Harajuna berjalan dengan langkah cepatnya masuk kedalam kamarnya dia membanting pintu agak keras. "Shit!" umpatnya kesal. Di matanya masih terbayang-bayang bagaimana tangan Bruno menyentuh Arana.
"Pemuda itu benar-benar membuatku kesal, ingin sekali aku memisahkan tangan pemuda itu dari tubuhnya karena sudah berani menyentuh wanitaku." sekali lagi dia berdialog sendiri.
Mata Harajuna menangkap suatu benda yang ada di atas nakas dekat dengan ranjang tempat tidurnya. "Itu ponsel siapa?" ucapnya.
Harajuna berjala dan mengambil ponsel berwarna biru laut yang ada di atas nakas, dia menyalakan ponsel yang ternyata mati itu. Harajuna mengingat tentang ponsel itu.
"Oh ...!" dia tersenyum mengingat kejadian malam itu saat dia tengah berada di puncak kenikmatannya ponsel yang ada di atas nakas itu berdering dan dengan gerakan yang cepat dia mengambil dan mematikan dayanya.
Mata Harajuna membelalak dengan senangnya melihat ada foto Arana di tampilan wallpaper depan ponsel itu. Foto Arana yang sedang duduk sendiri di sebuah cafe dengan memangku tangan dan tersenyum. "Cantik," ucapnya lirih.
"Jadi ini ponsel milik Arana!" Harajuna berpikiran sebentar. Dia sebenarnya bukan orang yang lancang, tapi jiwa keingin tahuannya lebih kuat terhadap wanita yang sekarang dia klaim telah menjadi miliknya.
Tangan Harajuna mulai membuka galeri yang ada pada ponsel milik Arana. Dia melihat beberapa foto yang ada di ponsel Arana.
"Kenapa dia ceroboh sekali tidak memberi sandi pada ponselnya," Monolognya sambil terus mengotak-atik ponselnya.
Mata Harajuna berubah tajam saat dia melihat ada foto seorang laki-laki yang juga banyak sekali berfoto dengan Arana. Lelaki itu sedang memeluk Arana.
"Dia?"
"Apa lelaki ini yang dimaksud adalah kekasih dari Arana?"
"Shit ...! aku lama mencari kamu dan ternyata aku menemukan kamu dengan mudah." Rahang Harajuna mengeras seketika.
"Jika dia memang kekasih dari Arana, aku tidak akan membiarkan dia bersama dengan wanitaku, karena sekarang Arana adalah milikku. Hanya milikku! dia mau atau tidak aku tidak peduli." sorot mata Harajuna memandang tajam.
Tlit ...
Tlit ...
Ponsel Harajuna berdering dia melihat ke dalam layar ponselnya, nama Lorena ada di sana. "Ada apa dia selalu menggangguku?" gerutunya kesal.
Harajuna tidak menjawab panggilan Lorena dia malah memutuskan panggilannya dan ganti menghubungi nama Tommy asisten pribadinya.
"Halo, Bos ada apa?" jawab Tommy santai di seberang telepon.
"Tom, apa Lorena masih bersama dengan kamu?"
"Dia sudah pergi dari tadi, dan dia bertanya padaku di mana kamar kamu menginap, memangnya kamu menginap di kamar nomor berapa sih, Bos?" tanya Tommy sedikit kesal.
"Kamu tidak perlu tau, Tom."
"Bahkan resepsionis di sini saja tidak mau memberitahu keberadaan kamar kamu sama aku, padahal aku kan asisten pribadi kamu." lanjutnya.
"Tentu saja, dia tidak akan berani karena jabatannya sebagai jaminannya. Kalau sampai ada yang memberitahu kamar di mana aku menginap mereka bisa keluar dari pekerjaannya dan aku tidak akan main-main."
"Hem ... pantas mereka menurut sekali, kamu ngancemnya begitu. Oh ya! ada apa? aku masih menunggu kamu turun untuk bertemu dengan tuan Smith."
"Tom, carikan aku ponsel baru dengan type dan warna yang aku nanti kirimkan sama kamu, dan aku mau sekarang," ucapan Harajuna terdengar seperti perintah yang harus segera dilakukan.
"Ponsel untuk apa, Bos? bukannya ponsel kamu juga barusan beli, dan itu keluaran terbaru, Kan?"
"Jangan banyak tanya, lakukan saja. Kalau kamu sudah membelinya aku akan turun dan kita bisa berangkat bertemu tuan Smith." Harajuna memutuskan panggilannya.
Dia mulai mengirim type ponsel yang ingin dia beli dan mengirimkannya kepada Tommy.
Tit ...
Tit ...
Satu pesan masuk pada aplikasi whatsApp Tommy. Saat melihat type ponsel dan warnanya mata Tommy sedikit menyipit dan mukanya terlihat bingung.
"Sebenarnya si bos minta di belikan ponsel ini mau dia kasih buat siapa, Sih? aneh bener. Apalagi warnanya biru? si bos kan sukanya warna hitam kayak dia sangar. Wakakka!" Tommy malah berdialog dan terkekeh sendiri.
"Sebaiknya aku segera membelikannya dari pada aku nanti kena marah dia lagi." Tommy beranjak dari tempat duduknya dan segera pergi ke toko ponsel untuk mencari yang diminta oleh Harajuna.
Di dalam kamar yang sangat bagus seorang wanita sedang duduk dengan kesal dan ada segelas wine di tangannya, dia terlihat sangat kesal.
"Berengsek, kenapa Harajuna selalu bersikap dingin terhadapku, dan tadi dia bilang, Apa? semua akan lain jika dia bisa membawa calon istri untuk diperkenalkan kepada kakek Bisma?" Mimik wajah Lorena terlihat berkerut.
"Aku tidak akan membiarkan orang lain menggantikan posisiku sebagai calon istri dari Harajuna. Harajuna harus menjadi milikku karena aku sangat mencintai Harajuna." tangannya memegang erat gelas yang seolah ingin dia remukkan.
"Sebaiknya aku menghubungi kakek Bisma, hanya dia orang yang bisa membantu aku menangani Harajuna."
Setelah beberapa menit Lorena berbicara dengan seseorang di telepon terlukis senyum dari sudut bibirnya. Senyum itu bukan senyuman yang indah melainkan lebih tepatnya senyuman licik yang dia tunjukkan.
"Harajuna sayang, aku akan membuat kamu menjadi milikku. Apa yang aku lakukan selama ini tidak akan sia-sia, kamu akan menjadi miliknya." Wajah Lorena terlihat seram.
Tlit ...
Tlit ...
Suara bunyi ponsel seseorang. Wajah pria tampan itu mendadak berubah tidak enak dilihat saat dirinya menatap layar ponselnya.
"Ada apa kakek menghubungi ku?" Harajuna berdialog sendiri.
"Halo."
"Halo, Cucu kesayangan ku! kenapa kamu lama sekali tidak pernah menghubungi kakek kamu ini?" suara pria paruh baya itu terdengar sangat berat.
"Huft ...!" suara helaan napas pelan Harajuna.
"Hei ...! jangan lakukan helaan napas seperti itu! apa kamu tidak suka mendengar suara kakek?" tanyanya sedikit kesal.
"Aku sedang sibuk, Kek! lagian aku kan baru kemarin lusa berbicara dengan kakek, kenapa seolah-olah aku tidak pernah menghubungi kakek." gerutu Harajuna kesal.
"Kakek kan sudah tua. Jadi wajar kalau kakek itu lupa, Juna," lanjut kakek Bisma mencari alasan.
"Sudahlah! apa sebenarnya maksud kakek kali ini menghubungi diriku?" jawabnya cepat, dan Harajuna tau siapa kakeknya itu.
"Kalau kamu sibuk sekali, seharusnya kamu meminta bantuan sama calon istri kamu, Lorena. Kakek sengaja mengirim dia agar bisa membantu pekerjaan kamu di sana, Ya meskipun ada Tommy yang membantu kamu."
"Lorena tidak bisa membantuku, Kakek. Aku disini ini karena urusan bisnis bukan bersenang-senang."
"Ya setidaknya Lorena bisa membuat kamu tidak terlalu pusing dengan urusan bisnis kamu yang membuat kamu selalu bersikap seperti vampire itu."
"Vampire." Harajuna berpikir. Kenapa kakek Bisma bisa sama menyebutku vampire seperti apa yang Arana ucapkan?
"Cucuku, apa kamu masih di sana?" Suara tiba-tiba kakek Bisma menyadarkan Harajuna dari lamunannya.
Wkakakka siapa sih sebenarnya kakek Bisma ini dan bagaimana orangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
Heny Ekawati
kayakx fabio orang gk baik deh juna nyari fabio
2021-06-02
1
Elly Az
ada apa antara juna & fabio....
2021-06-01
1
Indra Davais
visualnya thour
2021-05-30
2