam, tidurlah ...."
Anna yang memejamkan matanya menggeleng pelan. "Tidak. Mam tidak ngantuk. Kita mengobrol saja. Ayo, cerita tentang acara besok. Siapa saja yang akan ada disana?"
"Mmm ... Kakek Hamilton, Daddy, Leon dan Paman Bruno akan berangkat dari sini. Nanti di Green Forest semua keluarga akan berkumpul."
"Mmm ...." Anna hanya berguman.
"Mam, tidurlah," ulang Leon lagi, ia bergerak bertumpu pada lututnya di atas sofa dan mulai memijit kening Anna.
"Anak pintar, itu enak," ucap Anna pelan.
Leon tersenyum senang.
"Tidak apa-apa kalau Mam mau tidur sambil menunggu Daddy."
"Tapi Leon ke sini mau bertemu Mam. Jadi tidak mungkin Mam tidur ... ah, Mam ada membeli beberapa buku cerita bergambar, belum sempat Mam baca. Mau membacakannya?" Anna teringat beberapa buku yang ada di meja kamar tidurnya. Ia bisa membuat bocah itu sibuk dengan membaca.
"Bisa. Dimana bukunya, Mam?" Leonard mengangguk.
"Di atas meja kamar. Leon bisa ambil semuanya."
"Kalau begitu, kita membacanya di kamar saja. Mam bisa berbaring dan istirahat."
Merasa kepalanya mulai berat, Anna menyetujui usul Leon. Mereka segera pindah ke kamar. Anna menyusun bantal dan mulai bersandar mengatur posisi nyaman. Ia juga mengatur bantal untuk Leon di sebelahnya.
Leon mengangkat satu set buku cerita bergambar dari atas meja Anna dan membawanya ke atas ranjang. Ia mengatur posisi bersandar di sebelah Anna
"Mulailah membaca, Leon."
"Ya, Mam. Gambarnya bagus-bagus." Leon mulai membuka halaman demi halaman. Membaca dengan suara pelan dan kadang terbata. Ia juga kadang berhenti ketika sedang menatap ke arah gambar yang menarik perhatiannya. Ia menunduk dan memperhatikan detail gambar, mengelus dengan ekspresi senang lembaran buku tersebut, sebelum kembali membaca.
Buku pertama sudah selesai. Dengan gembira dan penasaran, Leon memilih lagi. Anna melihat bocah tersebut suka dengan buku-buku yang ia punya. Dengan lebih santai Anna memposisikan tubuhnya rileks dan memejamkan matanya.
"Jangan kemana-mana, Oke. Jika Mam tertidur dan ayahmu sudah tiba, bangunkan Mam untuk membuka pintunya. Jangan buka kalau bukan ayahmu," bisik Anna.
Leon mengangguk, dan Anna mulai mendengar bocah itu kembali membaca.
Setelah buku kedua selesai, Leon menyadari ibu gurunya sudah tertidur. Leon menutup buku dan mengambil buku ketiga. Tumpukan buku itu ternyata adalah serial, cerita petualangan yang sangat digemari Leon. Karena Mam Anna sudah tidur, Leon hanya membaca dalam hati.
Suara-suara di jendela arah beranda membuat Leon menutup bukunya, ia melorotkan tubuh turun dari ranjang, melirik ke arah Anna yang masih terpejam. Memutuskan pergi sendiri ke pintu depan ketika suara-suara itu terdengar makin keras.
"Daddy?"
Seketika suara-suara yang didengar Leon berhenti. Orang yang ada di beranda tersebut menunggu sambil berdiam diri.
"Dad?" tanya Leon lagi.
Leon mendengar suara seseorang berdeham di luar pondok.
"Anna? Kau ada di rumah?" tanya orang yang ada di luar pondok.
Leon melirik ke arah bingkai pintu kamar ibu gurunya.
"Anna, seseorang mengirim ini ke pondokku. Ternyata ini dikirimkan untukmu."
"Paman siapa?"
"Paman tetangga Mam Anna. Bisakah kau membuka pintu?"
"Leon akan bangunkan Mam dulu."
Leon baru saja akan berbalik ketika orang tersebut bicara lagi.
"Oh, tidak. Jangan bangunkan kalau dia sudah tidur. Buka saja jendelanya, Paman akan masukkan kiriman ini lewat jendela."
Leon ragu sejenak, melihat lagi ke arah pintu kamar. Ia mendongak dan melihat palang pintu lumayan tinggi, ia harus mencari kursi kalau ingin membukanya.
Leon melihat jendela, jendela itu berukuran kecil, lubangnya dipasangi beberapa kayu yang dipalang melintang, namun bisa dilewati. Tentu saja tergantung benda apa yang akan dimasukkan lewat lubangnya. Benda seukuran buah apel bisa masuk. Membayangkan buah apel karena melihat gambar buah tersebut yang baru ia baca, tanpa curiga Leonard membuka kunci jendela.
Baru saja Leon akan mendorong daun jendela, seseorang sudah menarik jendela tersebut dari luar.
Sebuah tangan orang dewasa menyelinap masuk. Menangkap lengan atas Leon dan menariknya dengan kuat hingga bocah itu maju ke depan dan kepalanya membentur kayu. Jeritan kesakitan langsung keluar dari mulut Leon.
"Benar. Berteriaklah. Aku lebih suka membangunkan gurumu dengan cara ini. Aku beruntung kau ada di sini. Apakah ayahmu juga ada? Kebetulan yang bagus sekali jika ayahmu juga ada."
Leonard terbelalak lebar, ia menatap ke arah seorang pria yang sedang menyeringai lebar di luar jendela. Pria itu mengenakan mantel berwarna hitam. Kepala pria tersebut ditutupi oleh tudung dari mantelnya. Matanya yang berkilat mengingatkan Leon pada penyihir di buku Mam Ann yang baru saja ia baca.
Mata Anna langsung terbuka ketika mendengar suara teriakan. Ia menoleh dan mendapati Leon tidak ada di atas kasur. Secepat kilat ia melompat dan berlari keluar.
"Le ...!" Suara Anna berhenti. Ia tercekat, tangannya langsung berpegangan pada bingkai pintu kamar.
"Martin ...," bisik Anna ketika melihat satu tangan lagi terulur dari luar. Memegangi tubuh Leonard bagian atas dengan sangat kuat. Menahan bocah itu ke arah kayu di lubang jendela.
NEXT >>>>>>>>
**********
From Author,
🧚 : " Thor, jangan jahat-jahat ah ama Leonard."
💃 : " hohoho, author lagi pengen jahat"
🧚 : "Tapi jangan lama-lama ya."
💃 : "Hmmm ... tergantung Daddy Simon. Kalo cepet datang author gak lamain, apalagi kalo bawa daddy Claude, Dad Lucca ama tu asistennya Om Diego, bakal bentar aja jahatnya. Kapan lagi bisa lihat cowo-cowo macho. Martin tak end kan cepat-cepat🤣🤣🤣🤣🤣
Like, love, bintang lima, komentar and vote. Terima kasih atas dukungannya ya.
Salam hangat untuk pembacaku semuanya.
Salam. DIANAZ.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
sowlekahh
diiih kak othornya mata keranjang jelalatan kl liat cogan sama eke jugak/Hunger//Drool//Drool//Drool/
2023-11-05
0
Linahamix
tegang berasa nyata huhhh
2023-08-29
0
Nabil Az Zahra
jan genit genit lah thor,,msa mo di koleksi itu bapak" machoo.berbagi napa,jan maruk😁😁😁🤪
2023-06-09
0