Mrs. Sanders memandang Anna dengan mata menyelidik. Sudah hampir satu bulan sejak terakhir ia memberitahu kabar dari sahabatnya Luna pada Ann. Tapi ibu guru itu sepertinya tidak berniat untuk pindah.
"Tidak ada alasan aku harus pindah, Mrs. Sanders. Aku baik-baik saja. Sungguh. Tidak ada yang terjadi. Jadi sepertinya keadaan masih aman. Kuharap pria itu memang tidak peduli dan tidak mencariku."
Embusan napas panjang terdengar dari Mrs. Sanders.
"Baiklah. Aku tidak dapat memaksa."
Anna tersenyum. Memandang penuh rasa terimakasih pada wanita tua berkacamata yang duduk di seberang meja di hadapannya. Perhatian wanita itu membuat hatinya merasa hangat.
"Ah, satu lagi. Boleh aku bertanya sesuatu yang agak pribadi?"
Anna berkedip, lalu menganggukkan kepala.
"Mr. Bernard ... ayah Leon, murid kelasmu bukan?"
"Ya."
"Dia menyukaimu? Ah, maksudku ... dia terlihat sering mendekatimu akhir-akhir ini."
"Dia tidak mendekatiku, Mrs. Sanders. Dia hanya menanyakan perihal putranya."
"Benarkah? Dia ... kalau tidak salah ... gosipnya dia duda?"
Anna tersenyum kecil. "Gosip?"
Mrs. Sanders mengibaskan tangan kanannya ke udara sambil tersenyum. "Kau tahu bagaimana mudahnya gosip tersebar ketika ada seorang pria tampan datang setiap hari sampai ke depan kelas untuk menemui salah satu staf guru kita. Simon Bernard begitu menarik perhatian. Para Ladies sedikit iri denganmu, Ann. " Mrs. Sanders tertawa, wajahnya terlihat penasaran.
"Dia bukan menemui saya, Mrs. Sanders. Dia hanya mengantar Leon, kemudian menjemputnya."
"Dan memaksa mengantarmu pulang," ucap Mrs. Sanders dengan nada menyelidik.
Anna mengembuskan napas panjang. Ia memang sudah mendengar gosip mengenai itu. Rekannya Brenda bahkan sudah bertanya apakah ia berkencan dengan Simon Bernard. Anna menyesalkan mengapa ia mengikuti kehendak pria itu yang memaksanya ikut pulang ketika jam sekolah selesai.
Ah, bukan. Bukan pria itu yang memaksa, tapi Leonard ... bocah itu punya seribu cara agar aku ikut pulang dengan mobil ayahnya.
"Tapi berita itu benar? Dia duda?"
"Iya, benar."
Mrs. Sanders mengangkat alisnya. "Dia memaksa mengantarmu pulang kan?"
Anna tersenyum lelah. "Bukan Mr. Bernard, tapi Leon Mrs. Sanders. Beberapa hari yang lalu ia mengambil kunci rumah saya, akan di berikan jika saya pulang bersama dengannya. Besoknya kunci saya kantongi, tas saya yang hilang, sudah ia sembunyikan di dalam mobil ayahnya. Hari berikutnya ponsel saya dibajak. Lalu kemarin ... Leon tidak mau pulang jika saya tidak ikut." Anna memijit pelipisnya sendiri.
"Ayahnya diam saja?"
"Pria itu ... entahlah. Ya. Dia diam saja, Mrs. Sanders. Sampai saya ingin sekali memarahi pria itu. Saya kesal karena dia tidak melakukan apapun!"
Mrs. Sanders terkekeh.
"Kenapa Anda tertawa?"
"Dia sengaja, Ann. Pria itu sengaja."
**********
"Ayolah, Simon! Katakan pada Leon jangan begini. Aku sudah mengikuti permintaannya agar bisa berteman denganmu. Ini jadi gosip di sekolah!" Anna mengomel sambil menarik barang-barang yang ia perlukan dari atas rak.
Hampir setiap hari selalu diikuti oleh ayah dan anak itu membuat Anna sedikit akrab dan mulai meninggalkan nada formal bila bicara dengan Simon.
"Gosip? Gosip apa? Kau guru Leon, juga temanku."
Anna melirik kesal pada pria itu. " Entah kenapa rekan-rekanku tidak percaya itu! Mereka lebih percaya dengan dugaan bahwa kau dan aku berkencan! Yang benar saja!"
Simon menaikkan alis. Mengikuti langkah Anna yang mendorong troli belanja.
"Memangnya kenapa dengan anggapan itu? Aku bukan pasangan kencan yang buruk. Aku lumayan ... hebat malah," ucapnya sambil menyeringai.
Anna menoleh, melotot sambil mendesis. "Aku serius, Simon! Kita hanya teman. Aku tidak mau ada yang salah paham."
Anna merengut ketika pria itu hanya menjawab dengan menaikkan bahunya.
"Hei, banyak yang tertarik padamu. Kau dapat salam dari Brenda, Tracy, juga Susan. Para wanita cantik yang masih single di Rainbow Kindergarten. Kau hebat. Mereka bilang kau duda satu anak yang paling menggoda. Mereka titip salam setelah kujelaskan kalau kita tidak berkencan. Kita hanya berteman." Anna menjelaskan dengan penuh semangat sambil menatap ke sebuah botol kemasan berisi saos .
"Ketahuan. Kalian menggosipkan aku ya ... kenapa tidak kau tambahkan kalau aku juga jago memasak. Bilang pada mereka, aku terlihat lebih sexi dengan celemek."
Anna mencibir. "Kau memasak karena kupaksa. Kau mau makan di pondokku, maka harus bantu memasak. Begitu aturannya!" ucap Anna.
Mereka bergerak ke arah lemari pendingin.
Anna mengambil sekantong daging kemasan. "Steak? Barbegue ?"
"Kau yang pilih." Simon mengambil alih troli dan mendorong setelah Anna memasukkan belanjaannya.
Keluar dari toko, Anna terkejut ketika tiba di mobil mendapati Leon tertidur. Bocah lelaki itu meringkuk di tempat duduk belakang.
"Pantas saja ia tidak mau ikut turun. Ia mengantuk." Simon memasukkan belanjaan lalu segera masuk ke belakang kemudi. Anna mengikuti sambil sesekali melirik ke arah Leon, memastikan apakah Leon terbangun.
Mereka tiba di jalanan ujung jalan setapak menuju rumah Anna. Simon turun dan langsung membuka bagasi, menurunkan kantong-kantong belanjaan mereka.
"Kemarikan kantongnya, biar aku yang bawa. Kau gendong Leon saja," ucap Anna dengan dua tangan terulur ke arah Simon.
Pria itu menggeleng. "Ayo, kita ke pondok. Aku akan kembali menjemput Leon. Ini banyak dan berat," ucap Simon sambil menyenggol bahu Anna dengan lengan atasnya ketika lewat.
Anna melirik ke dalam mobil. Leon masih terpejam, terlihat sangat nyenyak. Memutuskan ia akan kesulitan mengeluarkan bocah itu dan menggendongnya, Anna akhirnya mengikuti Simon ke arah pondok.
Ia tiba dan segera naik ke beranda. Simon sudah berdiri di dekat pintu. Menunggu Anna membuka kunci.
Menaiki beranda, mata Anna terpana melihat sebuah pot berisi bunga Begonia miliknya sudah tergeletak di atas lantai beranda. Sebagian tanahnya keluar dan berhamburan di sekitar pot bunga yang berwarna putih. Ia mengerutkan kening. Tidak pernah sekali pun pot-pot bunga di atas rak yang ia pajang di pembatas beranda pernah terjatuh selama ia tinggal di pondok itu.
Simon menatap tatapan Anna yang agak aneh. Menoleh mengikuti arah pandangan Anna.
"Kurasa ada hewan yang melintas di rak bungamu," ucap Simon.
Anna terkejut, menoleh cepat dan segera menata jantungnya yang entah kenapa berdebar kencang. Ia mengeluarkan kunci dan membuka pintu.
"Hewan? Seperti apa?" tanya Anna. Mencoba menenangkan hatinya dengan membenarkan ucapan Simon.
Simon masuk sambil berteriak. "Tupai? Entahlah ...." ia meletakkan kantong-kantong di atas sofa panjang Anna, lalu segera kembali keluar.
"Aku akan menjemput Leon."
Anna mengangguk. Ketika Simon sudah turun dari beranda, Anna segera menatap berkeliling. Tidak ada yang berubah. Ia juga menatap dan meneliti kunci pintu dan jendela luar. Masih sama seperti saat ia tinggalkan, lalu Ann berjongkok dan mulai memperbaiki pot bunganya yang tergeletak, memasukkan kembali tanah yang berhamburan dan meletakkan kembali tanaman itu ke atas kayu pembatas beranda.
Semoga Simon benar ... tersenggol oleh seekor tupai ...
Anna menelan ludah, merasa sangsi atas dugaan yang yang melintas dalam pikirannya tersebut. Matanya menerawang menatap ke tumbuhan perdu yang ada di bawah pepohonan di samping pondoknya.
Seekor tupai terlalu kecil bahkan untuk hanya sekedar menggeser potnya ... apalagi sampai membuat potnya jatuh ....
*******
From Author,
Hai semua,
Mohon maaf lama gak update. Author minta tolong jangan lupa like, love, bintang lima, komentar dan votenya untuk Simon ya.
Semoga sehat selalu. Luvv youuu...
Salam. DIANAZ.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Anonymous
leon keremnn....pinter cr gara2...tengil nya ikut bpk e tenan...
2023-10-08
1
gian rasyid
deg..
deg..
2023-03-23
0
Ney maniez
😲😲
2023-03-06
0