Simon mengangkat kedua tangannya ke atas, melindungi kepalanya dari pukulan tas melayang yang
dilakukan oleh seorang wanita yang sepertinya salah paham karena mengatainya sebagai penculik.
“Lepaskan anak itu! Atau akan kupanggil keamanan sekolah! Security! Security!” Anna berteriak sekuat tenaga.
Simon terlalu terkesima dengan kehebohan itu untuk dapat berkata-kata. Ia melepaskan Leonard yang juga nampak kebingungan ketika tadi melindungi kepalanya dari hantaman tas melayang.
Anna segera menarik Leonard yang terlihat bingung dan mengangkat anak enam tahun itu, dengan segera menggendongnya. Tak peduli bobot Leonard yang bisa saja membuat ibu guru yang tergolong bertubuh kecil itu sesak napas. Ia perlahan mundur dengan mata menyipit mengawasi pergerakan Simon.
Ketika melihat tuannya dipukul dengan tas, Bruno yang menyaksikan segera turun dari mobil, tapi dengan isyarat matanya, Simon menyuruh Bruno diam saja. Tangan Simon juga terangkat sebentar memberi tanda agar Bruno berhenti, isyarat agar jangan melakukan apapun.
Bruno menurut saja, ia menunggu drama apa yang akan terjadi selanjutnya. Beberapa detik kemudian, dua orang pria berpakaian seragam keamanan berlari mendatangi. Mereka mengenali Mam Ann yang tadi berteriak.
“Miss Ann, ada apa? Apa yang terjadi?” tanya petugas keamanan tersebut.
“Tangkap orang itu! Dia berusaha menculik salah satu murid kita! Untung saja saya melihat!”
Leonard yang mendengar ucapan ibu gurunya terlihat pucat dan berulang kali menelan ludah.
Simon tertawa dalam hati melihat putranya jadi kebingungan oleh sandiwaranya sendiri.
“Mam Ann, Leon bukan mau diculik, Leon ....” ucapan Leonard terhenti ketika melihat petugas keamanan meringkus ayahnya. Satu memegang lengan ayahnya dan menelikung lengan tersebut ke belakang, sedang yang satu lagi memasangkan borgol.
“Ada yang ingin kau katakan, Penculik Bodoh!? Kalau ada, katakan nanti di kantor polisi!” ucap petugas keamanan tersebut dengan nada garang.
Leonard makin pucat, matanya mulai berkaca-kaca. “Dad...,” isak Leonard.
“Shhh ... jangan menangis, Leon. Ibu akan segera mengantarkanmu pada Mom dan juga Daddy ya. Jadi jangan menangis,” bujuk Anna dengan nada lembut.
Simon hanya menatap putranya sambil tersenyum, ia malah mengerucutkan bibir dan mengeluarkan suara seperti memberi kecupan sebelum ditarik paksa oleh petugas keamanan.
Bruno yang masih berdiri di pinggir jalan hanya menatap dengan wajah datar. Bruno tahu tuannya itu sengaja. Jika ia mau bersuara, masalah itu akan beres, namun ia sepertinya memilih sengaja ditangkap. Bruno mengembuskan napas panjang.
Tuan Claude, Tuan Simon benar-benar butuh partner untuk menjaga Tuan Kecil. Lihatlah drama yang mereka berdua lakukan ini ....
Bruno mendesah dalam hati. mengadu kepada tuan Claude, kakak laki-laki tuan Simon yang dulunya adalah majikannya. Tapi sejak tuan Simon pindah ke Kota White Sand Bay, tuan Claude memintanya agar bekerja untuk adiknya. Bruno menurut dan akhirnya mengikuti tuan Simon ke White Sand Bay. Kenakalan dan kejahilan anak terakhir dari Keluarga Bernard itu sepertinya belum hilang sepenuhnya. Meskipun usianya sudah menginjak 31 tahun, bahkan Bruno merasa, kejahilan tuan Simon menurun pada putranya, tuan kecil Leonard.
********
Simon menelepon kakaknya. Ia jadi punya alasan untuk meminta Paman Hamilton datang lagi.
Simon merasa kakaknya Claude sangat cerewet, mengatakan kalau ia ingin melihat Simon bekerja tanpa didampingi Paman Hamilton. Claude ingin Paman Hamilton beristirahat. Ia ingin paman Hamilton menikmati masa pensiunnya di Mansion Keluarga Bernard bersama Catty istri Claude dan juga anak-anak Claude. Alasan yang menurut Simon dibuat-buat oleh Claude untuk menjauhkannya dari Paman Hamilton.
Simon rindu pamannya itu, Pria tua yang sudah seperti ayah baginya. Tangan kanan ayahnya dulu yang menjaga mereka layaknya anak sendiri setelah kedua orang tua mereka meninggal.
“Halo? Simon?” Suara Claude terdengar dari ponsel di telinga Simon.
“Claude ... kau harus membantuku, tolong aku ...,” ucap Simon dengan nada memelas.
“Kenapa? Ada apa?” tanya Claude. Seketika terdengar khawatir.
Simon menyeringai, dua kakaknya selalu mudah dibohongi. Apalagi bila mendengar suaranya yang kesusahan dan memelas. Claude yang gampang khawatir, dan Yoana kakak perempuannya yang masih selalu menganggapnya sebagai anak kecil. Keduanya sangat mudah ia tipu.
“Aku ditangkap polisi, Claude.”
“Apa! Kenapa!? Bagaimana bisa!?”
Seringai Simon makin lebar mendengar suara kakaknya yang terdengar panik.
“Aku dituduh melakukan penculikan ....”
“Apa! Bagaimana bisa!” teriak Claude, tidak sadar mengucapkan hal yang sama
“Kini aku di kantor polisi. Tolong katakan pada Paman Hamilton agar membantuku. Kirimkan Paman segera ke White Sand Bay ya ...,” bujuk Simon
“Sebenarnya siapa yang menuduhmu dan siapa yang kau culik?” tanya Claude.
“Ceritanya panjang. Hanya kesalahpahaman kecil. Kau tahu ... anak yang katanya akan kuculik itu tengah makan roti dan minum susu di pangkuan seorang wanita cantik. Ia bahkan sudah lupa kalau ia yang menyebabkan aku ada di kantor polisi,” ucap Simon. Ia memandang Leonard yang duduk dipangku oleh wanita yang tadi memukul kepalanya.
“Suruh pengacaramu membayar jaminannya Simon, lalu suruh ia bereskan masalahmu!”
“Iya. Sudah. Tapi aku tetap butuh Paman Hamilton ... Claude, tolonglah ...,’’ Simon mulai merengek.
“Baiklah, Bocah! Aku akan mengatakannya pada Paman.”
Simon tersenyum lebar, matanya berserobok dengan mata Leonard yang ternyata tengah menatap ke arahnya. Otomatis Simon mengedipkan sebelah mata pada putranya itu. Seketika Leon membalas dengan tersenyum, membuat Simon tahu Leon sudah melupakan perkara tidak hadir di pertunjukan hebatnya. Simon merasa lega, meski ia harus sedikit berurusan dengan kantor polisi. Itu sebanding dengan melihat senyum Leon lagi dan hilangnya kemarahan Leon.
Sebenarnya sejak tiba di kantor polisi, Leon sudah berulangkali mengatakan pada ibu gurunya, bahwa Simon adalah ayahnya, bukan penculik. Tapi ibu guru Leon yang cantik itu mengatakan bahwa ia mengenal sosok ayah Leon pada para polisi dan pria itu sama sekali tidak mirip dengan sosok Simon. Tentu saja para polisi lebih mendengarkan perkataan sang ibu guru daripada anak umur enam tahun.
“Semuanya sudah beres. Anda bisa pulang sekarang,’’ ucap Cade, pengacara Simon yang tadi ia telepon agar segera datang ke kantor polisi.
Simon memiringkan kepalanya, mengintip dari balik tubuh Cade ke arah tempat duduk wanita yang masih memangku Leonard. Wanita itu sedang mendongak, berbicara pada seorang polisi yang sepertinya memberitahukan tentang kebenaran identitas Simon, lalu wanita itu menunduk, menatap ke arah Leonard, mulutnya terlihat bergerak, entah apa yang diucapkannya pada putranya itu. Kepala Leonard mengangguk-angguk beberapa kali, lalu putranya itu juga mengatakan sesuatu pada ibu gurunya.
Simon tahu pasti kapan wanita itu menyadari kesalahannya. Mata jernih berwarna hijau tersebut bergerak mencari sosoknya. Mereka saling menatap, tiba-tiba Simon menyeringai ketika melihat tatapan malu dan meminta maaf di mata wanita itu.
Cade menoleh ke belakang dan melihat apa yang tengah diihat oleh Simon.
“Well ... kurasa Anda sengaja agar dibawa kemari. Bukan begitu?” tanya Cade.
Simon terkekeh. “Kau sungguh tahu pemikiranku, Cade.”
Cade menjawab dengan mendengus, membuat tawa Simon akhirnya bertambah kencang
NEXT >>>>
Cast : Simon Bernard
**********
From Author,
Hai readers, tetap seperti biasa klik like, love ,bintang lima dan komentar kalian ya. Juga vote untuk pengantin Simon. Makasih untuk dukungannya.
Terima kasih, Luv you....
Salam, DIANAZ.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
lili
aih gantengnya Simon bayangin jailnya😀😀😀
2024-02-23
0
Lea_Rouzza
mampir tor
2023-10-11
1
sherly
Simon geloooo... si Leon dah mau nangis dianya msh aja acting
2023-09-27
1