Anna menutup keranjang berisi pie, buah dan roti yang tadi ia beli. Hari ini ia bersyukur Leonard dijemput oleh kakeknya Hamilton dan langsung pulang, tidak merengek untuk mengantar Ann pulang dulu setelah Ann mengatakan ia punya urusan di beberapa tempat.
Leon akhirnya naik ke mobil dengan pipi menggembung. Anna pergi belanja, membeli sayuran segar, buah, keju, tepung dan juga beberapa telur. Perasaan diawasi selalu ia rasakan, namun Ann mencoba untuk tenang karena meski merasakannya selama beberapa hari ini, tidak ada yang terjadi.
Keluar dari pondok, Anna segera menguncinya. Ia memandang berkeliling, matahari sore menyelinap diantara pepohonan, hari masih terang, ia menjinjing keranjang dengan tangan kiri, tangan kanannya menyentuh kantong roknya dan merasakan dua benda yang ia simpan di sana, membuat kantong roknya menggembung.
Anna berjalan kaki, mengambil arah jalan pintas di antara pepohonan perdu. Seharusnya ia bisa mengambil jalan bagus jika ia melewati jalan setapak di depan rumahnya lalu berjalan memutar dan tiba di jalur yang merupakan jalan menuju ke pondok pasangan Wembley. Namun, itu akan memakan banyak waktu karena ia berjalan kaki, jadi Ann memilih menyusuri pepohonan.
Setelah berjalan lebih kurang sepuluh menit, Anna tiba dan mendapati pasangan itu sedang duduk berdua di beranda.
"Ann?" Dora Wembley menyambutnya dengan senyum lebar.
"Halo, apa kabar Dora, Ted ... kalian terlihat sehat," ucap Anna. Ia naik ke beranda dan segera duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh Ted.
"Aku membuat pie buah, cocok untuk menemani kalian minum teh." Anna memberikan keranjangnya pada Dora.
"Terima kasih, Sayang. Kau baik sekali mau mengunjungi pasangan tua ini," ucap Dora.
Ted terlihat membuka saputangan penutup keranjang. Ia langsung mencomot pie yang ada di sana. "Ini enak, Ann. Seperti biasa," pujinya.
Anna tersenyum, lalu memandang serius ke arah Dora.
"Dora, boleh aku bertanya?"
"Tentu, Ann."
"Apakah kau ada melihat seseorang berkeliaran, atau bahkan mungkin bertanya tentang aku?
Anna melihat kening Dora dan Ted mengernyit. Meski sudah berbulan-bulan tinggal di wilayah ini, Anna sengaja tidak pernah membicarakan tentang kehidupannya pada tetangganya itu. Ia hanya mengirimkan makanan ketika ia memasak lumayan banyak, mengobrol basa-basi sejenak, lalu langsung pulang.
"Kalau bertanya tentangmu tidak ada, Ann. Aku selalu ada di rumah, tidak ada yang datang bertanya padaku. Ada apa?" Dora menatapnya penasaran.
"Oh, tidak ada. Temanku beberapa hari yang lalu mencari pondokku ketika aku masih di sekolah. Ia bilang tidak bisa menemukannya. Kukira mungkin saja ia mampir kemari dan bertanya pada kalian."
"Tidak ada, Ann. Dia tidak menghubungimu?"
Anna menggeleng. "Tidak. Karena itu aku bertanya. Mungkin dia memang sama sekali belum jadi datang." Anna tersenyum ringan agar Dora tidak bertanya lebih lanjut.
Mereka mengobrol ringan, Ted menceritakan tentang mobil tua dengan bak terbuka yang kini terparkir tak jauh dari halaman pondok. Mobil yang akhirnya bisa dikendarai lagi setelah lama rusak. Ia dan Dora kembali membersihkan halaman dan membuat jalur yang dulu mulai ditumbuhi tanaman agar bisa dilalui lagi.
"Kau bisa menyewa para penebang pohon untuk membuat jalan ke arah pondokmu agar bisa dilalui mobil, Ann." Ted berucap sambil kembali memakan sebuah pie.
"Aku tidak punya mobil Ted, Jadi rasanya tidak perlu," ucap Anna sambil tertawa.
"Tapi aku sering melihat mobil temanmu terparkir jauh di lapangan. Tidak bisa dibawa masuk sampai ke depan pondokmu. Jika beberapa pohon ditebang dan jalan setapaknya agak dilebarkan, itu bisa dikendarai sampai pondok meski jalannya tidak terlalu rata."
Ted menunjuk ke arah halaman pondoknya." Seperti jalur di depan itu, Ann."
"Entahlah, kurasa mobilnya tidak cocok dibawa masuk ke hutan, Ted." Dora ikut menimpali.
"Ah, kau benar. Mobil hitam itu terlalu mewah. Sayang sekali kalau tergores. Beda dengan mobil tua kita," ucap Ted sambil tertawa.
Anna ikut tertawa, menebak kalau yang Ted lihat adalah mobil Simon yang sudah sangat sering diparkir di ujung jalan setapak menuju rumahnya. Lapangan lebar yang ada di ujung jalan itu.
"Beberapa hari yang lalu, ketika aku akan membeli pakan untuk burung peliharaan kami, sebuah mobil bagus juga pernah memasuki jalur hutan. Mobil mewah pemandangan yang langka di tempat ini bukan." Ted berkata lagi.
Mata Anna langsung terfokus pada Ted.
"Mobil? Kemari?" tanyanya.
Ted mengangguk. "Mobil tua itu baru mulai beroperasi lagi, jadi sedikit macet, lalu ada sebuah mobil yang lewat. Pengendaranya turun dan membantuku sedikit mendorong. Akhirnya dia mau hidup. Dia tampan, masih muda. Aku bertanya dia mau kemana. Dia bilang dia salah jalan, dia mencari rumah kerabatnya. Pria yang baik hati dan sopan," ucap Ted.
"Kapan itu Ted?" tanya Anna, berusaha menjaga nada suaranya tetap biasa.
Jantung Anna berdetak kencang. Ia mendengar suara Ted yang menyebutkan waktu ia bertemu pria tersebut. Hari yang sama ketika ia pulang dan menemukan pot bunganya jatuh, namun terjadi beberapa jam sebelum ia pulang bersama Simon dan Leon.
Telinga Anna terasa berdenging, ia merasa kesulitan menarik napas.
"Bagaimana rupanya pria itu, Ted?"
"Seperti yang kukatakan, dia tampan. Matanya biru, rambutnya sedikit pirang. Senyumnya agak kekanak-kanakan. Dia pergi setelah mobil tua itu akhirnya bisa dijalankan lagi."
Anna menelan ludah, berusaha menampilkan senyum meski merasa tubuhnya mulai gemetar.
Martin, Anna membatin.
"Kurasa setelah itu kau tidak pernah bertemu lagi dengannya, Ted?" tanya Anna.
Ted menggeleng. "Tentu tidak. Ia tersesat saja waktu itu."
"Baiklah, Ted, Dora. Aku pamit pulang dulu."
"Ayolah, Ann. Jangan pulang dulu. Kita jarang sekali bertemu," ucap Dora.
"Selesai membuat pie aku langsung kemari, Dora. Aku merasa sangat gerah. Aku perlu mandi." Anna mencoba tertawa, meski terdengar aneh di telinganya sendiri.
"Terimakasih, Ann," ucap Dora dan Ted berbarengan.
Anna kemudian bangkit dan mulai melangkah pergi dari pondok pasangan Wembley. Ia mengambil jalur yang sama seperti tadi. Sepanjang perjalanan, tangan kanannya masuk ke dalam kantong, memegang sebuah gagang pisau yang ia bawa. Terngiang kembali ucapan Martin padanya waktu itu.
Kau hanya milikku, Emillia. Jangan pernah mencoba lari. Tidak ada kehidupan untukmu bila tidak di dekatku. Jika kau mencoba pergi, maka artinya kau memilih kematian.
Mata Anna berkilat dan memandang waspada sekelilingnya sampai ia tiba di pondok. Ia naik sampai tiba di depan pintu yang masih terkunci, lalu berbalik dan memandang seluruh area itu.
"Kau di sana, Martin!? Kamarilah!" pekik Anna.
Hening. Tidak ada suara, hanya suara dahan pohon yang bergesekan karena tertiup angin. Wajah Anna dingin dan gerahamnya menyatu. Ia bergeming di depan pintu dan tidak bergerak hingga suara ponselnya yang berdering kencang membuatnya terlonjak.
"Astaga!" Anna mengelus dadanya sendiri, terkejut menyadari ponsel di kantongnyalah yang berbunyi.
Ia mengambil ponsel dan melihat nama Simon di sana.
"Halo?"
"Ann. Ada waktu malam nanti?"
"Tidak."
"Memangnya kau mau kemana?"
"Tidur lebih awal."
"Berarti kau ada dipondok."
"Jangan ganggu aku malam ini dan beberapa hari kedepan."
"Kau ini ... memangnya ada apa beberapa hari ke depan?"
"Aku akan cuti! Mulai besok. Ada urusan mendadak yang harus aku urus."
NEXT >>>>>>
********
From Author,
Tanjakan mendaki dimulai gaes, jangan lupa tekan like, favorite, bintang lima, ketik komentar dan vote untuk Leon, biar makin lancar upnya.
Atas dukungannya author ucapin terimakasih.
Salam hangat. DIANAZ.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ney maniez
😱😱🤔🤔
2023-03-06
0
Nurafni Zalfaalituhayu
leon....ma bapanya yg banyak midus ....si anna yg misterius...
2023-02-22
0
KikiVHA
aku kok jd ikut2an degdegan ya
2022-12-09
0