Tiga Bulan Kemudian...
Untuk orang normal tidak dalam penantian waktu berputar begitu cepat, tapi tidak untuk Nazia. Waktu yang dilaluinya enam bulan terakhir ini sangat lambat dan berat. Jika ia mampu mungkin dengan sekuat tenaganya memutar waktu .
Cukup puas melihat tampilannya di kaca, Nazia keluar dari kamarnya. "Selamat pagi, Ma." Menyapa sambil tersenyum ceria.
"Pagi sayang, ayo sarapan dulu." Balas ibu Mira sambil mengisi makanan ke dalam piring.
"Ma, hari ini aku pulang terlambat. Aku akan menemui Abel terlebih dulu, dia akan pulang hari ini." Ucap Nazia.
"Iya, Nak. Hati-hati jangan terlalu lelah. Abel pasti datang."
Menghabiskan waktu sepuluh menit sarapan sambil berbincang ringan, di meja makan sering dilakukan ibu dan anaknya ini.
Nazia menyudahi makannya.
"Ma, aku berangkat." Berpamitan mencium punggung tangan ibunya.
Ibu Mira mengangguk lalu mengantarkan putri semata wayangnya ke depan pintu.
...----------------...
Di rumah sakit sudah ada Zevin dan Rayya. Nazia meletakkan tasnya di atas meja dan meraih kertas tipis yang mirip undangan tersebut.
"Itu untukmu dan Abel"
"Dua minggu lagi?" Tersenyum sambil membaca "Kamu menyalipku." Canda Nazia.
"Iya datanglah bersama Abel." Rayya tersenyum.
"Tentu !" Menyimpan undangan kedalam tas. "Aku pulang cepat hari ini." Ucap Nazia tersenyum merekah.
"Abel pulang?" Zevin menoleh sebentar lalu kembali membaca kertas di depannya
Pria itu sedang membaca data pasiennya di meja, tapi kupingnya menyimak percakapan dua wanita tengah membahas pernikahan Rayya yang dipercepat.
"Iya Abel pulang hari ini." Jawab Nazia dengan raut wajah murung.
"Jangan khawatir dia pasti menemui mu". Ucap Rayya.
"Tapi, akhir-akhir ini aku merasa khawatir tanpa alasan"
Zevin meletakkan dokumen yang dipegangnya lalu beralih duduk disisi Nazia. "Ada apa?" Tanyanya dengan raut wajah serius.
"Perasaanku gelisah beberapa hari ini." Jawab Nazia sedih.
"Itu bisa terjadi jika tubuh lelah atau kurang sehat, jangan banyak pikiran" Zevin meraih tas kerjanya lalu mengeluarkan sfigmomanometer .
"Zevin benar semua baik-baik saja, bagaimana jika kita liburan setelah Abel pulang?" Ujar Rayya
"Ide bagus." Nazia kembali tersenyum.
"Tapi tidak bagus untukku ! Zi, tensi mu normal saja" Ucap Zevin.
"Kenapa kamu tidak setuju dengan ide ku?" Tanya Rayya heran.
"Apa kalian tidak kasian dengan jiwa kesepianku ? Menatap sedih pada kemesraan kalian nanti ! Lalu... nyamuk di sana dengan manjanya mengecup tubuhku memberikan tanda kepemilikan mereka padaku yang hanya berdiam diri dipojokkan !" Ucap Zevin kesal.
Rayya dan Nazia kompak tertawa.
"Maafkan ke kekhilafanku." masih menyisakan tawa.
Zevin mencebik kesal. "Bahkan kalian masih bisa tertawa di atas penderitaanku !"
Nazia mengusap pundak Zevin. "Jangan marah nanti kadar ketampananmu berkurang."
Zevin tersenyum lalu menarik tangan Nazia. "Ayo sayangku, kita mulai bekerja, tinggalkan wanita jahat itu !" Nada bicaranya kembali lembut.
Rayya masih tertawa melihat tingkah Zevin yang menggemaskan.
...----------------...
Alby uring-uringan, sudah berulang kali membalik lembaran dokumen di atas meja kerjanya, tapi tak satu pun yang dibacanya. Alby baru pulang dari perjalanan bisnisnya beberapa hari lalu.
"Jim, bagaimana kabar Nazia?" Tanya Alby menyandarkan tubuhnya di kursi.
"Kabar nona Nazia baik, kenapa tuan tidak bertanya langsung pada orangnya?" Balas Jimmy.
"Sudah sering, Jim. Tapi pesanku hanya dibaca tanpa dibalas olehnya" Jawab Alby sedih.
Ternyata hidup anda menyedihkan tuan, dulu para wanita mengantri hanya ingin makan atau kencan bersama anda dan sekarang semua terbalik anda yang mengejar wanita. Ah, aku padamu Nona Nazia
Jimmy menarik nafasnya lalu menghembuskan secara perlahan sebelum bicara. "Tuan muda, jangan terlalu mengharapkan sesuatu yang tidak pasti dan akhirnya akan menyakiti diri anda"
Alby mendesah. "Kenapa kamu mengatakan itu, Jim ? Aku tidak bisa berhenti. Ide mu menjadikan dia sebagai temanku sangat buruk."
"Apa nya yang buruk, Tuan?" Tanya Jimmy heran.
"Bersikap seperti temannya membuat keinginanku untuk memilikinya sangat besar, aku jadi merindukannya. Kamu ingat saat kita mengecek kembali tanganku, dia hampir saja membuatku menginap di rumah sakit saking tak ingin jauh darinya, aku menjadi kesal saat dokter jelek itu datang menghampiri Nazia." Jelas Alby panjang lebar.
Jimmy menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tuan hari ini tunangan nona tiba di kota."
"Benarkah? Kesempatanku habis, Jim. Enam bulan terpotong tiga bulan masa pencarianku, setelah bertemu dengannya. Kini dia akan menikah. Hatiku sakit, Jim. Lebih baik tanganku luka berkali-kali. Tapi bisa di jahit dari pada hatiku yang tersakiti karena lukanya tak berdarah membuatku sesak sampai tak bisa menitikkan air mata."
Pria itu mengeluarkan uneg-unegnya walau kalimatnya banyak mengandung majas hiperbola. Jimmy hanya mampu menyembunyikan tawanya bukan karena tidak simpati pada tuannya, tapi karena ada hal lain yang membuatnya tidak bersedih.
...----------------...
Waktu menunjukkan pukul 04.00 sore. Nazia berkemas untuk pulang lebih cepat. Setelah berpamitan dirinya langsung pergi ketempat janji temunya dengan Abel.
Nazia memarkirkan mobilnya dibawah pohon dekat danau Biru. Kakinya perlahan melangkah menuju dermaga panjang yang hampir membelah luasnya danau.
Sambil mendengarkan musik di earphone nya, Nazia memainkan air dengan jari telunjuknya. Menulis beberapa huruf di atas air lalu tersenyum, dilakukannya berulang-ulang hingga putaran daftar lagu di galerinya sudah terputar semua, namun Abel belum juga menampakkan dirinya.
Tubuh Nazia lemas hal semacam ini telah dilaluinya tiga bulan lalu. Haruskah, rasa kecewa dan cemas itu dirasakannya lagi ? Lelah itu pasti, menunggu didalam dinginnya malam.
Nazia melepaskan earphone yang terpasang di kupingnya lalu mematikan musik itu, hari sudah gelap namun ia belum mau mengalah dengan keadaan. Jam di tangannya sudah menunjukkan jam setengah tujuh malam. Nazia tersenyum getir, selama itu dia menunggu di sana dari jam empat sore sampai saat ini.
Nazia menarik nafas berat. "Sekali lagi aku menunggumu Abel dan aku berharap kamu benar-benar datang" Berucap dengan nada suara terendah sebelum meninggalkan dermaga.
Dia memutuskan untuk menunggu di kafe yang tak jauh dari sana. Sudah puluhan kali menelpon ponsel Abel tetap tidak tersambung, begitu juga dengan nomor orang tuanya walau tersambung tapi tidak ada yang menjawabnya.
Nazia menyesap cappucino hangatnya untuk mengusir rasa dingin di tubuhnya. Tiba-tiba ponselnya berdering di atas meja dilihatnya tertera nama Vino di sana.
"Halo Kak" Jawab nya.
"Kamu dimana, Zi?"
"Di cafe dekat danau." Nazia memutar jari telunjuknya di permukaan gelas.
"Tunggu di sana ! Kakak akan menjemputmu."
"Aku bawa mobil sendiri, Kak." Nazia menatap kepulan asap dari dalam gelasnya lalu melemparkan tatapan ke arah luar
"Titip saja di sana, jangan kemana-mana !" Vino memutuskan telpon.
Nazia kembali menyeruput cappucinonya sambil melihat orang yang masuk kedalam cafe, dia juga mengawasi dermaga siapa tahu Abel sudah di sana.
...----------------...
Empat puluh menit kemudian, Vino datang dengan langkah besar dan terkesan buru-buru. Tanpa aba-aba lagi ia meraih tangan Nazia.
"Zi, ikut kakak ini penting ! jangan banyak bertanya." Titah Vino
"Tapi aku menunggu Abel, Kak." Nazia enggan mengikuti.
"Lupakan Abel, ada yang lebih penting saat ini." Ucap Vino sembari menarik tangan Nazia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Caramelatte
eyo kakak author! Ku mampir nih!🤭 Semangat yaa upnya! 🤗
2021-01-11
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Alby Apaansih lebay banget tau gak🤧🤣🤣
2021-01-06
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like mendarat lagi kakak😊
dari "asisten dadakan."
kutungggu kehadiranmu kembali.
💪💪💪
2020-12-31
0