Tinju Rama cukup telak menghantam wajah Aidan.
Lelaki itu kesakitan. Ia meringis memegangi wajahnya yang kena hantam.
“Setan kamu!” Rama masih geram. Ia meninju wajah Aidan lagi.
Tapi.. SRTTT! Aidan berkelit. Lantas dengan gesit ia menangkap tangan Rama dan menelikungnya.
DUUGG! Sebuah tinju dilancarkan Aidan ke wajah Rama! Pukulan ini telak menghajar wajah Rama. Ia mengaduh kesakitan. “Uuughh!”
Aidan tersenyum. Wajahnya seolah bilang, ‘Satu sama’. Aku juga sudah meninju wajahmu!
Rama melepaskan tangannya yang ditelikung Aidan. Kakinya memasang kuda-kuda bela diri. Posisinya siap berkelahi.
Aidan juga melakukan hal yang sama. Posisi kakinya dengan kuda-kuda yang kokoh menandakan ia jago bela diri.
“STOP…!!” Saras memalangkan tangannya lebar-lebar di depan keduanya. “Berhenti kalian berkelahi! Ini di rumah sakit!
Rama meradang. “Aku harus memberi setan ini pelajaran!”
“Hei! Kau yang setan! Aku gak ngapa-ngapain kamu main pukul?!”
Saras menatap Rama. “Kenapa juga kamu mukul dia duluan?! Emang dia salah apa ke kamu?!”
“Salahnya apa? Banyak sekali salah dia ke aku! Bapakku meninggal karena ulah dia dan Papanya.”
“Oh ya?” Saras kaget.
“Ya. Mereka menyita semua tanah Bapakku sampai Bapak stres karena kami harus tinggal di sebuah rumah kecil.”
“Kau jangan fitnah.” Aidan berkata santai. “Aku dan Papaku gak seperti yang kau bilang. Kami berbisnis dengan cara yang santun dan hormat. Bapakmu aja yang tidak menunaikan janji membayar hutangnya!”
“Benar. Bapakku gak bisa bayar hutang! Tapi kalian kelewatan menyita 20 hektar tanah dan kebun Bapakku. Itu yang membuat kami jatuh miskin..”
“Oh, sudahlah. Orang yang gak mau membayar hutang selalu punya cara untuk gak mau bayar hutang. Aku kesini gak ada urusan denganmu. Aku mau menengok Papanya Saras.”
“Saras pacarku. Kau gak usah menengok calon mertuaku!” Rama menatap jengkel ke Aidan.
Lelaki itu tertawa. “Baru calon mertua kamu sudah berani melarang aku?!”
“Bukan sekedar calon mertua! Aku sudah melamar Saras. Dan dia mau jadi istriku.”
“Oh, benarkah?” Aidan kaget juga. “Apa benar yang dia katakan Saras?” Aidan menatap gadis itu.
Saras mengangguk. “Iya. Dia melamarku. Dan aku menerimanya.”
“Nah, benar kan?” Rama merasa senang. Ia menatap sayang kepada Saras.
“Menyedihkan. Gadis secantik Saras mau dengan lelaki sepertimu.” Aidan tertawa kecil. “Saras berhak mendapatkan calon suami yang lebih baik!”
“Setan kau!” Rama sewot. Ia hendak meninju Aidan lagi.
“Sudah, Rama. Tahan.” Saras memegang tangan Rama. “Aidan kesini dengan niat baik. Dia mau menyelamatkan Papaku dari masalah berat yang membelit keluargaku.”
*
“Lebih baik mereka masuk satu persatu.” Retno Dimyati, Ibunya Saras berkata ke putrinya. Ia menatap kedua lelaki
yang datang bersama Saras. “Papamu masih kurang sehat untuk menerima tamu beberapa orang sekaligus.”
“Iya, Ma.” Saras lantas berbisik ke ibunya. “Lagian mereka berdua gak cocok. Tadi mereka ribut.”
Bu Retno menatap kedua lelaki yang tadi datang bersama Saras. Aidan ada di sebelah kanan ruangan. Rama ada di sebelah kiri. Keduanya saling acuh. Pura-pura tak melihat keberadaan yang lain.
“Mereka ribut? Bertengkar maksudmu?” Bu Retno bertanya ke Saras.
“Iya. Sampai adu jotos.” Saras memelankan suaranya.
“Kok bisa mereka sampai sengit begitu?” Bu Retno heran.
“Saras juga gak jelas kenapa mereka berantem. Sepertinya cuma salah paham, Ma.”
“Lelaki memang kadang seperti perempuan. Suka meributkan hal yang gak jelas.” Bu Retno tersenyum. Ia lantas menatap Saras. “Lebih baik Aidan masuk lebih dulu ditemani Mama. Soalnya dia membawa kabar baik untuk Papamu.”
Saras paham apa yang dimaksud Mamanya. Ia mengangguk setuju.
“Ayo, Aidan. Masuk.” Bu Retno tersenyum kepada Aidan.
Iya, Tante.” Aidan menyahut ramah. Lantas masuk ruangan bersama Bu retno.
Saras menatap Aidan yang sudah masuk ruangan bersama ibunya. Lantas ia menatap Rama. “Aidan ramah dan baik. Kok bisa kamu membenci orang baik seperti dia?”
Rama mendengus jengkel. “Kamu jangan tertipu luarnya. Aidan dan Papanya sifatnya sama. Kalau pertama bertemu mereka pasti kita menduga mereka ramah dan baik.”
Saras mendengarkan suara Rama. Ia juga memperhatikan ekspresi Rama saat bicara tentang Aidan. Saras seperti melihat sesuatu yang lain. Mungkinkah Rama cemburu karena ia bicara akrab dengan Aidan yang gagah dan tampan?
Ya. Pasti ini alasan kenapa Rama menjelek-jelekkan Aidan. Rama sudah melamar Saras dan yakin Saras segera menjadi istrinya. Ternyata ia melihat Saras ngobrol dengan Aidan yang ganteng, bertubuh besar dan gagah, juga kaya raya. Wajar kalau Rama cemburu.
“Kamu gak perlu cemburu dengan Aidan.” Saras memberi pengertian kepada Rama. “Aku sudah menerima lamaranmu. Jadi aku gak akan berpaling ke lelaki lain.”
“Terima kasih kamu sudah menerima lamaranku. Tapi aku bukan cemburu ke Aidan.” Tegas Rama. ”Aku Cuma bilang apa adanya. Aidan dan papanya sangat jahat. Sikap ramah dan baik mereka hanya kedok buat menutupi sifat asli mereka yang serakah dan kejam.’
“Jangan begitu sayang. Aku yakin Aidan memang ramah dan baik dari sononya.”
“Oke. Aku kasih tau ya.” Suara Rama menaik. “Ini cerita nyata di keluargaku. Waktu itu Bapakku punya usaha. Kebun dan sawah Bapakku masih luas. Tapi Bapak butuh modal buat usaha baru, jual beli kayu. Terus Bapakku pinjam uang ke Papanya Aidan. Sebelumnya mereka sudah kenal baik. Jadi kami kira Papanya Aidan memberi pinjaman karena memang mau menolong Papaku.”
“Terus?” Saras menyimak cerita Rama.
“Nah, tau-tau kelanjutannya banyak yang aneh dan gak masuk di akal. Kayu yang sudah dibeli Papaku tiba-tiba raib dicuri orang. Semua kayu itu hilang dicuri waktu Bapak dan Ibuku sedang menghadiri pesta di perusahaan Papanya Aidan. Gosipnya sih, pencuri itu orang suruhan Papa Aidan.”
“Kamu menjelek-jelekkan mereka terus.” Saras jengah juga karena nada suara Rama tetap minor menceritakan kejelekan keluarga Aidan. “Bisa saja pencurinya entah siapa. Dan dia memang gak ada hubungan sama sekali dengan papanya Aidan.”
“Iya sih.” Rama sedikit malu. “ Aku juga sebenarnya gak tau siapa pencurinya karena aku masih kuliah. Aku sibuk di kampus dan gak tau gimana kejadiannya. Tapi setelah pencurian kayu itu terjadi, Bapakku dililit hutang banyak.”
Suara Rama berubah sedih. “Kayu yang dibeli Bapak waktu itu banyak sekali. Baru sebagian yang dibayar dari uang pinjaman ke Papanya Aidan. Pemilik kayu ngamuk minta dilunasi. Bapak terpaksa mau pinjam uang lagi ke Papanya Aidan.”
“Dapat pinjamannya?”
Rama menggeleng cepat. “Enggak sama sekali. Mereka gak mau ngasih pinjaman. Malah mereka jadi galak. Tau-tau Aidan dan Papanya jadi sering ke rumah kami. Mereka bilang utang Bapakku sudah berlipat ganda dari yangmereka pinjami! Harus dibayar cepat kalau gak mau bunganya tambah banyak! Bapakku jadi stres kayak orang gila. Eh, Aidan dan Papanya malah menyita rumah dan kebun kami yang luas. Itu sebabnya rumah yang kutempati bersama ibu sekarang kecil dan sederhana.”
“Wah!” Saras kaget juga. “Kalau emang benar kejadiannya begitu? Kenapa kamu gak cerita dari dulu ke aku soal ini?”
“Buat apa aku cerita? Kalau aku bilang bapakku stres sebelum meninggal mungkin kamu gak mau menerima lamaran dari anak orang gila!”
Saras terdiam. Benar juga apa yang dikatakan Rama.
Pintu ruangan terbuka. Aidan keluar dari kamar bersama Bu Retno. Wajah Aidan dan Bu Retno tampak senang.
“Terima kasih banyak Aidan. Salam ya dari Tante buat Papamu.”
“Iya, Tante. Nanti Aidan sampaikan. Oh ya, Saras.” Aidan mendekati Saras sambil senyum lebar. “Kamu harus mengikuti omongan Papamu. Kamu gak perlu ragu karena aku benar-benar serius.”
“Kamu ngomong apa sih?” Ujung mata Saras terangkat.
“Nanti aja kamu dengar sendiri dari Papa dan Mama kamu. Karena mereka juga setuju. Oke, Saya pamit dulu Tante Retno, Saras….” Adam berkata ramah. Ia tak menyebut nama Rama. Menoleh ke Rama pun tidak.
Saras tau Rama melengos pura-pura tak melihat Aidan pamit. “Terima kasih kamu sudah membesuk Papa.” Saras melepas Aidan yang pamit dengan sopan.
Beberapa jenak kemudian Bu Retno, Saras dan Rama sudah masuk ke ruangan tempat ayah Saras dirawat. Yusuf Rahardi Winata, ayah Saras tampak senang.
“Papa kelihatan segar.” Saras menatap ayahnya yang banyak tersenyum.
“Tentu saja Papa kelihatan segar.” Pak Yusuf tersenyum lebar. “Aidan tadi bilang hutang Papa yang 500 juta ke Mr. Karl akan dia lunasi. Lalu semua biaya rumah sakit Papa akan ditanggungnya kalau kamu mau menikah dengannya!”
BERSAMBUNG…….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Rian Cappuchino
Kak mampir yuk kenovelku.Judulnya "Ray Stardust."
Kutunggu kedatanganmu.
Terima kasih.
2021-02-04
1
Nyai iia
aku mampir lagi neh bawa like..
terus semanga untuk berkarya..
jangan lupa mampir ya
peluk manja dari "i will die in love"
2021-01-12
0
📷MG櫛ɳσʅιϝҽ秘
aku mampir semangat
2021-01-12
1