Reallity VS Drakor
Kami kini duduk menikmati makan malam di sebuah restoran yang berada di kawasan Kota Tua, lebih tepatnya di depan Gedung Museum Fatahilah. Sebuah bangunan tua yang disulap menjadi restoran yang sangat nyaman, dengan konsep retro yang terasa kental. Poster dan foto-foto tua terpasang di satu dinding bercat cokelat muda yang menyatu dengan interior yang didominasi kayu dengan jendela-jendala tinggi yang menjadi dinding di satu bagian.
Duduk di dekat jendela, kami disuguhkan pemandangan Kota Tua di bawah temaran lampu jalanan dan langit yang mulai menua. Setelah shalat magrib, Bos mengajakku makan dan dengan menggunakan mobilnya kami bersama-sama menuju ke sini.
“Aku telah berbicara dengan orangtuaku tadi pagi.” Bos memulai percakapan setelah pelayan pergi dengan catatan menu pesanan makan malam kami.
“Dan … hasilnya adalah?” tanyaku sambil menatapnya yang duduk santai bersandar di kursi.
“Belum tahu,” jawabnya singkat. Dia kini mencondongkan tubuhnya ke depan dengan kedua siku ditumpukan di atas meja. “Tapi aku telah memberitahu mereka semuanya, termasuk keinginanku untuk menentukan sendiri dengan siapa aku akan menikah dan merajut masa depanku.”
Mata kami bersirobok beberapa saat, sampai akhirnya aku berdehem dan mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kenapa aku harus malu mendengar ucapannya itu? Belum tentu juga itu aku yang dimaksud yang akan dia pilih untuk dinikahi. Ingat, vonis akhir Baginda Raja belum turun.
“Dan mereka sudah mengetahui tentangmu,” lanjutnya sambil kembali bersandar santai.
“Apa?” Aku kembali menatapnya dengan terkejut. “Bagaimana mereka tahu? Apa Bos memberitahu mereka?”
“Tidak. Tadinya aku akan memberitahu mereka ketika perjodohan itu telah dibatalkan.”
“Bukan Bos? Jadi bagaimana mereka tahu tentangku?” Jadi dari mana mereka tahu tentangku? Apa mungkin ini seperti di drama-drama Korea di mana orangtua si pria kaya menyuruh seseorang untuk memata-matai putranya? “Apa ada seseorang yang memotret kita semalam dan mengirimkannya kepada ayahmu?”
“Bagaimana kamu tahu?”
“Jadi itu benar?” Bos menatapku kemudian mengangguk. “Waaah, aku pikir itu hanya ada di drama-drama Korea saja.” Aku menatap Bos tak percaya, sedangkan orang yang ku tatap hanya mengerutkan alis.
“Apa yang ada di drama Korea?”
“Ya itu, persis seperti ini, Bos!”
“Apa yang seperti ini? Dan berhentilah memanggilku Bos, kamu sudah sepakat soal memberiku kesempatan dan kamu juga sudah mengakui kalau menyukaiku, jadi berhenti memanggilku Bos ketika di luar kantor.”
“Ehm!” aku berdehem malu karena diingatkan tentang aku yang telah mengakui tentang perasaanku.
Bos ... hmmm, maksudku Caraka. Dia tersenyum puas melihatku yang memerah karena malu. Untung saja pelayan datang mengantarkan makan malam kami. Steak lengkap dengan kentang goreng, potongan wortel, kacang polong dan jagung sebagai pelengkap.
“Jadi apa yang persis terjadi di drama Korea?” Bos kembali bertanya sambil memotong steak.
“Orangtua kaya raya yang menyewa seseorang untuk mengikuti dan memata-matai anaknya.”
“Hahaha, untuk orang yang selalu berpikir realistis sepertimu, ternyata kamu memiliki daya khayal yang tinggi … seharusnya kamu jadi penulis novel fiksi.”
“Sekarang saja hidupku sendiri sudah seperti film Disney, jadi kenapa tidak sekalian saja merangkap menjadi drama Korea juga.”
“Hahaha.”
Bos tertawa sambil menukar piringku dengannya. Mendapat piring dengan steak yang telah terpotong sempurna membuatku tertawa sambil menggeleng.
“Salah satu jurus Sang Pangeran?”
“Bukan hanya kartu ajaib saja yang membuat para perempuan takluk olehku.”
“Hahaha.”
“Jadi, apa yang membuatmu berpikiran Papah menyuruh seseorang untuk memata-mataiku?”
“Hmmm … itu sering terjadi di drama Korea.” Aku mengunyah steak yang terasa lembut bercampur dengan segarnya saus barbeque. “Orangtua yang curiga anaknya menjalin hubungan dengan perempuan biasa. Dalam hal ini aku (Caraka tersenyum sambil mengunyah steaknya). Jadi dia memutuskan seseorang untuk memata-matai putranya dan mencari tahu tentang siapa perempuan itu.”
Aku melanjutkan makanku, ku lihat Caraka mengangguk-anggukan kepala sambil mengunyah kemudian menelannya.
“Untungnya Papah tidak pernah nonton drama Korea jadi dia tidak melakukan hal seperti itu.”
Aku mengambil kentang goreng kemudian memakannya sambil menautkan alis.
“Jadi, siapa yang melaporkan kita?”
“Salah satu kenalan keluarga kami.” Seperti aku, Caraka kini mengambil potongan kentang, kemudian menyuapnya. “Kamu ingat malam itu sedang ada acara di area indoor?”
“Iya.” Aku kini menatapnya serius.
“Salah satu tamu di acara itu adalah kenalan Papah. Dia menghubungi Papah mengatakan melihatku dengan seorang perempuan. Papah kemudian meminta temannya itu memotret kita untuk mengetahui siapa perempuan yang sedang bersamaku.”
Aku mengangguk-anggukan kepala sambil kembali menyuap potongan steak. “Itu juga suka ada dalam film atau drama.”
“Hahaha ... adegan-adegan yang ada di film dan drama itu banyak yang terinspirasi dari kehidupan nyata,” ucap Caraka sambil kembali melanjutkan kembali makannya.
“Ya, mudah-mudahan saja satu adegan yang sering terjadi di kisah Cinderella ala drama Korea, tidak terjadi padaku.”
Caraka menatapku sambil mengangkat alis, “Apa itu?” mulutnya kembali menyuap steak terakhirnya.
“Adegan ketika ibu sang pria menyiram muka si perempuan.”
“Hahaha ... uhuk-uhuk-uhuk!” Dengan cepat dia mengambil air mineral lalu meneguknya berusaha meredakan batuk akibat tersedak setelah tertawa mendengar ucapanku.
“Adegan itu sering ada di drama Korea.” Tak menghiraukan Caraka yang masih terbatuk-batuk kecil aku kembali melanjutkan ucapankan sambil sekali-kali menyuap kentang goreng. “Biasanya si Ibu akan menawarkan dulu uangnya dalam jumlah banyak agar si perempuan menunggalkan anaknya, nah kalau perempuannya nolak dia bakal sirum tuh cewek pakai air air minum.”
“Kalau itu yang terjadi apa yang akan kamu lakukan?” Bos bertanya setelah berhenti batuk.
“Hmmm …” Aku meneguk es lemon tea sebelum menjawab pertanyaannya. “Aku akan mengambil uangnya.”
Bos menagangkat alisnya tak terkejut dengan ucapanku, bisa ku lihat sorot matanya terlihat kecewa.
“Kau akan mengambil uangnya dan pergi meninggalakanku?”
“Iya, aku akan mengambil uangnya. Pergi dari sini bersama Mamah dan Oka … kemudian setelah mendapat tempat baru aku memberikan alamat baruku padamu, jadi kamu bisa menyusul dan kita bisa kembali berhubungan.”
Caraka terdiam beberapa saat sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak. “Pintar!” ujarnya di antara tawa.
“Tapi untuk jaga-jaga siapa tahu kamu di coret dari ahli waris dan kartu keluarga, jadi jangan lupa pindahkan semua deposito dan tabunganmu.”
“Hahahaha … aku akan melakukannya.”
Aku terdiam beberapa saat, sebersit pemikiran tiba-tiba menggapaiku ... aaah, sial! Aku dan rasa penasaranku yang tidak bisa kebendung.
"Seandainya ... ini seandainya saja, oke!" Caraka mengangkat alis bingung mendengarku.
"Seandainya apa?"
"Hmmm ..."
Aku ragu untuk beberapa saat, sebetulnya bukan ragu lebih tepatnya takut mendengar jawaban yang akan ku dengar, tapi aku harus mengetahui. Bismillah! Dengan menguatkan tekad aku bertanya,
"Seandainya orangtuamu tidak menyetujui kita, dan mereka memintamu untuk tetap bertunangan dengan Anggi ... apa yang akan kamu lakukan?"
Caraka terdiam beberapa saat, matanya menatapku dalam, membuat jantungku berdebar sedikit tegang menunggu jawabannya.
"Aku akan mengikuti perintah orangtuaku."
Hatiku sedikit mencelos mendengarnya walaupun aku sudah bisa menebak jawaban itu yang akan dia pilih. Tapi bolehkah aku berharap kalau dia akan memilihku?
Aaah, Kirana Az Zahra ... bukankah kamu sudah mengetahui akhir dari hubungan ini? jadi kenapa kamu harus kecewa mendengarnya?
Aku tersenyum sambil mengangguk berusaha menutupi kekecawaanku.
"Aku akan mengikuti kemauan orangtuaku."
Dia kembali berkata kemudian memberi sedikit jeda, matanya menatapku dalam, sebelum melanjutkan ucapannya.
"Aku akan mengulur pertunanganku, sambil memindahkan semua tabungan, deposito dan aset-asetku yang lain. Diam-diam aku akan membeli sebuah rumah dimana tidak akan ada yang mengenaliku, setelah semua siap aku akan membawamu, Mamahmu dan juga Oka untuk tinggal di sana."
Aku terdiam beberapa saat sebelum akhirnya tertawa. Ada perasaan haru mendengar itu dari mulutnya, entah bercanda atau tidak, tapi aku bahagia setidaknya ada aku dalam rencana masa depannya.
"Kita akan buka usaha kecil-kecilan ... mungkin toko klontong?" lanjutnya membuatku mengangguk setuju, sambil tertawa mendengar rencana pelarian kami.
Dia terus mengungkapkan rencananya, sesekali aku akan menimpali memberi ide yang lebih gila membuatnya tertawa.
Malam itu kami tertawa sambil menikmati makan malam, berkhayal tentang kondisi terburuk yang akan kami alami. Aku tak begitu memikirkannya terlalu serius. Maksudku bukannya tidak mau hubungan kami serius, hanya saja saat ini aku hanya ingin ikuti saja kemana hubungan ini akan bermuara.
Sekarang aku akan mengikuti apa kata Siska dan Mamah, aku tak mau menyesal dan selama masih bisa aku akan menikmati hubungan ini, selama keputusan mutlak Baginda Raja belum turun —walau aku belum tahu apa keputusan Sang Raja— dan selama Sang Ratu belum mengguyurku … aku akan menikmati menjadi Cinderella.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Sandisalbiah
kamu melupakan satu lagi kemungkin yg bisa terjadi selain di suguhi sekoper uang dan harus menghilang dr hidup Caraka, Kirana... kamu lupa kalau kemungkinan besar kamu bakal di pecat dr pekerjaanmu dan nama mu di blackklish dr dunia pekerjaan.. krn kemungkinan ini justru yg sering terjadi di dunia novel...
2024-12-28
1
RR.Novia
Jadi inget kata siska diawal kalo bumega bakal nggak kaget kalo di lempari segepok sukarno hatta🤣
2024-03-19
1
sakura🇵🇸
part ini antara lawak tp juga nyeuri hati😄menertawakan kesedihan saking tak bisa berbuat apa2
2023-11-07
2