Di dalam ruangan itu hanya Abel dan Nazia tersisa. Setelah orang tuanya keluar bersama Zevin. Ibu Mira dan yang lainnya berdiri dari tempat duduknya melihat Zevin, ibu Serly dan Pak Bram keluar dari ruangan ICU. Karena rasa cemas tadi akhirnya mereka melanggar peraturan di ruangan ICU.
"Bagaimana, Ser. Keadaan Abel?" Tanya Ibu Mira.
"Stabil." Bukan ibu Serly menjawab tapi Zevin.
"Syukurlah."
"Tante sekarang sudah jam 11 malam, bagaimana jika tante istirahat di rumah saja?" Ucap Rayya pada Ibu Mira.
"Tidak, Ay ! Tante disini saja sampai Abel benar-benar keluar dari ruangan ICU." Balas ibu Mira.
"Tante Serly dan Om Bram juga harus istirahat. Akan aku siapkan ruangannya." Zevin meninggalkan tempat itu.
"Ay, Vian. Kalian jika mau pulang silahkan tidak apa-apa." Ucap Pak Bram.
"Tidak Om kami akan disini."
Mereka duduk sambil menunggu kabar dari Zevin perihal ruangan istirahat. Dan Vino memutuskan pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian ponsel Rayya berdering.
"Hallo, Zev."
"Ay, bawa mereka keruangan sebelah ruangan direktur."
"Baiklah, tapi bagaimana bisa kamu mendapatkan ruangan itu. Bukannya itu khusus untuk keluarga Direktur saja?" Tanya Rayya penasaran.
"Jangan banyak bertanya wanita jahat ! Cepat bawa kemari."
Rayya memasang wajah kesalnya lalu mengajak yang lainnya ikut dengannya. Di sana Zevin sudah menunggu di depan pintu.
"Om, Tante. Kalian bisa istirahat disini dan sebentar lagi ada OB yang mengantar makanan."
"Terimakasih, Nak." Ucap Pak Bram.
Di ruangan itu tersedia beberapa kasur dan perabotan lainnya. Rayya semakin bingung kenapa Zevin bisa menggunakan ruangan itu.
"Zev, kemarilah !"
Zevin mendekat. "Ada apa?"
"Bagaimana kamu bisa menggunakan ruangan ini?" Selidik Rayya dengan rasa ingin tahu yang amat tinggi.
"Aku menjual nama Om Bram pada direktur di telpon tadi." Jawab Zevin tertawa.
"Dia percaya?"
"Seperti yang kamu lihat, sekarang kalian istirahatlah. Aku akan menemani, Zi." Zevin meninggalkan Rayya.
Pria itu melenggang pergi sebelum masuk kembali ke ruang ICU . Dia berniat membelikan makanan untuk Nazia. Dia sangat tahu jika temannya itu belum makan malam.
Nazia tak henti-hentinya menatap wajah Abel dengan seulas senyum di bibirnya, begitu juga Abel. Rindu yang ditampungnya selama enam bulan ini sudah terluapkan. "Aku bahagia bisa melihatmu lagi, aku merindukanmu." Nazia membelai rambut Abel yang pendek. Laki-laki itu hanya membalas dengan senyuman. Nazia membiarkan Abel istirahat agar cepat pulih.
"Zi, keluarlah dulu." Panggil Zevin . Dokter cantik itu mengangguk lalu menitipkan Abel pada perawat jaga. Sementara Zevin terlebih dulu duduk di kursi tunggu. "Zi, makanlah. Aku yakin kamu belum makan malam." Sambungnya membuka kotak makanan.
"Jam makan malam sudah lewat, Zev. Sekarang sudah jam dua belas malam."
"Tidak masalah asal perutmu di isi. Kamu juga perlu istirahat." Pria itu menyendok suapan pertama dan menyuapi Nazia seperti biasa.
"Bagaimana Abel bisa dibawa kesini?" Tanya Nazia sambil mengambil alih sendok makan.
"Entahlah, tadi aku belum pulang tiba-tiba. Ay, menelpon ku sambil menangis mengatakan jika Abel kecelakaan dan di dalam perjalanan ke rumah sakit. Jadi aku memilih bertahan dan menyiapkan dokter serta yang lainnya."
"Terimakasih sudah melakukan yang terbaik untuk Abel." Ucap Nazia tulus.
Keduanya kembali diam larut dalam pemikirannya masing-masing.
"Zi, jika nanti kamu menikah sama Abel, apa kamu menjauhiku?"
"Tidak, aku akan tetap seperti ini kita akan selalu berteman." Nazia tersenyum hangat menatap lekat manik mata Zevin.
Pria itu tersenyum. "Istirahatlah. Biar aku yang menjaga Abel."
"Tidak, Zev. Aku saja, dimana semua orang ?" Nazia baru menyadari jika hanya mereka berdua di sana.
"Mereka istirahat di samping ruangan direktur, tadi aku minta ijin untuk menggunakannya dengan mengatasnamakan Om Bram." Zevin terkekeh.
Pintu ruangan terbuka. Nampak perawat jaga menghampiri Nazia dan Zevin.
"Dokter, Zi. Pasien mencari anda." Ucap Perawat itu.
"Baiklah saya akan masuk."
Zevin membereskan tempat makan Nazia lalu berkata. "Masuklah temui Abel, aku akan menemui yang lainnya."
Gadis itu segera memakai baju khusus lagi lalu masuk mendatangi Abel. "Kamu mencari ku?" Tanyanya lembut.
Abel mengangguk. Kondisinya lebih baik dari pada sebelumnya. Selang oksigennya juga sudah dilepas karena dirinya merasa risih. "Sudah makan?" Ia bertanya dengan suara amat pelan.
"Sudah." Iris mata Nazia berkaca-kaca karena bisa mendengar suara kekasihnya lagi.
Abel kembali mengatur nafas. "Apa kamu hidup dengan baik? Kamu terlihat kurus."
Nazia tak dapat menahan air matanya hingga luruh begitu saja. Meski kristal bening itu pecah. Namun, ada lengkungan senyum di bibirnya. "Aku hidup dengan baik, tapi tidak baik pada hatiku. Karena separuh jiwaku ikut bersamamu bertugas." Jawabnya sambil di selip candaan.
Abel tersenyum tipis. "Aku datang dan mengembalikan jiwamu yang aku bawa. Jadi, hiduplah dengan baik. Apa cecunguk itu tidak menjagamu dengan baik?" Membalas candaan Nazia.
"Zev, maksudmu? Dia sudah menjagaku dengan baik." Nazia tersenyum.
Abel diam sejenak lalu berkata. "Baguslah ! Dia menepati janjinya." Mengatur ritme nafasnya dengan benar. "Zi, berikan aku ciuman pertamamu sebelum pria menyedihkan itu mengambilnya." Lanjut Abel terkekeh pelan.
Benar saja selama dua tahun enam bulan hubungan mereka. Abel sangat menjaga miliknya, yang ia yakini akan didapatnya setelah resmi dalam ikatan pernikahan.
"Kamu cemburu pada, Zev?" Nazia ikut terkekeh.
"Hm, dia selalu mengancam ku akan mengambil ciuman pertama mu."
"Baiklah hanya sebentar, aku tidak mau kamu kehabisan nafas karena berciuman. Itu terdengar sangat konyol." Canda Nazia.
"Tenang ada oksigen disini."
Nazia mengecup singkat bibir Abel. "Cukup ya kita bisa mengulangnya jika kamu sudah sembuh. Sekarang, istirahatlah nanti kamu lelah." Ujarnya mengusap lembut bibir Abel.
"Apa itu dinamakan berciuman ?!" Abel memasang wajah kesalnya.
"Sayang, istirahatlah jangan banyak bicara dulu nanti kamu lelah."
"Tidak mau ! Aku ingin berbincang denganmu." Abel cemberut dan manja. Nazia tersenyum menikmati kebersamaan mereka begitu juga Abel.
"Zi, kemarilah !"
"Kamu perlu sesuatu?" Nazia mendekat dan menunduk.
"Cium aku !"
"Ha ? Sayang, jangan bercanda. kamu baru saja melewati masa kritis mu." Nazia mencoba memberikan pengertian.
"Cium aku !" Abel tetap pada keinginannya.
"Baiklah !" Nazia mengalah. Dia menyesap bibir Abel dan tanpa diduganya pria itu membalasnya. Ciuman mereka hanya hitungan detik. Nazia tak ingin ambil resiko atas keinginan kekasihnya.
Abel tersenyum. "Terimakasih." Ucapnya mengatur nafas kembali. "Sayang hiduplah dengan baik, jangan abaikan kesehatanmu. Separuh hati dan jiwamu telah ku kembalikan pada mu..." Abel bicara panjang lebar. Mereka berdua terlibat perbincangan ringan dan hangat saling melemparkan candaan.
"Sayang, sekarang kamu istirahat ya" Bujuk Nazia kembali.
Abel mengangguk mengalah karena Nazia berulang kali membujuknya. "Peluk aku ! Aku ingin tidur di pelukanmu."
Nazia tersenyum lalu perlahan memeluk Abel dan tetap memberikan ruang agar kekasihnya juga tidak merasa sakit. Mereka kembali dalam keheningan hanya suara monitor yang menonjol di sana. Abel perlahan menutup mata, tapi sebelumnya Nazia memasang kembali selang oksigennya.
...----------------...
"Dokter, Zi. Detak jantung pasien melemah !" Ucap perawat panik.
"APA ?!" Nazia melepaskan pelukannya dan melihat ke arah monitor. Ia segera menekan tombol darurat.
Kebetulan Zevin dan Vian juga akan masuk ke dalam ruangan Abel untuk menggantikan Nazia.
"Apa yang terjadi?" Tanya Zevin setelah memakai baju protektif.
"Dokter, Zev ! Detak jantung pasien melemah."
Zevin berlari lalu mengecek kondisi Abel. Sementara itu, Vian kembali keluar dan memanggil semua anggota keluarga.
"Abel bertahanlah." Nazia terisak.
pria itu membuka matanya perlahan lalu tersenyum. Tangannya masih menggenggam tangan calon istrinya itu.
"Abel bertahanlah ! Jika tidak, aku akan mengambil ciuman pertama, Zi." Zevin melakukan rangkaian pemeriksaan sambil berusaha menjaga kesadaran Abel.
"Aku sudah mendapatkannya."
Semakin lama kesadaran Abel juga ikut menurun. Bahkan dokter yang ikut menangani Abel pertama kali di panggil semua. Dan melakukan tindakan sesuai bidangnya.
Zevin sudah melakukan segala cara untuk menormalkan kembali detak jantung Abel bersama dokter spesialis jantung, tapi usahanya sia-sia, pria itu menutup matanya perlahan seiring detak jantungnya berhenti.
"Abel aku mohon bertahanlah." Isak Nazia tetap ingin berada di sana walau beberapa kali perawat memintanya keluar.
Zevin mengunakan pemicu jantung berharap jantung Abel kembali berdetak, tapi sayangnya jantung itu telah berhenti. Wajah Abel perlahan memucat, matanya tertutup rapat. Wajahnya terlihat begitu damai.
Nazia semakin sesak saat tubuh tegap itu tergoncang karena alat pacu jantung. "Jangan tinggalkan aku Abel. Berjuanglah untukku." Gumamnya pelan.
Merasa belum puas membantu temannya itu, Zevin memompa kembali mencoba usaha terakhir. "Ayo, Bel ! Kembalilah aku mohon" Nafas Zevin tersengal dengan rongga dada yang kian menyesak.
"Nak, cukup ! Semua sudah terhenti" Ucap Pak Bram baru masuk. Zevin mengangkat tangan nya dan berdiri sejajar dengan Nazia.
Tubuh gadis itu lemas tak bertenaga. "Tidak mungkin ! Dia baru saja bicara padaku. Zev ! Lakukan sekali lagi detak jantungnya pasti kembali. Abel bisa bernafas lagi." Racau nya dengan tangis yang menyayat hati. Kedua tangannya menggenggam erat pergelangan Zevin.
Ibu Serly tersungkur di lantai setelah mendengarkan penuturan Nazia. Itu tandanya putra nya telah tiada.
"A—abel, bangun baru saja kamu memintaku memelukmu. Ayo bangun sayang..." Tangis Nazia pecah. Dirinya langsung mendekap erat tubuh Abel yang masih terasa hangat. Nazia pun tak ingin kehilangan kehangatan itu. "A—apa bangun mu tadi hanya ingin menyenangkan ku saja ? Abel berjuanglah untukku... sekali lagi, Bu—buka matamu sayang... Aku disini..." Mohon nya bicara bercampur tangisnya.
Zevin memerintahkan perawat mencatat jam kematian Abel. Pak Bram juga tak kalah terpukulnya, ruangan Abel dipenuhi tangis kehilangan semua orang. Nazia meraung disisi Abel. Dia tak perduli pada Zevin yang menenangkannya. Beberapa kali dirinya memukul dadanya sendiri karena sesak. Para dokter dan perawat yang menyaksikan itu hanya mampu menatap Iba pada Nazia.
Dia juga sudah tak peduli jika suaranya membuat kebisingan, kehilangan Abel sangat memukulnya. Pria yang dinantikannya selama ini datang hanya untuk pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
ira rodi
😭😭😭😭mana abel anak satu2nya lagi....kasian pak bram sdh tua berharap abel pulang dari tugas melanjutkan perusahaan keluarganya eh malah meninggal.....
2024-03-26
0
Andi Fitri
emang karya2 author 👍👍👍
2023-10-06
0
Andi Fitri
sabar zi abel sdh menyerah kan kmu sepenuhnya untuk zevin..
2023-10-06
0