Seketika tempat itu bergemuruh. Kerumunan penoton tadi tercerai-berai ke sana ke mari, berganti sekelompok pria kasar yang membabi-buta.
Sekelompok pengendara sepeda motor sport berhimpun serentak membentengi pria berambut sebahu yang membela Penari.
Tak lama pendukung pria yang menghujat penari itu juga semakin bertambah banyak!
Perkelahian massal pun tak terelakan.
BRAAAKK!
Ledakan pertempuran sudah dimulai. Pekik jerit ketakutan membahana dari alun-alun kota Atheena. Pesta Rakyat telah berubah menjadi Medan Perang.
Aisha melompat ke tengah-tengah kerumunan itu dan bergabung bersama pria gondrong bergitar tadi, berusaha melindungi gadis Penari, sementara Valentine sedang berusaha melindunginya.
Valentine mengerang seraya memutar-mutar bola matanya begitu ia menyadari Aisha sudah tidak di sampingnya. "Aisha!" Ia menggeram dengan tampang gemas, kemudian bergegas menyusulnya. Aku mati-matian melindunginya dan ia malah cari mati, batinnya geram.
Vita menyisi mencari tempat aman, kemudian mengeluarkan telepon seluler dari dalam tas dan segera menghubungi kekasihnya.
Diana memekik dan melompat ke tengah kerumunan untuk menyelamatkan seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun yang masih mematung memandangi gadis Penari tanpa berkedip. Sementara perkelahian massal itu telah berkembang menjadi huru-hara.
Anak itu masih berada di bawah pengaruh hipnotis, pikir Diana, kemudian menepuk-nepuk pipi anak itu, berusaha menyadarkannya.
Tapi anak laki-laki itu tetap mematung dan tak bergerak. Bahkan berkedip pun tidak.
Diana memekik panik seraya mengguncang-guncang tubuh anak itu dengan sikap gusar. "Sadarlah!" Jeritnya.
Pergulatan massal itu sudah semakin dekat ke arah mereka dan sedikit lagi akan melindas keduanya.
Diana mencoba mengangkat tubuh anak itu tapi telapak kakinya seolah menjadi satu dengan tanah. "Please," ratap Diana di tengah hiruk-pikuk semua orang. "Siapa saja. Tolong!"
Bersamaan dengan itu, kerumunan orang-orang berkelahi telah merangsek ke arah Diana. Gadis itu melingkarkan tangannya di seputar bahu anak itu dan merunduk melindungi kepala anak itu seraya memejamkan matanya lekat-lekat. Pasrah dan ketakutan melandanya bersamaan.
Suara bergemuruh kemudian menerjang ke arah Diana. Gadis itu menjerit sekuat tenaga. Tak lama suasana mendadak terasa hening.
Apa aku sudah mati? Diana bertanya-tanya dalam hati. Lalu perlahan membuka matanya.
Dan wajah pertama yang dilihatnya saat ia membuka mata adalah wajah Vita yang tengah tercengang seraya menangkupkan sebelah tangan menutupi mulutnya.
Diana melengak sesaat mengamati wajah Vita sebelum akhirnya mengedar pandang dan memekik tertahan.
Sejumlah pria dewasa terserak tak sadarkan diri di sekelilingnya. Sementara sisa orang-orang yang masih berdiri membeku menatap ke arahnya.
"Apa yang terjadi?" Ia bertanya-tanya, entah kepada siapa.
Anak laki-laki di depannya mengerjapkan mata dan menatap Diana dengan wajah polos. Dan seketika itu juga tubuhnya mulai melemas.
Diana menelan ludah kemudian mengawasi anak itu penuh tanda tanya. Apa yang sudah ia lakukan selama aku menutup mata?
Aisha dan Valentine menghampiri Diana dan anak laki-laki itu kemudian menyeret mereka ke tepi trotoar dengan tergesa.
"Cari mati ya?!" Aisha memarahi Diana.
"Kau yang cari mati!" Valentine memarahi Aisha.
"Kita tokoh utamanya!" Aisha balas memarahinya.
Dan Valentine pun tergagap.
Diana dan anak laki-laki tadi menatap keduanya berganti-gantian.
Perkelahian masih berlangsung agak jauh dari tempat mereka, dan pasukan liar Anti Penyihir itu terus bertambah jumlahnya.
Dari mana mereka muncul? Aisha tak habis pikir. Lalu kembali menerjang ke tengah kerumunan.
"Aisha!" Valentine kembali menggeram dan mulai kewalahan mengatasi Aisha. Lalu menyusulnya sambil menggerutu. Gadis itu sepertinya memiliki seratus nyawa cadangan.
"Anak itu juga penyihir!" Seorang pria 20 tahun tiba-tiba menunjuk anak laki-laki yang sedang bersama Diana.
Sejurus kemudian sekelompok besar pria dewasa menerjang ke arah Diana.
"Tidak!" Diana menjerit. Ia kembali melingkarkan tangannya di bahu anak itu dan merunduk melindungi kepalanya. Tapi kali ini ia tidak menutup matanya. Ingin tahu apa yang terjadi ketika situasinya mendadak genting.
Begitu kelompok pria itu menerjang. Tubuh anak itu kembali mematung. Pancaran cahaya putih berpendar keluar dari tubuhnya menyerupai lingkaran yang kemudian meledak dan menghempaskan semua orang yang menyerangnya dalam sekejap.
Dianna terhenyak. Aku tidak membantu melindunginya. Dialah yang melindungiku! Katanya dalam hati.
Suara sirine mobil polisi terdengar mendekat.
Beberapa pria dari Pasukan Anti Penyihir itu mulai menghambur menjauhi tempat kejadian.
Aisha mencengkeram lengan salah satu dari mereka dan menahannya.
Pria itu menyeringai ke arah Aisha dan menatapnya. "Kita akan bertemu lagi, Syeikha!"
Aisha menelan ludah dan bergidik. Dia mengetahui jati diriku, batinnya. Pria itu mengenakan masker berwarna gelap. Tapi sorot matanya mengingatkan dirinya pada seseorang.
"Aku tahu kau juga penyihir," katanya setengah mengancam. Kemudian mengedikkan bahunya untuk melepaskan diri dari cengkeraman Aisha.
Sepintas Aisha sempat membaca bordir tulisan di bagian atas lengan bajunya: EFS
Tak lama jeritan Gadis Penari melengking di antara dengking sirine.
Aisha dan sejumlah pria yang tadi membentengi gadis itu serentak terlonjak.
Salah satu dari mereka telah berhasil meringkusnya. Aisha menerjang ke arah pria yang membopong gadis itu di bahunya.
"Aisha!" Teriakan Valentine menggelegar ketika gadis itu telah melesat. "Aku betul-betul ingin tahu isi kepalanya," rutuknya kesal.
Pria berambut sebahu yang membawa gitar tadi segera mengikuti Aisha. Disusul pria berambut sebahu lainnya dari kelompok pengendara motor sport.
Aisha menghentakkan kakinya kemudian mendorong tubuhnya ke udara sekuat tenaga. Seketika halilintar menggelegar bersamaan dengan tubuhnya yang melambung tinggi. Seolah gadis itu menggelantung pada garis petir.
Semua mata di tempat itu tersentak dan mendongak menatap langit yang berkeredap menyongsong Aisha. Begitu juga Valentine dan kedua teman Aisha. Mereka tak bisa percaya pada apa yang dilihatnya.
"Gadis itu juga penyihir!" Kelompok anti penyihir itu meneriaki Aisha bersahut-sahutan.
Aisha mendarat mulus di punggung trotoar dalam posisi jongkok, dengan jarak lompatan sepuluh meter.
Dan pada saat yang sama halilintar juga kembali menggelegar.
Nizar yang pada saat itu tengah menyetir tersentak mendengar ledakan halilintar itu. Ia menelan ludah. Ia menyadari cuaca berubah drastis. Sesuatu terjadi pada Aisha, batinnya gusar.
Aisha tidak menyadarinya. Ketika ia menyaksikan orang-orang itu menghakimi Gadis Penari, ia telah menemukan bahwa tuduhan itu bukan semata-mata karena gadis itu terbukti melakukan sihir. Tapi seseorang menginginkannya untuk kepentingan pribadi.
Pria pertama yang meneriaki gadis itu sebagai Penyihir adalah seseorang yang mereka kenal. Terlihat jelas ketika pria itu meneriakinya, kelompok musik pengiring itu menatapnya dengan raut wajah yang seolah berkata: Apa lagi maunya?
Itulah sebabnya Aisha menyela ke tengah-tengah dan mencengkeram lengan pria itu. Aisha bisa membaca jati diri seseorang melalui sentuhan.
Dan terbukti pria itu punya tujuan pribadi. Tapi pria itu memiliki kemampuan untuk mempengaruhi semua orang. Dialah yang menghipnosis para penonton. Bukan gadis Penari.
Pria itu juga Penyihir!
Mengetahui hal itu, kemarahan dalam diri Aisha mulai menggelegak tanpa disadarinya.
Dan akhirnya semua orang melihat jati dirinya sekarang!
Aisha berusaha mengulangi lompatannya, tapi ketika ia baru bersiap, seorang anak laki-laki berumur 12 tahun tiba-tiba menabraknya dari belakang dan membuatnya tersungkur.
Entah dari mana anak itu muncul. Tahu-tahu anak itu sudah menabrak Aisha.
Aisha mengumpat dan memarahinya.
Tapi anak itu diam saja. Hanya merunduk seperti sikap orang bersiap saat balapan lari, dan tatapan matanya terfokus lurus ke arah gadis Penari yang tengah dilarikan. Sedetik kemudian, anak laki-laki tadi sudah berada jauh di depan Aisha dan berhasil menjatuhkan pria yang membopong gadis Penari itu dengan menabrakkan dirinya.
Aisha terkesiap dan menahan napas menyaksikannya. Semuanya berlangsung begitu cepat di depan matanya.
Semua orang di tempat itu juga tercengang menatapnya.
Tidak, kata Aisha dalam hati. Aku tidak salah lihat. Anak itu tidak bergerak cepat. Tapi berpindah tempat dalam sekejap.
Gadis penari itu segera menjauh dari pria itu dan kembali bergabung dengan rombongannya.
Sementara anak laki-laki tadi masih terkapar di tanah, kemudian sejumlah pria berwajah sangar mulai mengerumuninya.
Aisha menghela tubuhnya berdiri kemudian menerjang ke arah mereka.
Iringan mobil Polisi Kota baru saja tiba, Dion Markus segera keluar dari dalam mobil dan melepaskan tembakan ke udara.
Kelompok perusuh itu berlarian menjauhi para petugas dan meninggalkan anak laki-laki tadi. "Kami akan meringkus kalian semua, Para Penyihir!" Salah satu dari mereka masih berkoar mengancam Aisha dan anak laki-laki itu.
Aisha mendekati anak laki-laki itu dan membantunya berdiri. "Are you ok?" Aisha bertanya.
Diluar dugaannya, anak laki-laki itu terkesiap menatap Aisha.
"Apa aku mengejutkanmu?" Aisha memicingkan matanya. Apa aku membuatnya takut?
Anak laki-laki itu tidak menjawab. Kelopak matanya bahkan belum berkedip sejak ia menatap Aisha.
Aisha balas menatap matanya tanpa berkedip. Seketika sebuah visi berkelebat di pelupuk matanya. Membuat Aisha balik terkesiap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
hanz
senja terakhir
2024-07-15
0
Agil Revenely
I like this part
2021-07-27
0
Eci Bae
wuih... sakti tu anak
2021-07-23
0