“Saras..” Bu Retno berbisik ke anaknya dan memberi isyarat ke Saras agar segera menjawab.
Tapi Saras kelihatan bingung. Ia tak bisa langsung menjawab.
Wajah Rama muncul di benaknya. Rama yang tampan, hitam manis, baik dan perhatian. Dia memang hanya karyawan kantoran biasa. Tapi Rama tulus dan selalu ada tiap kali Saras membutuhkannya. Rama sudah menabung selama 2 tahun untuk bisa membeli cincin dan mengumpulkan uang Rp 100 juta buat melamar Saras. Pasti Rama sangat kecewa jika Saras melupakan lamarannya begitu saja.
“Aku ulangi. Apa kamu bersedia menerima lamaranku?” Aidan mengulang ucapannya.
Cincin itu masih berkilauan di tangan Aidan. Saras melirik sekilas. Mata berlian di cincin itu besar. Pasti harganya mahal sekali. Ah, Aidan mungkin tinggal tunjuk cincin mana yang ingin dia beli. Mungkin dia langsung membayar tanpa bertanya berapa harganya.
Saras mengalihkan pandang, menatap Mama dan Papanya. Sorot mata Mamanya penuh harap. Sementara wajah Papanya kelihatan cemas. Ya Tuhan, Sarah paling tak kuat jika melihat tatapan cemas Papanya. Ia tau sakit jantung Papanya mudah kambuh jika ada masalah berat yang dipikirkan.
Apakah Papanya berpikir bagaimana cara mengembalikan uang pembayar hutang yang 500 juta dan biaya rumah sakit yang mahal? Saras tau. Itu bakal menjadi beban Papanya jika lamaran ini ditolak. Mungkin saja Aidan dan Papanya minta uang mereka dikembalikan jika Saras tak mau dinikahi?
Papanya menatap Saras. Matanya seolah bicara, “Kamu bisa menyelamatkan nyawa Papa kalau kamu jawab iya. Tapi kamu bisa membuat Papa mati jika kamu menolak lamaran ini.”
Saras menggigit bibir. Ia tak mau Papanya mati. Membayangkan hal itu saja sudah membuatnya ngeri.
“Bagaimana Saras? Apa kamu menerima lamaran Aidan?” Pak Argajaya ikut bertanya. Wajahnya yang gemuk ramah juga penuh harap.
Saras tau semua orang disini mengharapkan kata itu meluncur dari bibirnya. Mereka tidak ingin Saras mengucapkan kata yang lain. Mereka hanya ingin Saras menjawab ‘ya’.
“Aku ulangi untuk yang ketiga kalinya.” Aidan menatap Saras. “Sarwasti Danisa, apa kamu bersedia menjadi istriku?”
Wajah tampan itu menatap lurus ke mata Saras. Matanya tajam, rahang wajah yang kuat, hidung mancung, rambut yang sedikit ikal ditambah tubuh yang tegap membuat Aidan terlihat sangat tampan dan mempesona.
“Iya. Aku mau menjadi istrimu…” Tiba-tiba kalimat itu meluncur dari bibir Saras.
Desah lega langsung terdengar dari mulut orang-orang di sekitar Saras.
Aidan menatap Saras. “Terima kasih. Aku sangat serius melamarmu. Aku akan mengatur pernikahan secepatnya.”
Saras hanya mengangguk. Sesungguhnya Saras masih rada blank. Ia tau bahwa menerima lamaran Aidan lebih ke sekedar tanda bahwa ia sangat sayang kepada Papanya.
*
Suasana semakin cair. Gelak tawa terdengar lebih lepas di antara orang tua Aidan dan orang tua Saras.
“Sebenarnya Om yang menyuruh Aidan nikah buru-buru. Karena Om sudah gak sabar pengen nimang cucu.” Kata Pak Argajaya ke Saras. “Almarhumah ibunya Aidan kan sudah meninggal 3 tahun lalu. Sejak itu Om selalu berdoa agar Aidan menikah secepatnya dan memberikan cucu.”
“Papa mau cucu berapa dari Saras?” Aidan menimpali. “Dua? Tiga?”
“Yang banyak sekalian. Mau kamu ngasih cucu sebelas orang juga Papa suka.”
Semua orang kembali tertawa keras.
“Memangnya mau bikin kesebelasan pemain bola, Om” Saras tersipu. Ia mulai menikmati keramahan keluarga ini.
“Ya gak apa. Biar rumah ini rame. Om senang kalau rumah ini penuh canda tawa anak-anak.”
Ah, Saras menatap rumah yang besar ini. Tak dipungkiri ia menyukai bangunan yang megah dengan perabotan mewah di dalamnya. Rumah besar ini juga memiliki banyak kamar tidur tapi sebagian besar tak pernah dipakai.
Tadi Saras sempat melirik garasi di samping rumah dan terpesona melihat 7 mobil mewah terparkir disitu. Saras jadi teringat Rama. Lelaki itu hanya bisa membawa mobil kalau ada teman kantornya yang meminjamkan mobil. Sementara Aidan tinggal pilih mobil mana yang dia suka untuk dipakai.
Astaga Saras! Jangan kamu bandingkan demikian! Gadis itu memarahi dirinya sendiri. Kenapa dia jadi setuju bahwa Aidan Argajaya memang jauh segalanya di atas Rama Wicaksono?
*
“Sebentar ya Mas, Mbak,”
Seorang perempuan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) menatap Aidan dan Saras. “Berkasnya sedang kami periksa kelengkapannya. Jadi silakan, Mas dan Mbaknya nunggu disitu.” Ia menunjuk sebuah bangku tunggu.
Saras dan Aidan duduk menunggu disitu.
Tiba-tiba Handphone Aidan berdering. Saras menoleh. Ia melihat Aidan menerima dan mengangkat telpon yang masuk.
“Ya, Risa. Kenapa? Saya sedang ngurus berkas-berkas pernikahan saya di KUA. Kenapa? Ada masalah apa di kantor?” Aidan mendengarkan sebentar.
“HAAH! GAK PUNYA OTAK KAMU!” Tiba-tiba Aidan memaki.
DEEGG! Saras kaget karena suara makian Aidan kuat dan jelas.
“KAMU GAK MIKIR APA?!”
Meski makian itu ditujukan ke penelpon, tapi Saras tetap kaget. Ia tak menyangka Aidan yang bahasanya selalu sopan dan ramah ternyata bisa segalak itu.
Aidan tau ia diamati Saras. Lelaki itu lantas bicara lebih pelan di telpon.
“Nanti saya ngomong di depan. Gak enak, saya masih di ruang tunggu KUA.”
Lalu Aidan pamit ke Saras. “Sorry. Di kantor lagi ada masalah sedikit. Aku mau keluar sebentar jawab telpon.”
“Oke.” Saras mengangguk. Ia menatap Aidan yang keluar buru-buru dan sepertinya sedang kesal dengan sesuatu yang dibahas di telpon.
Hhh… Saras menghela nafas. Ia paham di kantor mana saja pasti ada masalah soal kerjaan. Mungkin urusan di kantor Aidan rada ribet sehingga membuat lelaki ramah dan santun ini emosi.
Saras sendiri sudah berhenti dari pekerjaannya sebagai sekretaris karena dipaksa ayah Aidan agar berhenti. Alasannya kalau sudah menikah tentu Saras akan lebih mudah hamil kalau banyak istirahat di rumah. Tujuannya agar Saras segera hamil dan punya anak. Karena itulah hal yang sangat ditunggu Pak Argajaya.
Saras bertanya ke orang tuanya. Apakah ia harus melepaskan pekerjaannya sebagai sekretaris? Pak Yusuf dan Bu Retno setuju dengan keinginan pak Argajaya.
“Ya sudah. Kamu berhenti aja kerja. Malah enak kamu gak perlu repot kerja cari uang lagi.” Pak Yusuf berkata santai.
“Gak masalah kok Saras. Meski kamu jadi ibu rumah tangga kamu gak bakal kekurangan uang. Mertua dan suamimu kaya raya. Kamu bakal tinggal di rumah mewah, diurusi pembantu seabrek. Kamu juga gak bakal capek
karena semua urusan rumah sudah ada pembantunya.” Timpal Bu Retno.
Tak perlu berpikir lama, Saras memilih berhenti bekerja di kantornya. Kini ia menyiapkan diri menjadi ibu rumah tangga.
Lama menunggu di ruang tunggu kantor KUA Saras menatap sekitarnya. Ruang tunggu kantor ini sangat sederhana. Perabotan dan bangkunya tergolong kuno. Tapi mata Saras tertumbuk ke majalah dan buku tentang pernikahan yang ditaruh di atas meja.
Tentu buku dan majalah ini disediakan untuk dibaca oleh orang-orang yang sedang menunggu di sini.
Saras iseng mengambil sebuah majalah yang dari sampulnya terkesan majalah agama. Ia membolak-balik halaman majalah itu.
Tiba-tiba mata Saras tertumbuk ke sebuah halaman di majalah itu. Ia membaca judul sebuah artikel.
‘12 CIRI-CIRI SUAMI DURHAKA TERHADAP ISTRI’
Sepertinya artikel ini menarik. Bisa menambah pengetahuannya tentang kehidupan suami istri yang ia jalani nanti. Saras pun tergoda untuk membaca.
Ah, kehidupan memang kadang bukan kebetulan semata. Kelak Saras terkaget-kaget bahwa ia akan mengalami sendiri beberapa hal yang dibacanya di artikel. Hal yang kemudian membuat hidupnya berubah drastis. Dari yang semula bahagia tiada tara jadi penuh derita, bersimbah air mata. Tapi sungguh, hal itu sama sekali tak diketahui Saras saat ini.
Mata Saras mencerna kalimat-kalimat artikel itu satu persatu.
Inilah 12 sikap durhaka suami yang tidak pantas dilakukan kepada istrinya.
1. Menelantarkan atau tidak memberikan nafkah pada istri .
Seorang suami berdosa bila ia tidak memberikan nafkah istri yang menjadi tanggung jawabnya. Ia berkewajiban agar istrinya tercukupi kebutuhannya.
BERSAMBUNG…….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
玫瑰
materialistic..huh
2022-05-20
0
🌻Ruby Kejora
up terus
2021-02-09
0
Shin Gao
mimpi buk retno ank kamu bkl hidup enk,blm tau kamu aiden dan papany org yg bgaimana
2021-01-25
0