Berkhayal tentang sejuta mimpi menemani penantian selama ini. Terkikis sudah secara tragis hanya menyisakan kenangan indah. Berharap sang pujaan hati datang menemani bersama mewujudkan semua mimpi. Mendekap, memeluk erat, sampai terlelap hingga sang mentari menjemput dengan sinarnya tidak pernah terealisasikan lagi.
Mata sembab dan suara serak membingkai wajah semua orang terlebih pada Nazia. Ia begitu kacau, terpukul, atas kejadian yang baru dihadapinya. Masih mendekap tubuh dingin Abel. Nazia menyisakan Isak kecil dan lelehan air mata yang hampir mengering. Tidak terdengar lagi raungan seperti tadi, tubuhnya terlalu lelah dan lemah di atas tubuh kaku Abel.
Pak Bram tidak tega melihat kondisi istri dan calon menantunya itu. Dirinya memilih menyimpan rasa kehilangan itu di dalam hatinya. Pak Bram harus terlihat kuat demi dua wanita di hadapannya itu.
"Nak, ikhlaskan Abel. Ini sudah garis hidupmu dan dia. Kita pulang mempersiapkan segalanya." Pak Bram menepuk pundak calon menantunya itu untuk menyalurkan kekuatan.
Nazia tak menanggapi, dirinya diam tanpa ekspresi. Kabar meninggalnya Abel sudah tersebar. Vino terkejut mendengar kabar terakhir Abel, dirinya menyesal kenapa tak memilih tinggal di rumah sakit saja tadi.
Atasan Abel datang bersama Vino ke rumah sakit, dirinya meminta pada pak Bram jika proses pemakaman Abel dilaksanakan secara kemiliteran untuk penghormatan terakhir mengingat Abel adalah seorang tentara.
Hal itu pun disambut baik oleh pak Bram dan keluarga. Waktu sudah menunjukkan jam 5 pagi. Proses pemulangan jenazah Abel telah selesai, mobil keluarga dan kerabat iring-iringan di belakang mobil ambulans menuju kediaman pak Bram.
Nazia diam tanpa bicara duduk di dalam ambulans ditemani Zevin dan pak Bram. Sementara yang lainnya ikut Vian dan Vino. Di rumah para asisten rumah tangga menyambut kedatangan jenazah dengan tangisan mereka. Terlebih pak Toto sopir yang menjemput Abel di bandara. Jenazah Abel diletakkan di ruang keluarga.
Rayya menarik tubuh lemah Nazia kedalam pelukannya. "Kita hadapi ini sama - sama, istirahatlah !" Ucapnya mengelus pundak gadis itu.
Nazia tak merespon. Tatapannya tak lepas dari tubuh kaku di hadapannya. Tidak ada air mata lagi di pipinya hanya tatapan kosong dan hampa. Zevin datang membawa teh manis untuk Nazia di ikuti para asisten rumah tangga yang menyuguhkan teh untuk majikan mereka.
"Zi, minumlah" Zevin mengarahkan gelas ke bibirnya. Wanita itu hanya diam tidak menolak dan juga tidak menerima. Rayya mengambil alih gelas dari tangan Zevin.
"Zi, hangatkan perutmu dulu. Nanti kamu sakit" Bujuk Rayya.
Nazia menggeleng lemah dan menolak gelas yang dipegang Rayya. Tanpa aba-aba Zevin mengendong tubuh lemah menuju kamar Abel.
"Ay, ayo ikut ! Bantu Zi bersih-bersih"
Rayya mengangguk lalu mengekor Zevin. Nazia tak memberontak karena terlalu lelah. Zevin meletakkannya di atas kasur dengan perlahan dan akan kembali ke bawah bergabung dengan yang lain. Tapi tangan Nazia menghentikannya.
"Zev, Abel jahat. Dia datang untuk pamit, dia meninggalkanku. Siang malam aku berdoa untuknya tapi ini yang aku dapat." Nazia kembali menangis.
Zevin menangkup wajah Nazia dengan telapak tangannya mengusap pelan pipi gadis itu menggunakan ibu jarinya. "Kuatkan dirimu, lihat Abel tidur dalam pelukanmu tadi malam. Kamu harus tegar untuk dia."
Rayya datang membantu Nazia bersiap. Zevin sudah mempersiapkan segalanya, ia meminta Vian untuk membelikan baju ganti untuk mereka karena tak mungkin pulang ke rumah.
...----------------...
Waktu sudah menunjukkan jam sembilan pagi semua orang telah bersiap. Termasuk Nazia sudah berganti baju, tapi kondisinya masih tetap sama seperti tadi. Hal itu pun terjadi pula pada ibu Serly.
Banyak orang berdatangan mengucap belasungkawa secara langsung. Dan memberikan dukungan pada keluarga itu serta Nazia, namun dirinya hanya diam membisu.
Selesai proses persiapan, jenazah dibawa ke lokasi pemakaman. Sesuai rencana awal, Abel dimakamkan secara kemiliteran dan dipimpin langsung oleh pimpinannya.
Tiap menit proses pemakaman begitu dihayati seluruh keluarga dan kerabat lainnya. Titik demi titik air mata mereka kembali membasahi pipi. Terkecuali Nazia, dirinya diam menatap lurus ke depan.
Setelah selesai, semua orang sudah pulang satu- persatu meninggalkan area pemakaman. Nazia masih betah duduk di sisi gundukan tanah yang masih basah itu. Tangannya gemetar mengusap nama Abel di sana.
" Istirahatlah !" Ucapnya menarik nafas perlahan. "Terimakasih telah menemaniku dalam dua tahun ini." Ia terdiam sejenak lalu berkata. "Kamu tahu enam bulan ini terpisah darimu banyak mengajariku beberapa hal." Sambungnya sambil menyeka air mata di pipinya. "Salah satunya terbiasa tanpa kamu di sisiku, tapi aku belum siap tanpamu di hidupku. Apa lagi ditinggal dengan cara seperti ini." Tubuhnya terguncang menangis lagi. Tangannya merapikan hamparan bunga-bunga segar dan menatanya dengan rapi. "Aku sudah banyak menyusun rencana untuk kita saat kepulanganmu, tapi rencana Tuhan lebih indah." Nazia menepuk dadanya yang sesak lalu berkata. "Belum sehari kita bertemu baru beberapa jam yang lalu aku memelukmu, menyentuh mu. Dan bicara banyak hal. Sekarang kamu pergi lagi dan takkan pernah kembali. Aku pasti sangat merindukanmu lalu aku akan kemana mencarimu?" Semakin panjang lebar Nazia bicara maka emosinya juga naik turun. Kadang menangis dan kadang tertawa palsu.
"ZI !"
Zevin berlari dari bawah pohon di ikuti Rayya dan Vian. Mereka segera menghampiri Nazia yang tergeletak di atas makam Abel.
"Zi, kamu kenapa?" Rayya kembali menangis melihat sahabat tidak sadarkan diri.
"Tenang sayang ada, Zev." Ucap Vian menenangkan Rayya.
"Kita pulang ke rumah tante Mira."
Zevin menggendong Nazia. Vian mengangguk dan mengambil alih kemudi, Rayya membuka pintu mobil untuk Zevin. Mereka meninggalkan area pemakaman.
...----------------...
Mobil Zevin berhenti sampai di depan rumah Nazia. Ibu Mira kaget melihat putrinya digendong.
"Langung ke kamarnya !" Titah Vino dari arah dapur.
Zevin meletakkan Nazia perlahan lalu melakukan pemeriksaan setelah Rayya datang membawa tas kerjanya.
"Bagaimana, Nak?" Tanya ibu Mira cemas.
"Tekanan darahnya rendah, dehidrasi dan juga lelah"
"Apa perlu kita ke rumah sakit, Zev?" Tanya Vino.
"Tidak perlu, Vin. Di mobilku masih ada persiapan. Tante lebih baik baju, Zi. Diganti lebih dulu, aku akan ambil cairan infusnya." Zevin meninggalkan kamar.
Ibu Mira mengganti baju Nazia yang telah kotor, tak lama Zevin juga masuk kembali ke kamar. Ia memasang infus dan menyuntikkan beberapa obat yang diperlukan di selang infus.
"Zev, apa tidak masalah merawat, Zi. Di rumah ? Nanti bisa disebut melanggar kode etik." Rayya menghampiri Zevin yang masih melakukan pengobatan.
"Aku yang bertanggung jawab. Percaya padaku."Sejak kepergian Abel pria ini nampak serius tidak ada candaan seperti biasanya.
Satu jam berlalu Nazia perlahan membuka matanya. Sambil mengamati sekelilingnya. Ia merasa sangat pusing dan lelah yang luar biasa.
"Kamu sudah bangun?"
"Aku kenapa, Zev?" Nazia bangun dan berusaha duduk.
"Kamu pingsan, tekanan darahmu rendah dan juga dehidrasi." Jelas Zevin lalu menarik nafas pelan sebelum melanjutkan kalimatnya "Zi. aku tahu kamu berduka saat ini, kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupmu. Tapi alangkah baiknya kamu bisa mengontrol dirimu dan memperhatikan orang-orang di sekelilingmu." Kata Zevin lembut.
"Maksudmu?"
"Tante Mira tekanannya menjadi naik setelah melihatmu pingsan tadi. Semua orang sayang pada Abel. Aku pun juga begitu, kita semua kehilangan. Tapi meratapi kepergiannya juga tidak bagus" Sambung Zevin.
Nazia merasa kesal atas ucapan Zevin. "Kamu tidak pernah merasakan mencintai seseorang, Zev ! Maka mudah untukmu mengatakan itu semua" Ucapnya datar dengan tatapan kesal.
Zevin beralih duduk di tepi kasur.
"Aku sangat tahu rasanya !" Ia menatap tajam mata Nazia.
Mereka terdiam sejenak. Membiarkan suasana kembali normal.
"Bagaimana keadaan mama?"
"Sudah membaik, kamu harus kuat demi ibumu dan juga demi Tante Serly. Aku yakin kamu bisa mempelajari sesuatu dibalik kejadian ini" Nasehat Zevin.
Nazia berusaha mencerna perkataan Zevin. Tak lama Rayya datang membawa nampan makanan. Lalu duduk di tepi kasur.
"Zi, kamu makan terlebih dulu dan kamu juga, Zev. Kita semua perlu istirahat."
Pria itu mengangguk lalu keluar dari kamar dan bergabung bersama Vian, Vino dan ibu Mira. Kondisi ibu Mira lumayan membaik setelah dapat pengobatan dari Zevin.
Di kamar, Nazia menatap kosong ke depan belum berniat menyentuh makanannya sama sekali. Rayya meraih sendok dan berniat menyuapi.
"Ay, kenapa takdir begitu kejam padaku ? Semua sudah hancur. Abel pulang tapi bukan pulang padaku." Nazia menjatuhkan tubuhnya di pangkuan Rayya.
"Kuatkan dirimu, semua sudah diatur oleh Tuhan. Mungkin, jalan menuju kebahagiaanmu harus melewati ujian terlebih dulu. Begitu juga denganku, entah ujian seperti apa yang ku akan hadapi nanti" Rayya mengusap lembut punggung Nazia yang bergetar karena menangis.
"Aku memang terbiasa tanpa melihatnya. Karena, aku percaya jika aku bisa melihatnya untuk seumur hidupku setelah kami menikah nanti. Tapi dengan kejamnya, dia memberikan kejutan dahsyat seperti ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Kak ririn punya dendam apasih hah sama Abel? HAH? DENDAM KESUMBAT APA? GAK GINI CARANYA!!!! 😡😡😭😭
2021-01-07
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Enngak aku gak nangis kok enggak heheheh🤣🤣🤣🤣 (huweeee😭😭😭😭ndhsnsjwjsndbshdnjwjwjsj😭😭😭)
2021-01-07
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Nah itu yang bikin sedih masalahnya si Abel minta dipeluk pas pengen tidur biar tenang, eh malah tenang selamanya beneran kan ngeselin kan authornya😭😭😭
2021-01-07
0