Bumi semakin menggelap ditelan malam, hingar-bingar kendaraan di jalanan kota semakin ramai. Begitu juga perasaan dan pikiran Nazia yang duduk membisu di sisi kemudi, sama kusutnya dengan segerombolan kendaraan yang terhenti karena macet.
Banyak pertanyaan di otak cantik Nazia, tapi dirinya enggan bertanya pada Vino. Melihat gelagat pria itu saat ini seperti baru saja menghadapi hal menegangkan. Nazia bergelut dengan pikirannya sendiri hingga tak menyadari kemana arah mobil Vino membawanya.
Larut dalam lamunannya Nazia tidak merasa jika mobil sudah berhenti. Vino menghembus nafas berat sebelum melepaskan sabuk pengaman. Tatapannya beralih pada Nazia yang menatap kosong kebdepannya.
"Zi." Panggil Vino. Tidak respon entah kemana fokus wanita itu saat ini, dada Vino sesak bola matanya terasa panas dan berkaca-kaca. "Zi." Sekali lagi Vino memanggil dan menggerakkan tangan Nazia.
"Kita sudah sampai?" Nazia terkejut merasa ada yang menyentuhnya.
Vino mengangguk dan tersenyum, tapi tak mengikis raut kesedihan di wajahnya. Nazia semakin bingung kenapa mereka datang ke rumah sakit tempatnya bekerja itu?
"Rumah sakit." Kata Nazia masih tak mengerti.
"Iya, ayo turun !" Ada getaran di pita suara Vino.
Nazia melepaskan sabuknya lalu turun perlahan dari mobil. Vino kembali menggenggam tangan nya bahkan lebih erat.
Merasa bingung Nazia bertanya
"Ada apa, kak ? Siapa yang sakit?"
"Nanti kamu juga tahu." Vino menjawab sambil melangkah.
Perasaan Nazia menjadi gelisah, ada apa sebenarnya? Ia melangkah dalam keadaan bingung dan penuh tanya. Semakin masuk lorong rumah sakit perasaannya semakin gundah.
Langkah Nazia terhenti di depan ruang ICU. Matanya tertuju pada sosok wanita yang tengah duduk di kursi tunggu sambil terisak kecil. Tubuh Nazia membeku di tempatnya berdiri "Mama..." Suaranya mengalihkan perhatian beberapa orang di sana.
"Sayang." Lirih ibu Mira lalu berdiri menghampiri putrinya. Terlihat dari wajah Nazia. Lelah, bingung dan cemas bercampur menjadi satu.
"A—ada apa ini?" Tanya Nazia terbata. Ia tersadar tak hanya ibu Mira di sana tapi juga ada Rayya dan Vian.
"Zi." Rayya melangkah dan memeluk sahabatnya itu dengan erat. Nazia hanya diam tanpa membalas pelukan.
"Jelaskan, ada apa?" Perasaan Nazia semakin tak karuan. "Ke—kenapa kalian menangis?" Tubuhnya gemetar tanpa sebab dan berdebar.
Tangis Rayya semakin pecah. Melihat kondisi kekasihnya kurang baik akhirnya Vian mendekat dan meraih Rayya kedalam pelukannya. Lalu berkata. "Zi. Abel hari ini pulang, bukan ?" Vian berusaha mengatur kalimatnya dengan benar.
"Iya, tapi kami belum bertemu." Jawab Nazia dengan nada rendah.
Vian mengatur nafasnya kembali agar sedikit longgar. "Abel mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan ingin menemui mu."
Tubuh Nazia terhuyung. Dengan sigap Vino merangkul tubuhnya. "Ja—jangan bercanda Vian !" Suara Nazia sedikit membentak walau terbata.
"Ini benar, Zi. Kondisinya kritis" Sambung Vino pelan.
Nazia semakin gemetar dan takut. Tangannya meraih gagang pintu lalu dengan cepat memakai baju protektif dan melangkah masuk kedalam ruangan. "A—abel" Tubuh Nazia lemas melangkah perlahan menuju ranjang di tempati kekasihnya. Air matanya tak terbendung lagi saat melihat tubuh tegap sang tunangan dipenuhi alat-alat medis penunjang kehidupannya. Peralatan monitoring yang terpasang untuk memantau denyut nadi, jantung dan pernafasan lalu selang infus untuk memasukkan bahan nutrisi serta selang untuk mengeluarkan urine dan cairan lambung atau cairan dari bagian tubuh lain menambah suasana menjadi semakin tak biasa. "Ya Tuhan, apa yang terjadi ?" Nazia bicara sambil terisak.
"Kendalikan dirimu, sayang." Balas Ibu Serly. Orang tua Abel sejak tadi masih di sana bersama Zevin dan perawat.
Nazia beralih pada Zevin dan kedua orang tua Abel. "Ma, Pa. Kenapa bisa seperti ini? Jam berapa Abel tiba, kenapa tidak memberitahuku?" Cerca sambil berusaha menyeka air mata yang terus melaju.
"Abel sendiri yang melarang, Nak. Dia ingin memberi kejutan untukmu, dia tiba jam delapan pagi tadi." Jawab Pak Bram
"Sayang bangun, aku merindukanmu, buka matamu. Abel !" Nazia mencium kening kekasihnya dengan tangan membelai lembut helaian rambutnya. "Ini pasti sakit" Tangis Nazia semakin terdengar saat melihat lebam di tubuh Abel.
Bibirnya mendekat lalu mencium kulit yang membiru itu dan meniupnya perlahan. Nazia semakin larut dalam sedihnya, tubuhnya bergetar seiring dengan suara tangisnya yang menyayat hati.
Ibu Serly mendekat lalu meraih Nazia dalam pelukannya. Menyaksikan dua wanita yang tengah menangis itu Zevin dan Pak Bram ikut menitikkan air matanya.
Nazia melangkah lalu menjatuhkan tubuhnya di lantai bersimpuh di kaki Zevin dan menyatukan kedua telapak tangannya. "Zev, aku mohon." Ucapnya menunduk. "Tolong Abel, bantu dia dengan segala cara. Kamu pasti banyak teman yang hebat, aku mohon." Sambung Nazia sambil berderai air mata.
Zevin tak kuasa melihat kesedihan dimata Nazia lalu menarik tubuh lemah itu agar kembali berdiri sejajar dengannya. "Zi, kami sudah melakukan tindakan dan semuanya dilakukan oleh para dokter terbaik di sini. Hasilnya sama seperti tadi, kondisi Abel kritis. Kecelakaan di alaminya sangat hebat hanya dia yang mampu bertahan hingga detik ini." Ungkap Zevin.
Tangis Nazia pecah. "A—aku harus apa, Zev ? A—aku tidak mau kehilangannya, berapa persen peluangnya?" Suaranya terputus-putus
"Berdoa itu yang bisa kamu lakukan, peluangnya hanya 20 persen." Ucap Zevin membawa tubuh Nazia ke pelukannya.
Tangis pilu Nazia mengalahkan suara monitor di sisi ranjang. Siapa yang mendengarnya akan ikut menangis tak terkecuali Zevin seberapa kuat dia menahan air matanya agar tidak keluar, tapi tetap saja tangannya bergerak mengusap sudut matanya yang basah.
"Dokter, Zev ! Pasien membuka matanya." Ucap perawat yang sejak tadi memantau perkembangan Abel.
Nazia melepaskan pelukan Zevin lalu segera menghampiri Abel. "Sayang... aku disini terimakasih sudah membuka mata untukku." Ia mencium kembali kening Abel.
Zevin mengambil alih posisi perawat yang berdiri di tepi ranjang. "Zi, biar aku periksa lebih dulu."
Nazia mengangguk sambil tak hentinya mengucap syukur, begitu juga orang tua Abel bergantian mencium dan memeluk putranya.
Zevin melakukan rangkaian pemeriksaan pada Abel. Pria itu sudah bisa membuka matanya walau tak lebar, dirinya juga bisa melihat air mata kesedihan di wajah wanita yang telah dirindukannya itu.
"Syukurlah kondisi Abel mulai stabil, semoga saja cepat kembali ke tengah kita." Ucap Zevin senang.
Nazia tersenyum tipis, tapi air matanya masih keluar. Ibu Serly dan Pak Bram memilih keluar untuk memberikan ruang pada Abel dan Nazia, begitu juga dengan Zevin. Namun sebelum dirinya melangkah keluar, ia terlebih dulu menyapa sahabatnya itu.
"Abel, cepat bangun kalau tidak kami berdua akan jadi sepasang orang gila yang menggemaskan ! Dia gila karena dirimu dan aku gila karena calon istrimu." Zevin berucap sambil tersenyum tipis.
Meski pun belum bisa bicara, tapi Nazia bahagia ketika wajah pria yang dicintainya itu telah membuka matanya. Dan Abel hanya mengedipkan matanya mendengar penuturan Zevin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Caramelatte
eyo author hebat! aku mampir🤗 semangat upnya! 💪
2021-01-28
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Ah aku udah baca bab ini sebelumnya, jadi ijin anjlok ya kak 🙏🤧
2021-01-06
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
semangat
2020-12-31
0