Cerita Angga'S
*
*
Suara musik yang menghentak menggema di seluruh ruangan temaram pada malam itu. Puluhan orang bergoyang mengikuti irama ceria. Tak terkecuali Angga.
Setelah beberapa gelas minuman beralkohol ditenggaknya, pemuda 22 tahun itu turun ke lantai dansa, mengikuti alunan musik, berbaur dengan pengunjung klub lainnya yang mencari kesenangan yang sama. Melupakan permasalahan hidup sebentar saja dari tengah malam hingga menjelang pagi.
*****
Bugh!!
Sebuah bantal melayang menimpa kepala Angga yang masih terbenam di tempat tidur nyaman miliknya. Ayahnya, Raja Mahendra sudah kehabisan akal mendidik anak bungsunya tersebut. Dia bahkan kini sudah tak mau mendengar apapun yang dikatakannya walau pria 60 tahun itu berteriak didepan telinganya sekalipun.
Anggara Yudistira, usia 22 tahun. Mahasiswa jurusan ilmu ekonomi, anak bungsu dari keluarga Mahendra. Pemilik beberapa bengkel ternama di kota Bandung.
Tumbuh dalam keluarga yang cukup berada membuatnya menjadi pribadi yang manja. Belum lagi sejak kecil segala keinginannya selalu terpenuhi karena keluarganya memang dilimpahi materi yang jauh melebihi orang lain.
Orangtuanya selalu memanjakan dia, terlebih lagi ibunya. Apapun yang Angga minta sudah pasti dikabulkan.
Namun semuanya berubah ketika di usia 13 tahun, Citra, sang ibu yang selalu mengasihinya harus pergi meninggalkannya untuk selamanya karena mengidap kanker serviks stadium akhir.
Angga kehilangan sandaran. Ayahnya tak berpengaruh apa-apa baginya. Pria itu hanya mampu memberikan materi yang melimpah untuk meredam segala kelakuan putra bungsunya tersebut.
"Anak kurang ajar!! kali ini apalagi yang kamu lakukan? apa tidak cukup dengan mempermalukan aku dengan segala kebodohanmu?" Raja berteriak kencang.
"Ayah berisik!!" Angga menggumam dalam tidurnya.
"Cepat bangun! dan segera lanjutkan kuliahmu!! Atau kamu keluar dari rumah ini dan hiduplah menggelandang dijalan!" Raja berteriak lagi.
"Ck!! Ancaman nya itu itu aja. Nggak ada kata-kata lain apa?" Angga bangkit, dengan malas dia berjalan menuju kamar mandi.
Dua puluh menit kemudian pemuda dengan tinggi 180cm itu telah rapi dengan pakaian modisnya. Rape jeans berwarna biru yang terlihat berantakan namun tampak sempurna membungkus kaki panjangnya. Dipadukan dengan kaos putih polos dilapisi jaket kulit berwarna hitam. Mengenakan sepatu Converse berwarna senada, dia menenteng helm fullface berwarna merah senada dengan warna motor CBR kesayangannya.
"Jangan berkeliaran dijalan. Kuliah lah dengan benar! contoh kakakmu, dia bahkan menjadi lulusan terbaik."
Angga memejamkan mata, rahangnya tampak mengeras. Ini kesekian kalinya mereka, terutama ayahnya membandingkan dirinya dengan sang kakak.
Sagara Mahendra yang berusia 27 tahun. Pria kebanggaan keluarga. Sagara menjadi tumpuan keluarganya dalam mengurus usaha sang Ayah. Pria yang selalu bisa diandalkan.
Angga tak menjawab sepatah katapun, dia melengos meninggalkan sang ayah yang masih terengah menahan kemarahan karena baru saja tadi pagi mendapat laporan dari sahabat sekaligus dosen kampus tempat Angga kuliah, bahwa putra bungsunya tersebut sudah sebulan ini tidak mengikuti mata kuliah manapun. Terakhir dia diketahui hanya mengisi absen, setelah itu pergi entah kemana.
"Sarapan dulu, Angga!" panggil seorang perempuan paruh baya namun masih cantik itu, yang baru saja keluar dari dapur.
Angga tak menjawab, hanya mendelik.
"Hargai lah ibumu!" Raja kembali berteriak.
"Cih, Ibu. Aku tak punya ibu. Ibuku sudah meninggal karena kelakuan Ayah!" jawab Angga tanpa rasa takut sedikitpun.
Raja tersentak. Kemudian mencengkeram krah jaket kulit milik anaknya tersebut dan menariknya hingga pemuda itu terhuyung kearahnya, dan
Plak!!
Tamparan keras mendarat di pipi pemuda 22 tahun itu hingga kulit putihnya kini berwarna merah padam.
"Ayah!!" Ratna, sang istri histeris mendapati pertengkaran antara suami dan anak tirinya tersebut. Ini sudah yang kesekian kalinya dalam bulan ini. Semakin hari, mereka semakin sering bertengkar karena hal-hal yang dibuat Angga dianggap sudah sangat keterlaluan.
"Ada apa ini?" Sagara muncul dari ruang tengah mendapati keributan yang berlangsung pada pagi hari itu.
"Lihatlah anak bodoh ini. Dia bahkan tak menghargai ibunya, kelakuannya sudah tidak bisa dimaafkan lagi, Gara!" Raja mengadu kepada anak pertamanya.
Sagara menghela napas pelan, "Dek, tolonglah."
"Gue nggak ada urusan sama lu, kak. Lu urus aja nih mereka." Angga membalikkan tubuh. Meninggalkan mereka bertiga.
"Anak kurang ajar!!" Raja berteriak.
"Stop, Yah!" Sagara menyela.
"Sebaiknya kamu keluar saja dari rumah ini. Daripada semua uang yang aku keluarkan sia-sia. Kamu tidak usah kembali lagi kemari!" Raja berucap lagi.
Angga menghentikan langkahnya, kemudian memutar tubuhnya kembali menghadap sang ayah yang masih diliputi kemarahan.
"Dengan senang hati." katanya, kemudian segera pergi.
"Angga!! Dek," Sagara bergegas mengejar, mengikuti langkah lebar adiknya. Pria itu mencoba mencegah kepergian Angga.
"Lu nggak usah dengerin ayah, lu tahu ayah suka marah. Tapi jangan gini lah!" katanya, berdiri di depan motor yang kini telah dinaiki adiknya. Menghalangi jalannya.
"Minggir, kak. Gue mau pergi."
"Dek!!" Sagara menahan motor yang telah dinaiki adiknya. Berharap pemuda itu tak mengikuti emosinya.
Namun ternyata kali ini Angga tak bisa lagi menahan diri. Dia menghidupkan mesin, suara raungan motornya segera menggema diseluruh halaman rumah. Mengintimidasi sang kakak yang masih berdiri menahan kepergiannya.
Sagara menghela napasnya pelan.
Akhirnya Sagara mengalah, dia melepaskan tangannya dari stang motor sang adik. Bicara dalam keadaan seperti ini takan membuahkan apa-apa. Pria itu membiarkan Angga pergi dari rumah dengan motornya melesat membelah jalanan kota pagi itu.
Dulu, Angga adalah anak yang menyenangkan. Dia baik dan ramah walaupun memang sangat manja. Tapi semuanya berubah sepeninggal ibu mereka.
Angga menjadi sulit diatur. Menarik diri dari keluarga, terutama dari ayahnya. Seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan, namun Angga selalu tampak marah kepada ayahnya tersebut. Selain karena mereka memang sering bertengkar karena alasan sepele.
*
*
*
Angga terbangun tepat sore hari saat matahari mulai menguning. Dia menoleh ke sebelah kiri, tampak Fikka masih terlelap. Pergumulan siang tadi membuat mereka berdua kelelahan.
Bercinta dalam keadaan marah membuatnya memiliki tenaga lebih besar dari biasanya. Fikka sampai memohon beberapa kali untuk berhenti setelah gadis itu tumbang lebih dulu.
Angga terkekeh. Menatap wajah cantik kakak kelasnya ini. Rambutnya sedikit kusut. Bibirnya masih bengkak akibat perbuatannya beberapa jam yang lalu. Tapi membuatnya terlihat semakin seksi. Dadanya dipenuhi bercak merah bekas ciuman. Angga menyentuh bercak merah itu dengan ujung jarinya.
Fikka mengerang dalam tidurnya.
"Shit!!" sesuatu dibawah sana kembali mengeras. Angga bangkit. Memutuskan untuk membersihkan diri. Berdiam lebih lama disini akan membuatnya kembali menerjang Fikka tanpa ampun. Dan itu akan sangat berbahaya. Stok pengaman di laci kakak kelasnya sudah habis.
********
Angga duduk ditepi ranjang mengusak kepala untuk mengeringkan rambut basahnya dengan handuk yang dia temukan dibalik pintu kamar mandi.
Tiba-tiba sepasang lengan kurus melingkari pinggangnya. Telapak tangannya yang hangat menyentuh perutnya yang berotot. Sesuatu yang kenyal dan lembut menempel di punggungnya yang telanjang.
"Lu pergi sekarang?" Fikka dengan suara parau.
"Yeah ..."
"Kenapa nggak disini aja? Gue seneng kok tinggal bareng lu." Fikka menempelkan wajahnya di pundak kokoh Angga.
"Hmm .. gimana lu nggak seneng, lu bisa tiap hari mainin gue." jawab Angga, acuh.
Fikka tergelak. "Terus, lu mau kemana habis ini?"
"Nggak tahu, mungkin ke tempatnya Andra dulu."
Angga melepaskan tangan Fikka yang betah melingkari pinggangnya. Pemuda itu bangkit dan meraih pakaian miliknya yang teonggok dibawah tempat tidur. Memakainya didepan Fikka tanpa sungkan. Mereka sudah terbiasa menatap satu sama lain dalam keadaan telanjang.
"Gue pergi." Angga setelah pakaiannya lengkap menempel ditubuh sempurnanya.
"Lu nggak sun gue dulu?" Fikka menggoda.
"Ck!! yang tadi nggak cukup!?" Angga mendekat.
Fikka hanya tersenyum.
Namun tetap saja Angga membungkuk untuk memberikan ciuman perpisahan pada kakak kelasnya yang seksi itu.
"Gue pergi, ya?" Angga mengulang perkataannya sambil membalikkan tubuh, keluar dari apartemen milik Fikka.
Sementara gadis cantik itu mengangguk sambil megap-megap setelah menerima ciuman perpisahan dari adik kelas tampannya tersebut.
*
*
*
Bersambung ...
hai, kita ketemu lagi😄😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ratu Tety Haryati
Ijin baca ulang, Thor🙏🥰
2024-05-07
0
Intan Pakpahan
kesini abis baca Dimi-Rania, pinisirin sm ceritany Papa Rania hihihihihi
2024-05-01
0
Han Lifa
Ngga bosen² ngulangin lagi baca kisah Angga Rania😍😍😍😍
2024-01-13
1