Mendung masih menetap tak urung jua pergi dari langit ibukota. Saat pagi menyapa, dunia seperti muram begitu gelap dan kelabu. Tak ada secercah cahaya matahari yang menyinari langkah lusuh dan gontai Robert, ketika seorang wanita datang menemuinya di tahanan kota Salemba.
Belum ada dua puluh empat jam setelah penangkapan Robert, tetapi penampilan paruhbaya itu terlihat sudah sangat berantakan. Tubuh kurus yang terbalut jaket lusuh, nampak terlihat sobek-sobek di beberapa bagian. Rambutnya yang sedikit gondrong, nampak seperti orang yang belum keramas selama satu bulan. Jangan lupakan wajahnya yang lebam-lebam, wanita di hadapannya meyakinkan, Robert pasti melewati malam dingin yang begitu berat.
Dia duduk dengan dua tangan dan kaki di borgol rantai besi. Terasa begitu dingin di ruangan itu, meskipun tak ada AC yang menyalah ataupun suhu di luar, masuk ke dalam. Dinding-dinding beton besi tinggi menjulang tanpa cela menyelimuti pertemuan mereka. Suara penyadapan pun di aktifkan, saat petugas tahanan keluar meninggalkan mereka berdua.
"Waktu kalian lima belas menit," katanya begitu tegas dan sok galak.
Manik hijau bak elang Robert, melirik kesana dan kemari. Terdapat beberapa kamera CCTV yang terpasang begitu apik di setiap sudut ruangan mengawasi setiap gerak-gerik mereka, juga ada sensor yang siap membidik dirinya jika terjadi sesuatu yang tak di inginkan. Dia mendesah, rumah tahanan ini seperti tak separah penjara khusus yang di bangun oleh Oxley General. Jika di tahanan Oxley General saja dia bisa kabur, apalagi hanya rumah tahanan seperti ini.
"Anda akan di pindahkan ke lapas Nusakambangan, setelah tim penyelidik selesai dengan berkas-berkas anda." Suara lembut, tetapi sedikit serak itu berkata membuyarkan lamunan Robert.
Kedua tangan terborgol Robert terangkat. Ia meletakkan tangannya itu di atas meja besi tanpa cela. Sedikit menimbulkan suara, berkat benturan antara borgol dan meja besi. Dirinya seakan-akan, ingin menegaskan betapa mengenaskannya dia di sana.
"Kau..." Menoleh kembali ke kanan-kiri. "Cepat bereskan atap bocor di rumahku. Panggil tukang bangunan untuk memperbaikinya. Jangan lupakan, cari siapa yang merusaka atap rumahku hingga bocor. Bereskan, jika kau sudah mendapatkannya."
Wanita berambut gelombang dengan kacamata hitam melingkar indah di matanya mengangguk patuh. Tanpa berkata apapun lagi, ia pun berdiri, meraih tasnya dan berpamitan dari sana.
Robert menatap kepergian wanita yang tak lain adalah tangan kanannya, Isabelle. Sambil meremas kedua tangannya erat-erat di bawah meja besi.
Tak lama dua orang petugas berseragam lengkap dengan senjata laras panjang mendekat. Membawa paksa kembali Robert dan memasukannya ke dalam tahanan.
Robert tersenyum sarkas kepada kedua petugas, ia bahkan dengan sombong dan angkuhnya meludahi kedua petugas itu sebelum mereka pergi dengan emosi meluap di dada.
Tangan yang kini telah terlepas dari jerat dinginnya borgol mencengkeram jeruji besi yang membatasi dunianya kini. Ia mencengkram begitu kuat, dengan pandangan mata hijau yang tertutup kabut dendam dan kemarahan.
"Tak ada yang boleh merusak rumahku. Bahkan tikus kotor sekalipun, dapat ku pastikan akan mati mengenaskan."
****
Hidup susah bagi Stella bukanlah masalah yang rumit. Sedari dulu, ia sudah terbiasa hidup susah bahkan sengsara. Setelah kepergian sang ayah saat menjadi seorang aktivis, membuka mata Stella lebar-lebar untuk melanjutkan perjuangan sang ayah memberantas ketidakadilan yang dilakukan oleh elite pemerintah.
Namun, sayang jalan tak semulus yang ia harapkan. Jatuh bangun menjadi seorang aktivis sekaligus jurnalis sudah ia kecap selama kurang lebih tiga tahun. Ia bahkan harus rela di usir dari lingkungan masyarakat, hanya karena menuliskan berita yang mereka anggap sampah dan kebohongan semata.
Untungnya ada Judika, sahabat karib yang selama ini selalu mendukung apa yang Stella lakukan. Walaupun faktanya Judika lahir dari salah satu elite pemerintah itu sendiri. Judika bahkan mendukung dan berada di garis terdepan saat Stella dalam bahaya. Memasang badan untuk melindungi gadis itu, dari teror-teror yang kerap kali Stella terima.
Sayangnya, kali ini lelaki itu sedang di rundung masalah. Sudah lebih dari dua minggu, ia terus membujuk Stella untuk menjadi kekasih pura-puranya. Katanya, sang ibu yang dikenal sebagai pendiri dan pemilik HARTANTO GRUP, sebuah perusahaan waralaba yang bergerak di bidang multinasional juga seorang ketua partai nasional mendesak Judika untuk mencari kekasih dan belajar menjadi seorang pimpinan, jika ia tak bisa mendapatkan kekasih dalam kurun waktu yang di tentukan maka dengan terpaksa ibunya akan menjodohkan Judika dengan Inggit, anak kolega bisnis ibunya juga masalalu menyakitkan Judika.
Judika yang tak rela, jika harus di jodohkan dan menikah dengan Inggit. Ia tak mau, dan tak akan pernah mau. Maka itu, ia terus membujuk Stella untuk mau menjadi kekasih pura-puranya. Meskipun Stella tetap tidak mau dan menolaknya secara tegas.
"Gue ga bisa, Jud. Lo tau sendiri gue baru aja viral disangka pro ke ahli agama dan disangka mengkhianati negara. Kalau gue jadi pacar lo, bisa-bisa mak lo ngamuk. Dan gue, pasti dalam bahaya karena udah pacarin anak orang terkaya di Indonesia, sekaligus ketua partai."
"Stel, ayo dong enam bulan aja. Mau ya jadi pacar pura-pura gue."
Stella menghela napas, menunduk kepala sesaat dan melirik ke wajah tampan namun jenaka milik Judika.
"Gue ga bisa, Jud. Gue takut."
"Gak akan terjadi apa-apa, stel. Gue janji sama lo," jawab cepat Judika terus membujuk Stella sambil menyakinkan wanita tersebut.
Manik hitam milik Stella menatap wajah Judika dengan tatapan tidak yakin, cukup lama. Ia tahu, jika lelaki di hadapannya itu tidak dapat di pegang ucapannya. Lelaki bebas yang kerap kali membuat masalah dan merugikan orang lain itu, dahulu bahkan sering membuat Stella dalam masalah.
"Gue ga bisa, Jud. Gue takut." Lagi Stella mengulangi perkataanya. Menekankan kepada Judika, jika ia memang tidak cukup berani melakukan itu.
"Ga akan, stel." Judika meraih tangan stella, "gue janji bakal jagain lo, kalau sesuatu terjadi setelah ini. Lo emang tega ngeliat gue di jodohin sama orang yang udah buat hidup gue nelangsa beberapa tahun ini? Lo tega liat gue di nikahin paksa gitu sama dia?"
Stella merasa iba kepada Judika. Tak tega melihatnya kesusahan. Walau bagaimanapun, lelaki itu yang selalu ada disaat ia butuhkan. Dan hanya lelaki itu, Stella dapat merasakan arti sebuah keluarga.
Stella menghela napas kembali. Sejenak keduanya terdiam. Judika mencoba memberikan ruang dan waktu bagi Stella untuk berpikir. Menimbang-nimbang kan permintaannya yang gila itu.
"Ok fine. Tapi cuma enam bulan aja." Akhirnya Stella memutuskan untuk membantu Judika, walau ia tidak yakin akan keputusan dan merasa akan ada sesuatu buruk yang menimpanya.
Seketika itu pula mata Judika berbinar, lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu meraih tangan Stella. Membawa gadis itu ke dalam dekapannya.
"Makasih banyak ya, Stel. Lo emang sahabat terbaik gue." Teriaknya begitu keras. Membuat orang-orang yang berada disekitarnya langsung menyorotinya dengan tatapan berbeda-beda.
TO BE COUNTINUE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Berdo'a saja
selanjutnya apa yg terjadi
2021-01-27
0
Rika Ulfi
up nya kpn aja thour hari apa aja?
2020-12-06
1
Rosindy Wahyudi
ditunggu
2020-12-06
1