Steven sedang berdiri di tepi dinding pembatas dari atap gedung sekolah. Angin bertiup sangat kencang. Langit mendung dengan awan hitam yang menggulung di atas kepala mereka, membuat suasana sedikit suram. Steven sedang memasukkan kedua tangannya ke saku. Menatap kosong hamparan taman belakang sekolah.
"Tidak disangka kamu lari ke sini,"
Steven melirik sedikit sebelum acuh lagi. Mengabaikan anak laki-laki sebayanya yang memiliki wajah lebih garang itu. Sorot mata anak itu penuh kekecewaan dan kemarahan. Seakan ia ingin memukul Steven membabi buta saat ini.
"Pengecut! Beraninya kamu lari dari kami setelah apa yang kamu lakukan."
Steven berbalik, menatap kelam kedalam mata anak itu. Entah apa yang ia fikirkan namun mata kelamnya memancarkan aura aneh yang mencekam.
"Aku tidak lari, lagi pula semua ini tidak terhubung dengan kalian. Kenapa ini menjadi salahku?"
Anak itu langsung naik pitam dan melayangkan satu tendangan keras pada dada Steven. Membuat tubuhnya yang tidak siap membentur dinding pembatas dan tersungkur ke lantai. Dia terbatuk beberapa kali sebelum kembali bangkit. Mengatur napasnya dan berdiri tegak, menatap remeh anak itu.
"Mereka mengejarmu kesini!" bentak anak itu.
"Lalu?"
"KAMU DALAM MASALAH BRENGSEK!" teriaknya, semakin murka.
Steven memutar lidahnya di dalam mulut, tertawa remeh sebelum memunggungi anak itu. Tampa diduga, kerah belakangnya di tarik dan anak itu sudah berdiri di hadapannya. Memukul rahangnya dengan cepat. Steven tidak melawan, dia membiarkan anak itu melampiaskan amarahnya.
Setelah puas, anak itu berhenti dan menarik kerah Steven untuk berdiri. Ia memegang kerahnya dan menatap mata Steven yang masih angkuh. Pukulan itu agaknya tidak menyakitinya sama sekali.
"Kamu masih payah dalam memukul."
Steven dengan mudah menghempaskan tangan anak itu dan meludahkan darah di sudut bibirnya yang berdarah. beberapa bagian wajahnya lebam namun tidak mengurangi kadar ketampanannya. Benar-benar wajah kurang ajar yang penuh pesona.
"Kenapa kamu kesini? Sudah kubilang jangan mengikutiku bodoh!" kata Steven, ia bersandar di dinding dan mulai merokok.
"Mereka mengejarku! Mereka mencarimu!"
Steven tergelak, ia akui memang ia melarikan diri. Bukan tidak berani menghadapi masalah, dia hanya malas melakukan drama payah yang berujung melukai orang lagi. Hidupnya sungguh kotor dengan darah perkelahian dan ia sudah muak.
"Aku sudah mendaftar ke sekolahmu, aku juga sudah dapat kamar asrama. Bob dan Teddy bilang akan menyusul setelah menaklukkan hati orang tua mereka."
Steven terkekeh pelan, selanjutnya ia tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Setelah puas tertawa ia diam beberapa saat. Menatap kosong lantai di bawahnya.
"Sam... Kamu tahu? kedatangan kalian sungguh menggangguku," kata Steven dingin.
Steven pergi dari sana setelah membanting rokok elektriknya yang sudah habis ke lantai. Menabrak bahu anak yang di panggilnya Sam itu sebelum berlalu dari sana.
"Mengganggu apanya, dasar bodoh!" decih anak itu.
.
Nyatanya, anak bernama Sam itu adalah anak yang berada setingkat dibawah Steven. Hari ini ia mulai masuk ke sekolah itu dan satu kelas dengan Clara. Membuat seisi kelas Clara pada heboh.
Karena beberapa anak yang saat itu ada di kantin melihatnya berbicara dengan Steven. Akhirnya pada jam istirahat, ia dibombardir dengan pertanyaan yang berkaitan dengan Steven. Sam, yang bernama asli Samuel smith itu hanya menjawab asal dalam bahasa inggris, meskipun kebanyakan pertanyaan mereka dalam bahasa indonesia. Dia memang belajar bahasa Indonesia sejak mengenal Steven.
Semakin lama bukannya semakin sedikit, anak perempuan itu bertambah makin banyak saja. Karena muak menghadapi anak perempuan yang menurutnya berlebihan itu, ia melarikan diri dari sana. Lebih tepatnya mencari kelas Steven.
Sementara itu, Steven yang malas ke kantin sedang tidur di kelas dengan kedua telinga terpasang earphone. Fajar yang duduk di sebelahnya tidak berani mengusiknya. Banyak pertanyaan di kepalanya perihal wajah Steven yang babak belur. Wali kelas mereka bu Mira bahkan sampai terkejut saat melihat wajahnya.
Seluruh anak yang tinggal di kelas hening karena takut mengganggu Steven. Anak perempuan lebih memilih mengambil fotonya diam-diam, sedangkan anak laki-laki memilih acuh. Mereka sudah melihat kemampuan berkelahi Steven saat itu, dan tidak mau mencari masalah dengannya lagi. Belum lagi predikatnya di sekolah ini yang menjadi tidak tersentuh.
Seseorang masuk, wakah baru yang membuat seisi kelas penasaran. Sam menarik kursi sehingga menimbulkan bunyi nyaring. Menimbulkan banyak atensi padanya. Semua anak menoleh, kecuali Steven yang tetap memejamkan matanya.
"Steven! Bob dan Ted sudah di bandara!" kata Sam, dia mendapat kabar saat sedang mencari kelas Steven tadi.
Steven membuka matanya, melirik kesal pada Sam yang tersenyum santai. Ia malah menyilangkan tangan di dada dan berdecak malas. Sam menatap Fajar yang sedari tadi menatapnya penuh tanya.
"Teman sebangkunya?" tanya Sam dalam bahasa inggris.
"Teman main juga," jawab Fajar santai.
"Apa ini?" tanya Sam pada Steven, alisnya terangkat.
Fajar mengernyit tidak mengerti, apalagi ketika melihat wajah acuh Steven yang terkesan tidak peduli.
"Aku lapar!" kata Steven.
"Ayo ke kantin, yang lain sudah di sana sejak tadi," ajak Fajar.
Sam terkejut saat Steven dengan luwesnya bangkit dan mengikuti Fajar keluar kelas. Tentu saja ia tidak tinggal diam. Ia tergelak dengan wajah heran, lalu dia mengikuti mereka dan berjalan di belakang Steven.
"Tunggu sampai Bob dan Ted melihat ini," gumamnya cukup keras. Steven mendengarnya, hanya saja ia mengabaikannya.
Sesampainya di kantin mereka di sambut dengan keheningan. Jelas suasana kantin berubah saat Steven masuk. Bobi mengangkat tangan dan menyuruh mereka bergabung.
Di sana juga sudah ada Aldo, Rafael dan Clara. Clara di sana tentu saja atas paksaan Aldo, ia masih takut Clara akan di bulli lagi.
Sonya yang duduk di sudut kantin sudah mengepalkan tangannya. Sangat iri pada Clara yang dikelilingi anak-anak populer di sekolah. Terlebih Steven yang menjadi incarannya.
Lea juga menatap tidak suka dari mejanya. Tentu saja masih banyak tatapan iri lain, bukan hanya karena fans Steven, tapi juga dari tim basket lain yang bertambah setiap hari.
"Aku mau ke kelas saja kak," kata Clara.
Dia tidak nyaman saat semua orang disana. Belum lagi saat matanya menangkap tatapan tajam Steven padanya. Sungguh ia sangat terganggu dan gelisah sendiri.
"Akan aku antar," jawab Aldo seraya ikut bangkit.
"Duduk lagi!" perintah Steven dingin, menatap Clara tajam dan menusuk. "Aku baru datang," tambahnya.
"Steven, hentikan!" Rendah dan mengancam.
Aldo tidak ingin menimbulkan keributan, tapi dia tidak terima saat Clara diintimidasi seperti itu.
Brak!!
Botol kecap di atas meja terlempar ke lantai oleh tangan Steven, namun kedua matanya masih menatap Clara tajam.
"Duduk!" dingin dan dengan nada perintah yang tidak ingin dibantah.
Clara merasakan bulu kuduknya merinding dan kepalanya langsung menunduk. Tangannya bergetar saat ia kembali duduk di kursinya tadi. Aldo yang merasakan aura berbeda dari Steven ikut duduk. Ada tekann kuat yang membuatnya memilih untuk tidak memperpanjang masalah.
Sam terkekeh pelan, memecah susana tegang tadi. Membuat beberapa perhatian mengarah padanya. Sementara itu, Sam menatap Steven dengan mata yang jenaka. Menunjukkan rasa senang karena dimatanya Steven tidak berubah.
"Aku sempat mengira ada yang sudah jadi anak kucing, ternyata masih serigala buas. Tapi ..." Sam menjeda. Matanya beralih pada Clara yang masih menunduk karena Steven masih menatapnya. Sam memberikan pandangan menilai sebelum melanjutkan perkataannya. "Siapa gadis manis ini?" lanjutnya.
Steven memutus tatapannya. Mengambil pentol bakso Bobi yang paling besar dan memasukkannya dengan paksa pada mulut Sam. Tidak di sangka hal itu membuat Sam terbatuk-batuk dan memuntahkan baksonya. Ia meraih sembarangan air entah milik siapa dan meminumnya. Sam tidak suka pedas dan baksonya sangat pedas.
"Ah huh hah hah! Stev!" kesalnya sambil menahan pedas.
Semua anak tertawa tertahan. Termasuk Clara yang langsung terdiam ketika Steven kembali menatapnya tajam. Terlepas dari itu, suasana kantin kembali seperti biasa.
Fajar berjalan ke penjual di kantin, memesan untuknya dan Steven. Sam sendiri memesan makanannya juga. Suasana kantin kembali seperti biasa, mereka makan dan mengobrol lagi. Kecuali Steven, Aldo dan Clara yang sedari tadi hanya diam. Sam juga hanya menyimak karena pembicaraan mereka hanya soal basket dan mata pelajaran. Hal yang tidak disukainya.
.
Sepulang sekolah, Sam mengikuti Clara. Ia berjalan di belakangnya. Aldo tidak bisa mengantarnya kembali ke asrama karena ia terburu-buru di panggil pelatihnya. Tentu saja itu urusan sepak bola.
Clara yang bingung akhirnya berbalik dan menatap Sam dengan tanda tanya besar di wajahnya.
"Kenapa mengikutiku sih?" tanya Clara judes.
"Siapa? Aku tidak melakukannya," elak Sam. Mereka sudah hampir sampai di depan asrama.
"Jelas kamu mengikutiku!"
"Ck, hanya penasaran... " Clara mengernyit, penasaran atas apa yang di maksud anak di depannya ini. "Kenapa Steven terlihat sangat tertarik padamu?" lanjut Sam.
Clara mengerjap bingung, tertarik dalam artian apa yang dimaksudkan Sam. Dia bisa melihat dengan jelas bahwa Steven membencinya. Karena itu ia membuatnya berada dalam posisi sulit seperti ini. Belum lagi tatapan tajam yang ia dapatkan beberapa hari ini. Membuat ia yakin hanya ada kebencian dari Steven padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lian Lianta
waw......sangat menarik.....
semangat thor
2025-01-26
0
fa_zhra
cerita nya menarik,baru sempet komen saking asik nya baca
2023-09-06
0