Setelah sampai di tempat, Arsen paham. Asya ingin mengobati lukanya. "Gak boleh nolak ya! Gue cuma kasian sama muka lu, udah jelek malah bonyok."
"Alasan banget."
Asya baru saja ingin memegang gagang pintu UKS, tapi pintu UKS sudah terbuka lebih dulu. "Arsen?"
"Adinda?"
"Lu ngapain di sini?" tanya Adinda sedikit gelagapan. Bukannya menjawab, Arsen malah balik bertanya. "Gue yang harusnya tanya begitu, lu ngapain di sini?" Adinda diam, ia malah melihat ke sebelah Arsen.
"Lu.. Ansyakan? Kembaran Azril?" tanya Adinda.
"Asya, bukan Ansya," kata Asya sambil senyum.
"Eh iyaa, itu maksudnya. Kalian mau ngapain?" tanya Adinda lagi. "Lu belum jawab pertanyaan gue tadi, Adinda."
"Gue petugas UKS, Sen." Arsen berohria santai. "Lu berdua ngapain? Lu sakit atau gimana, Sen?"
"Gak sakit. Gak tau juga nih, di bawa sama fans fanatik," jawab Arsen. Asya auto menendang tulang kering Arsen lagi. "Sakit, Asyaaa..."
Adinda tertawa melihat mereka berdua. "Yaudah lu berdua lanjut, jangan macem-macem tapi ya. Gue keluar dulu, mau masuk kelas," pamit Adinda. Asya tersenyum sekilas. Adinda juga tersenyum lalu pergi.
Asya membawa masuk Arsen dan meletakkannya di brangkar tempat tidur UKS kemudian pergi tanpa bicara apapun. "Woi semprul?! Gue ngapain sendirian di siniii?" tanya Arsen kesal.
"Lu punya tangan, kan? Punya kaki? Obatin sendiri ya, jangan manjaa," kata Asya. "Gak jelas. Kirain mau ngobatin." Arsen juga beranjak pergi.
Karena tidak tega melihat kondisi Arsen, Asya menarik ujung baju Arsen. "Yauda diem di sini biar gue obatin."
Arsen kembali ke brangkar, sedangkan Asya mengambil kotak P3K. Tangannya terlihat lihai mengobati Arsen. Arsen sendiri benar-benar diam, ia hanya menatap Asya yang mengobatinya tanpa ekspresi.
"Selesai."
"Cepet banget, masih kurang lama gue liat lu," gumam Arsen pelan. "Hah?" tanya Asya.
"Hah? Apa? Nggak kok," jawab Arsen cepat. Asya mengabaikannya lalu melihat jam di tangan. "Lima menit lagi masuk kelas. Ayok," ajak Asya. Asya menarik tangan Arsen dan berlari bersama.
'I think, i'm falling in love right now...'
...----------------...
Hosh hosh hosh!!
Asya ngos-ngosan setelah berlari sambil menggeret Arsen. Ia duduk di bangkunya masih menetralkan nafas. Untung guru masih belum masuk. Dari mejanya, Arsen menatap Asya dengan sedikit senyuman.
"Kayaknya kamu kehausan deh," ujar seorang siswi berkacamata menghampiri Asya. "Hah? Eh? Iya, sedikit."
"Nih minum punya aku aja," siswi itu memberikan botol minum. "Ah, gak perlu. Gue bawa kok," Asya meraba botol minum di tas. Tapi anehnya tidak ada.
Asya berbalik untuk mencari dengan benar, tetapi matanya menemukan kalau botol air minumnya berada di tangan Arsen. Arsen menghabisi minum Asya.
"Astaghfirullah, minum gue di maling anjayy." Arsen mengangkat dua jarinya sambil cengengesan.
"Nih minum," dua botol minum disodorkan. Satu dari siswi berkacamata tadi, dan satunya dari tetangga mejanya.
Pertama kali Asya mendengar suaranya. Suara berat dan sangat enak di dengar. Suara Racksa.
"Mmmmm..." Asya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung pilih yang mana. Takut jika salah satunya sakit hati, Asya memilih tidak minum. "Gue gak haus kok, makasihh." Racksa langsung meletakkan kembali botol minumnya di tas lalu beralih dengan komik.
Sedangkan siswi tadi masih berdiri di samping meja Asya dan Racksa. "Asya.. ke- kenalin aku Tara Naila," kata siswi itu gugup. Akhirnya. Asya mendapatkan kawan baru.
"Ah.. hai Tara, gue Asya," Asya mengulurkan tangannya dengan senyuman merekah. Tara langsung menyambut uluran tangan Asya.
Mereka berdua sama-sama tersenyum. "Udah lepasin! Gak usah lama-lama ntar lesbian!" Asya menatap sengit tetangganya. "Gue masih suka cowok."
"Suka gue kan, Sya?" tanya Arsen sedikit keras. Asya menoleh ke arah Arsen yang sedang tersenyum, "Pede amat ya lu," Arsen cengengesan lagi.
"Aku balik ke tempat dudukku dulu ya, Asya," kata Tara. Asya tersenyum dan mengangguk, Tara pergi ke tempatnya.
"Ehh Liat tuh, si cupu sama si miskin bersatu. Perpaduan yang sempurna kayanya yaa."
"Iyaa hahaha. Sok banget lagi tadi tarik-tarik my pangeran Arsen. Kegatelan!"
"Eh lu tauu gak, dia juga deket banget sama Haikal!!"
"Anjirrr, beneran kegatelann!"
Asya mendengar semuanya, ia tidak perduli sama sekali. Asya abaikan mereka karena tidak ingin cari ribut. Lain hal dengan tetangga mejanya, Racksa, ia terlihat sangat tidak suka. Racksa ingin menegur, tapi terpotong dengan perkataan Meli, teman kelasnya juga.
"Hana! Valda! Kalian tuh gak boleh kayak gitu tau!" kata Meli mengomeli mereka. Asya menoleh ke arah Meli, Meli tidak melihat ke arahnya.
Secara bersamaan, satu kelas terheran-heran melihat perkataan Meli barusan. Biasanya Meli yang paling suka menggosip, mengghibah dan sejenisnya. Bahkan perkataannya bisa sangat menyakitkan.
Racksa menginjak kaki Asya. "Aw," keluh Asya lalu melihat ke Racksa. Tatapan mereka bertemu.
‘Lu gak bisa baca apa isi otaknya?’ Mengode sambil melihat ke arah Meli sekilas. Asya menggeleng, ‘Gue gak punya kemampuan itu’
‘Masih gak sadar? Lu sama Azril emang gak pernah sadar kemampuan kalian gitu?’ Asya menggeleng lagi. ‘Coba tatap intens matanya.’
‘Sebelum itu, lu siapa?’
‘Belom waktunya lu tau siapa gue.’
Asya menatapnya kesal, sedangkan Racksa tersenyum miring. Asya spontan memutuskan tatapan matanya, tapi Racksa menarik kepala Asya perlahan. Mereka kembali bertatapan.
‘Lu, Azril dan gue itu sedikit banyaknya bisa baca pikiran. Dengan kemampuan lu sekarang ini, lu bisa tau dan bisa milih seseorang yang cocok buat lu jadiin teman, atau pacar. Dan lu juga bisa bedain mana teman, mana musuh.’
"Woi!! Tatapan mulu!!" protes teman Asya yang lain. Asya memutuskan tatapannya dengan Racksa dan menatap mata temannya. Temannya itu juga menatap Asya.
Tidak bisa ternyata. Asya tidak bisa membaca pikirannya. Asya kembali menatap Racksa. ‘Nipu ya lu?!’ Asya melotot.
Racksa menggeleng. ‘Kemampuan kita beda. Kemampuan lu bisa berjalan kalau lu dan lawan bicara lu punya hubungan darah’ Asya terkejut. ‘Jadi, kita saudara? Lu siapa?!’
‘Yang bisa denger balasan tatapan itu ketika lu sama-sama punya kemampuan, kayak gue ke lu, lu ke gue. Azril ke lu, atau lu ke Azril.’
‘Lu siapaa?! Jawab pertanyaan gue!!’
"Assalamualaikum anak-anak, maaf bapak terlambat tadi mobil bapak mogok. Mari kita mulai pelajaran."
——
"Asya, mau ke kantin bareng?" tanya Tara menghampiri Asya. "Eh? Lu duluan deh, gue ada urusan sama anak IPA 4," jawab Asya tersenyum. Asya menatap Tara yang juga menatapnya. Masih tetap, ia tidak bisa membaca pikiran orang lain.
Asya malah melihat tatapan Tara yang sedikit berkaca-kaca. "Yaudah, aku duluan."
"Tara."
"Iya?" Tara berbalik.
"Lu sering di bully ya?" Tara mengangguk pelan dengan ragu-ragu. "Kamu tau darimana?" tanya Tara dengan suara pelannya.
Asya menghela nafas. "Yaudah ayok ke kantin."
——
"Woiii!" teriak Azril saat melihat Asya dan Tara di kantin. Asya menatap Azril, Azril menatap Asya.
‘Something wrong? Ada yang aneh?’ tanya Azril. Asya menggeleng, ‘Ntar di rumah gue kasih tau.’ Asya memutuskan tatapannya.
"Ngapa berdiri mulu si? Duduk sinii," Haikal menarik tangan Asya. Asya juga menarik tangan Tara untuk duduk di sebelahnya. "Dah dapat temen baru niyeee," ledek Dino.
"Woiya dongg. Kalau lu ganjen, gue tokok kepala lu!" jawab Asya membuat Dino tertawa. "Kenalan dulu atuhh ahh," kata Azril menggoda. Tara diam, gugup dan menunduk.
"Tara, gak usah takut. Mereka baik, mereka temen gue kok." Asya mengelus tangan Tara, berniat menenangkannya.
"Korban?" Asya mengangguk.
"Siapa namanya, Sya?" tanya Haikal.
"Tara."
"Tara, gak usah takut sama kita. Mulai detik ini kita berlima temenan. Temen itu susah senang bersama, kan? Jadi, kalau lu di bully, lu bisa cerita ke kita ya karena kita pasti bakal bantuin lu."
Tara mendongak melihat ke Asya. Asya tersenyum. "Ma- makasih." Tara masih gugup. Haikal dan yang lain membalas dengan senyuman. "Kagak usah gugup Taram," sahut Dino.
"Dinosaurus belum apa-apa udah ngerombak nama orang aja ya. Gak ada akhlak emang." Dino cengengesan.
"Maapin, Tara. Otak dia sengkleknya udah parah banget, jadi gitu." Mereka tertawa bersama. "Gue laperrr, mo makaannn," keluh Asya.
"Mau makan apa lu pada?" tanya Racksa yang muncul tiba-tiba. "Ni orang gaib banget anjirrr, kek setann!" ceplos Asya asal.
Pletak!! Jidat Asya disentil Azril.
"Zril sakit!!" keluh Asya.
"Lu nya sembarangan."
"Gue reflek."
"Gue juga reflek tadi."
"Ya Allah, punya kembaran gini amat sii," keluh Asya. Mereka tertawa bersama melihat komuk Asya, begitu juga dengan Tara. "Mau makan apa ini?" tanya Racksa lagi.
"Bakso!" jawab Asya dan Azril serentak.
"Kembaran emang gitu."
"Samain aja dah semua," sahut Haikal.
"Tara?" tanya Racksa.
"Sa- samain aja." Racksa langsung pergi. Baru beberapa langkah, ia berbalik lagi. "Apa lagi?!"
"Minumnya apa?!" tanya Racksa dingin.
"Jus jeruk."
"Samain!" Azril, Haikal, Dino kompak.
"Tara?"
"Sa- samain aja, Rack." Racksa pergi lagi.
"Kagak usah gugup, Tara. Santai aja, kami gak makan orang." Tara mengangguk dan tersenyum. "Ehh, Syaaaa" panggil Azril keras.
"Apa nyet?! Gue denger kali, kagak usah gede-gede suara lu!!" protes Asya. Azril nyengir, "Lu kemana tadi sama si Arsen? Lu baik-baik aja, kan? Lo gakpapa, kan?!" tanya Azril.
"Bawel amat Ya Allah!!"
"Bersyukurrr~" kata Dino mengingatkan. Asya tersenyum manis ke Dino. "Gue gakpapa. Cuma bawa dia ke kantin, bawa dia ke uks abistu balik ke kelas," jawab Asya.
"Ehm.."
"Kenapa?" tanya Haikal.
"Botol minum gue belum dibalikin sama Arsen cuy," kata Asya tersadar. "Kok bisa sama diaa?!" tanya Azril.
"Di colong tadi tuuu."
Tiba-tiba...
^^^Revisi—^^^
^^^September, 2022.^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Tata
Tara bahagia terus ya sama mereka, agak sedih kadang sama korban bullying, moga tara bisa bener² bahagia:'(
2021-05-06
0
Rini Selgina
lanjuut
2020-11-25
0
Putri khairy_-
hadeh di gantung 😑
2020-11-25
0