Arabella yang tubuhnya langsing mungil menggeleng. “Gue gak iri.”
Nadya yang bertubuh agak besar malah ketawa kecil. “Gak iri. Tapi lo jealous. Iya kan?!”
“Apaan sih lo?” Arabella serius. ”Kalo lo tau Nad. Lo bakal kasian sama Saras. Gue baru dengar tadi dikasih tau teman yang kerja di perusahaan Aidan. Aidan ini galak dan kasar minta ampun kalo marah! Dia gak segan mecat dan mukulin orang kalau lagi emosi…!”
Nadya kaget mendengar ucapan Arabella. Tapi Nadya tak percaya. “Asal aja lo ngomong. Paling teman lo tuh hatersnya Aidan. Jadi apa-apa yang dilakukan Aidan semua salah di matanya. Haters kan gitu.”
“Oke. Mungkin teman gue haters Aidan. Makanya dia gak suka Aidan.” Arabella menatap Nadya. “Tapi gue mau tanya sama lo. Kan tadi ada perempuan berantakan tiba-tiba masuk dan teriak-teriak ngaku ibunya Aidan. Menurut lo perempuan itu siapa?!”
Nadya mengedikkan bahu. “Mana gue tau! Mungkin aja perempuan gila nyasar kemari.”
“Nah, itu salah satu yang bikin gue ilfil sama suami Saras ini. Teman gue yang kerja di perusahaan Aidan bilang Ibunya Aidan stress karena suami dan anaknya melakukan bisnis secara kasar dan jahat. Ibunya Aidan tuh gak suka! Makanya gue sempat menduga kalo perempuan tadi….”
Nadya meyergah. “Maksud lo? Perempuan tadi ibunya Aidan?”
“Gak tau juga gue. Gue gak berani bilang gitu tanpa ada bukti.” Arabella mencoba bersikap netral. “Lagian gue juga gak sepenuhnya percaya omongan teman gue itu. Ya, seperti yang lo bilang. Mungkin aja dia saking kesalnya sama Aidan dan Bapaknya sampe dia jelek-jelekin Aidan dan keluarganya.”
“Gak jelas ngomong ama lo!” Nadya sewot juga karena obrolan itu berakhir tanpa kesimpulan.
*
"Alhamdulillah. Akhirnya kalian sudah sah jadi suami istri.” Pak Argajaya mendekati Aidan dan Saras. Ia memeluk Saras lalu Aidan. Ada Pak yusuf dan Bu Retno juga di dekat kedua pengantin.
“Terima kasih, Om.” Saras membalas pelukan mertuanya.
“Sekarang jangan panggil Om lagi. Kamu panggil Papa seperti Aidan panggil Papa. Kan Om sudah resmi jadi Papa kamu juga.” Pak Argajaya berkata ramah.
“Iya, Om. Eh, Papa….”
“Sekarang kamu punya dua Papa.” Pak Yusuf gembira menatap Saras. “Papa kandungmu dan Papa mertuamu.”
Aidan mengangguk. “Benar Saras. Dan sekarang aku punya Mama baru.” Aidan menatap Bu Retno lalu memeluk perempuan itu. “Mama Saras sekarang sudah resmi jadi Mamaku…”
Bu Retno senang dan membalas pelukan Aidan. “Alhamdulillah. Mama senang sekarang punya mantu. Cuma Mama titip pesan. Jaga Saras baik-baik ya. Sekarang Saras sudah jadi tanggung jawab kamu.”
“Pasti, Ma. Pasti saya akan jaga dan sayangi Saras sepenuh jiwa.” Aidan menjawab sopan. Ia lalu menggenggam tangan Saras. Saras balas menggenggam tangan Aidan yang kokoh.
“Kita malah keasikan ngobrol. Saya pikir pengantin baru ini butuh istirahat sebelum resepsi nanti malam.” Pak Argajaya tersenyum kecil.
“Betul itu. Silakan. Pasti kalian ingin istirahat.” Pak Yusuf paham maksud pak Argajaya.
Aidan tersenyum. Sementara Saras tersipu. Karena Saras paham kemana arah omongan itu.
“Oke. Kami istirahat dulu. Ayo sayang.” Aidan membimbing Saras.
Keduanya lantas berjalan ke kamar yang sudah disediakan oleh panitya. Pihak hotel memang memberikan beberapa kamar kepada pengantin dan keluarganya untuk ditempati selama 2 hari. Yakni sehari sebelum dan sesudah acara pernikahan.
“Saya juga pamit. Ada urusan sedikit.” Pak Argajaya pamitan dengan sopan ke Pak Yusuf dan Bu Retno. “Silakan Pak Yusuf dan ibu istirahat di kamar yang sudah disediakan.”
“Iya, Pak. Kami juga mau istirahat sebelum acara resepsi.”
“Silakan, Pak. Nanti sehabis maghrib baru kita ganti kostum untuk acara resepsi nanti malam.” Pak Argajaya berkata ramah. Senyumnya selalu terkembang. “Oke ya. Saya masih ada urusan sama anak buah.” Lantas Pak Argajaya pergi buru-buru.
Pak Yusuf bersama Bu Retno berjalan menuju kamarnya di hotel. Bu Retno tersenyum kepada suaminya. “Alhamdulillah. Akhirnya pernikahan Saras dan Aidan berjalan dengan baik. Mama lega, Pa.”
Pak Yusuf diam saja. Wajahnya keruh. Ia menghela nafas.
“Aidan dan Papanya sopan dan baik banget. Bersyukur kita dapat menantu dan besan yang ramah seperti mereka.” Bu Retno memuji.
“HUHH!” Pak Yusuf tiba-tiba mendengus.
Bu Retno heran menatap suaminya. “Kenapa, Pa?”
Pak Yusuf menjawab dengan nada kesal. “Gak kenapa-napa. Toh Aidan sudah resmi jadi suami Saras!”
“Aneh.” Bu Retno tau jika suaminya berkata dengan nada demikian, berarti suaminya tak suka dengan hal yang tengah dibahas. “Kok Papa sekarang kayak gak suka Saras nikah sama Aidan? Kan Papa yang dari awal ngotot Saras mesti menikah sama Aidan?!”
“Entahlah, Ma.” Pak Yusuf berkata pelan. “Sepertinya banyak hal misterius yang menyelimuti keluarga Aidan ini. Ternyata, meski Papa dulu akrab dengan pak Argajaya. Sebenarnya Papa gak banyak tau tentang Pak Argajaya yang sesungguhnya.”
Alis mata Bu Retno naik sebelah. “Papa ngomong apa sih?”
Pak Yusuf diam saja.
Bu Retno menarik tangan suaminya. “Papa enggak usah berahasia sama Mama. Pasti Papa tau sesuatu hal tentang pak Argajaya yang Papa gak enak mau ceritain ke Mama!”
Pak Yusuf menatap istrinya. Seolah ingin memastikan apakah istrinya harus diceritakan saat itu juga tentang hal yang mengganjal di pikirannya.
“Mama curiga. Papa tau tentang perempuan yang tiba-tiba masuk dan ganggu acara ijab kabul tadi. Iya kan?!” tebak Bu Retno. “Siapa perempuan itu Pa? Mama enggak kenal dia. Tapi Papa sebagai orang yang pernah akrab dengan Pak Argajaya pasti tau siapa perempuan itu?!”
“Itu yang bikin Papa kaget.” Jujur Pak Yusuf. “ Papa gak nyangka Pak Argajaya bilang ke penghulu. Perempuan itu hanya saudara jauhnya yang terganggu ingatannya.”
“Memangnya perempuan itu siapa?” Bu Retno makin penasaran. “Mama mau nebak tapi takut salah.”
“Perempuan itu….. Mamanya Aidan…!”
“Astagfirullah.” Bu Retno kaget. “Tuh kan. Bener dugaan Mama. Tapi Mama gak yakin itu beneran Mamanya
Aidan. Soalnya Pak Argajaya kan pernah cerita ke kita. Papa ingat kan waktu kita lagi kumpul di kolam renang dihalaman belakang rumahnya? Pak Argajaya bilang mamanya Aidan sudah meninggal 3 tahun yang lalu.”
“Papa ingat itu.” Pak yusuf mendengus. “Itu sebabnya Papa kaget luar biasa melihat Mama Aidan ternyata masih hidup…!”
Bu Retno tak sadar mengucek-ucek ujung hidungnya. “Kalau benar perempuan itu masih hidup, Kok tega benar Pak Argajaya bilang mamanya Aidan sudah meninggal 3 tahun yang lalu!”
*
Sebuah ruangan suite room hotel itu sudah dihias indah layaknya kamar pengantin. Rangkaian bunga dan tebaran bunga yang didominasi warna pink dan hijau memenuhi kamar. Ranjang yang besar berseprai putih lembut juga dihiasi kelopak-kelopak mawar berwarna pink.
Saras dibimbing Aidan masuk ke dalam ruangan berukuran besar itu. Sentuhan Aidan kuat namun gentle. Sentuhan yang membuat darah Saras berdesir kencang.
Berdebar-debar jantung Saras kala Aidan menatapnya. Wajah tampan dengan rahang kokoh itu tersenyum. Saras tersipu.
Aidan mendekatkan wajahnya ke wajah Saras. Lalu gadis itu merasakan kelembutan dan kesegaran kala bagian bawah hidung Aidan berpagut dengan keranuman b*birnya.
BERSAMBUNG…….
Readers tercinta. Jangan lupa mampir ke buku Fresh Nazar lainnya di Noveltoon. TERPAKSA MENIKAHI BIG BOSS dan MENIKAHI TUAN MUDA TAMPAN. Happy reading. Semoga terhibur dan suka membaca buku-buku karangan saya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Balqis Shopp
klau aku jadi rama... setelah kejadian itu biar saras di buang sama adian dan mau balikan ke Rama lagi ..gue ogah... biar nangis darah juga saras nya gak sudi balikan termasuk cewe matre ihh benci 🤬
2021-10-14
0
🌻Ruby Kejora
like mendarat...
2021-03-01
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
asisten dadakan hadir lagi kak
bawa like bawa semangat❤💪
mampir juga yuk kak😉
2021-01-15
0